Pemerintah Sudah Optimal Menjamin Tiada Rakyat Kelaparan. It’s True?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh Khaulah (Aktivis BMI Kota Kupang)

 

Pandemi Covid-19 menghantam berbagai sektor kehidupan. Ekonomi bangkrut, rumah sakit kolaps, nyawa manusia melayang tiada sedikit. Terkait nyawa manusia, banyak yang berjatuhan akibat kelaparan. Bahkan berdasarkan data dari organisasi anti kemiskinan, Oxfam bahwa
jumlah kematian akibat kelaparan melebihi Covid-19, yang membunuh sekitar tujuh orang per menitnya.

Di negeri ini pun sudah sedemikian parah. Potret rakyat kelaparan bahkan mati karenanya sudah marak terjadi, walau banyak pula yang tak diliput media. Seperti kasus dua anak yatim di Sumatera Selatan yang kurus kering karena kelaparan saat didatangi pihak kepolisian, seorang Ibu beserta tiga anak di Cirebon yang hidup mengharap uluran tangan tetangga pun kisah seorang bapak tujuh anak yang keliling jual Hp rusak seharga 10 ribu rupiah untuk beli beras. Yang paling parah ialah seorang ibu di Banten yang meninggal dunia karena tidak makan dua hari dan hanya minum air galon.

Banyak pihak sadar bahwa konsekuensi kebijakan PPKM Darurat yang tidak disertai kepengurusan secara sempurna oleh pemerintah-lah penyebabnya. Sehingga wajar jikalau belakangan ini santer terdengar kabar dari penguasa, bahwa negara pasti akan hadir dan tidak akan membiarkan masyarakat kelaparan. “Bapak Ibu, sebangsa se-Tanah Air, sekali lagi negara hadir. Tidak ada warga negara yang akan dibiarkan dalam kelaparan,” tegas Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dedy Permadi.

Salah satu upayanya yakni melalui Kementerian Sosial (Kemensos) yang mengaktivasi dapur umum di tujuh kota. Juga menyediakan makanan siap saji dalam rangka mencukupi kebutuhan makanan bagi warga yang sedang menjalani isolasi mandiri, pemulung, warga marginal, beberapa Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS), tenaga kesehatan, petugas penjaga penyekatan PPKM Darurat dan rumah sakit. Selain itu, Kemensos juga melanjutkan kembali bansos yang sempat terhenti, yaitu Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan NonTunai (BPNT), Kartu Sembako, serta Bantuan Sosial Tunai(BST). (nasional.okezone.com, Senin 12 Juli)

Dilansir dari laman kompas.com, Senin 12 Juli 2021, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah akan memberikan bantuan beras kepada masyarakat yang saat ini mengalami kekurangan pangan. “Jadi semua titik yang memungkinkan ada kekurangan pangan atau kurang beras akan dibagikan oleh TNI dan akan berlaku mungkin Rabu ini. Itu ada yang 5 kilogram dan 10 kilogram,” tambah Luhut.

Besar harapan rakyat akan benarnya pernyataan-pernyataan yang mengandung janji baik itu. Walau di sisi lain mereka kepalang tak memercayai pemerintah. Oleh karena bansos yang sejatinya untuk rakyat justru (pernah) dibagi-bagi oleh kalangan berduit. Oleh karena bansos tak pernah menyapu rata ke semua rakyat. Oleh karena dana bansos, sungguh tak seberapa. Rakyat kepalang tak percaya, tetapi memaksa percaya pada janji-janji berikutnya, karena mereka amat butuh.

Ya, ditengah kebijakan PPKM Darurat yang menghendaki rakyat kecil berada di rumah, mereka tentu tak berpenghasilan. Wajar jikalau mengharap bantuan pemerintah. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah dengan segenap hati memberi, bertindak sebagai sebaik-baiknya pelayan, mengulurkan hingga kebutuhan rakyat benar-benar tuntas. Karena sejujurnya, beras 5 hingga 10 Kg dan uang 300 hingga 600 ribu tidaklah seberapa, tidak mencukupi kebutuhan sebulan penuh.

Pemerintah tak diharapkan sekadar basa-basi, karena rakyat teramat butuh janji tersebut terealisasi. Jangan membuat janji yang indah didengar, karena sejatinya tak bisa mengenyangkan jikalau nihil tindakan. Pemerintah juga diharapkan memikirkan matang-matang kebijakannya, terkait bagaimana penyalurannya dan apakah memenuhi segala kebutuhan rakyat?

Karena percuma mendirikan dapur umum, jikalau rakyat mengalami kendala untuk sampai ke sana. Percuma berkoar-koar memberikan bantuan kepada beratus-ratus juta jiwa, jikalau tak mencukupi kebutuhan mereka. Percuma mengatakan negara akan hadir di semua titik yang kekurangan pangan, tetapi banyak sekali titik, di pelosok misalnya yang tak didatangi.

Maka, alih-alih mengambil hati rakyat (lagi), justru menghadirkan tembok besar tak kasat mata antara pemerintah dan rakyat. Alih-alih membuat rakyat kembali percaya, justru puing-puing kepercayaan hanyut bersama janji manis penguasa. Pun alih-alih rakyat berhenti kelaparan, justru makin banyak yang masuk dalam kubangan kelaparan.

Oleh karena itu, besar harapan agar ke depannya pemerintah lebih banyak bekerja ketimbang membangun citra bahwa sudah banyak melakukan tindakan baik untuk rakyat. Karena mereka sejatinya dipilih memang untuk melayani rakyat.

Tetapi, wajar jikalau ke depannya pemerintah tak berubah. Lebih mementingkan ekonomi ketimbang nyawa rakyat. Kebijakannya tak memberi keuntungan kepada rakyat, sebaliknya kebaikan berlimpah kepada kroni-kroninya. Pun memberi bantuan bukan karena sadar bahwa mereka adalah pelayan rakyat, tetapi menganggap hubungannya dengan rakyat layaknya penjual dan pembeli. Itu sungguh wajar. Ialah karena mereka adalah penguasa yang lahir dan dididik oleh sistem kapitalisme, yang kehidupannya untuk mencapai kesenangan materi belaka.

Lain lagi dengan penguasa yang lahir dan dididik dengan sistem Islam. Penguasa seperti ini menyadari kekuasaan yang dibebankan kepadanya kelak akan dipertanggungjawabkan. Dalam segala tindakannya, selalu menjadikan Alqur’an dan Hadis sebagai landasan. Maka wajar jikalau kebijakan yang lahir sesuai dengan fitrah manusia, menentramkan jiwa serta memuaskan akal.

Penguasa dalam Islam tentu sadar dan yakin bahwa setiap perkataannya kelak ada hisabnya. Maka, tak ada potret penguasa yang sekadar menebar janji, mengumbar kata-kata manis. Tak ada penguasa yang memberikan harapan palsu kepada rakyat.

Contoh salah satu penguasa yang lahir dalam sistem Islam dan diasuh dengan Islam ialah Umar bin Abdul Aziz. Dimana pada saat kepemimpinan beliau, kesejahteraan dirasakan sedemikian baik. Bahkan tak ditemukan orang yang terkategori berhak menerima zakat.

Dalam sistem Islam, kebutuhan pokok rakyat berupa pangan, sandang, dan papan akan diberikan secara gratis oleh penguasa. Penguasa meyakini dirinya sebagai pelayan rakyat, bukan sekadar regulator dan fasilitator layaknya hari ini. Sehingga, potret terkait diri mereka begitu menggugah. Seperti Umar bin Khaththab yang pada malam hari memikul sendiri sekarung gandum untuk rakyatnya.

Islam dengan segala kemuliaan dan kesempurnaan akan melahirkan penguasa yang menjamin tiada rakyat kelaparan. Sungguh, tak sekadar berbusanya mulut tersebab ribuan janji yang terlontar. Namun ada tindakan yang nyata.

Wallahu a’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *