Pembangunan Eksploitatif Pembawa Bencana Alam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Dyka Apriliani Sopian.,S.Sos

Sejumlah daerah di Kalimantan Selatan (Kalsel) terendam banjir pada awal tahun baru 2021. Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, mengatakan bahwa banjir tahun ini merupakan yang terparah dalam sejarah. Setidaknya 1.500 rumah warga di Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar, Kalsel kebanjiran. Ketinggian air mencapai 2-3 meter.

 

Curah hujan yang tinggi selama beberapa hari terakhir jelas berdampak dan menjadi penyebab banjir secara langsung. Kendati demikian, masifnya pembukaan lahan yang terjadi secara terus menerus juga turut andil dari bencana ekologi yang terjadi di Kalimantan selama ini. Berdasarkan laporan tahun 2020 saja sudah terdapat 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batu bara yang masih aktif bahkan ditinggal tanpa reklamasi, belum lagi perkebunan kelapa sawit yang mengurangi daya serap tanah. 50 persen dikuasai tambang dan sawit. Akibatnya ekosistem alami di daerah hulu yang berfungsi sebagai area tangkapan air atau catchmen area rusak. Area hilir tidak lagi sanggup membendung air hujan yang berujung terjadinya banjir.

 

Dari semua itu, hanya curah hujan merupakan salah satu faktor penyebab banjir yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Tiga faktor lainnya sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia, termasuk kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa. Karena itu dalam bencana banjir, tidaklah bijak jika malah menjadikan curah hujan sebagai kambing hitam.

 

Karut-marut tata kelola lingkungan dan sumber daya alam di Kalimantan Selatan telah berkontribusi besar pada rusaknya daya tampung dan daya dukung lingkungan, termasuk tutupan lahan dan daerah aliran sungai. Pembangunan kapitalistik yang menonjol dalam pengelolaan lingkungan di sejumlah daerah di Kalsel ini telah berdampak pada deforestasi dan alih fungsi lahan. Padahal, begitu banyak penelitian dan diskusi ilmiah tentang aspek hidrologi, kehutanan, dan pentingnya konservasi dan tata ruang wilayah yang secara jelas menunjukkan bahwa pembangunan mutlak harus memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian hutan, dan lahan serta keseimbangan alam dan lingkungan. Jika tidak, meniscayakan terjadinya bahaya banjir dan tanah longsor mematikan.

 

Selayaknya dalam pengelolaan lingkungan negara mencegah tata kelola lingkungan yang lahir dari kerakusan dan sifat konsumerisme manusia. Hutan harus didudukkan sebagai harta milik umum. Sebab, faktanya hutan secara umum memiliki fungsi ekologis dan hidrologis yang dibutuhkan jutaan orang.

 

Sehingga, negara tidak dibenarkan memberikan hak pemanfaatan istimewa berupa hak konsesi dan lainnya kepada individu ataupun perusahaan, baik untuk pembukaan tambang, perkebunan sawit, dan lain sebagainya yang mengancam kelestarian lingkungan.

 

Dalam Islam sendiri, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melarang pengelolaan harta milik umum oleh individu. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air dan api.” (HR Abu Dawud).

 

Maka jelas, negara adalah pihak yang berwenang dan bertanggung jawab langsung lagi sepenuhnya dalam pengelolaan hutan, menjauhkannya dari aspek eksploitatif dalam pemanfaatan sumber daya alam.

 

Berbagai praktik yang menyebabkan degradasi ekologi itu sendiri merupakan kemaksiatan. Pangkal kemaksiatan tersebut adalah penerapan sistem kapitalisme yang berpangkal pada sekularisme. Semua kemaksiatan itu mengakibatkan fasad (kerusakan) di muka bumi. Di antaranya berupa bencana alam dan dampaknya. Semua ini baru sebagian akibat yang Allah SWT timpakan karena berbagai kemaksiatan yang terjadi di tengah manusia. Tujuannya agar manusia segera sadar dan kembali pada syariah-Nya. Allah SWT berfirman: “Telah nyata kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan Allah SWT).” (TQS ar-Rum [30]: 41)

 

Karena itu, kunci untuk mengakhiri segala musibah tidak lain dengan mencampakkan akar penyebabnya, yakni ideologi dan sistem sekularisme-kapitalisme. Berikutnya, terapkan ideologi dan sistem yang telah Allah SWT turunkan. Itulah ideologi dan sistem Islam. Dengan kata lain, terapkan syariah Islam secara kaffah dalam semua aspek kehidupan. Termasuk dalam pengelolaan lahan/tanah, sumber daya alam dan lingkungan hidup. WalLâh a’lam bi ash-shawâb.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *