Pelonggaran di tengah Wabah Dapat Berdampak Lebih Buruk

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : NS. Rahayu

Pandemi covid 19 di Indonesia belum terlihat tanda-tanda penurunan hingga kebijakan PSBB masih diberlakukan. Kebijakan pemberlakuan itu tidak menyeluruh ke semua wilayah, hanya wilayah dengan zona merah (ada PDP) yang boleh memberlakukan PSBB dengan alasan agar roda perekonomian tetap berjalan.

Wabah berbahaya ini menakutkan semua pihak tentunya merekapun ingin menjaga wilayah masing-masing agar tetap bisa zero (nol). Bupati Magetan meminta untuk melakukan PSBB ternyata ditolak oleh Gubenur karena menilai bahwa kasus corona di Magetan dinilai masih belum parah.

Pemkab Magetan sudah mengkaji PSBB di wilayahnya dengan Gubernur Khofifah IP, hasil “Kita belum perlu untuk lakukan PSBB (Hasil konsultasi dengan ibu gubernur)”, terang Bupati Magetan Suprawoto. Dan saran dari Tim Gugus Tugas COVID-19 Provinsi hanya untuk pembatasan sosial atau physical distancing di Desa Temboro saja. Detik.com (28/4/20)

Hal ini disebabkan karena begitu banyak syarat untuk melakukan PSBB, salah satunya jumlah kematian banyak dan jumlah penyebaran luas. Itu artinya harus menunggu virus tersebar luas baru dilakukan PSBB. Pengambilan solusinya hanya berdiam diri di rumah atau hanya jaga jarak. Sesuatu yang aneh bukannya mencegah tapi membiarkan supaya lebih parah.

Penyebaram virus telah terjadi dimanapun bahkan di daerah yang sebelumnya dinyatakan zero seperti ngawi dan berstatus zona kuning tiba-tiba berubah menjadi merah setelah ada update conona di Jatim dan pertambahan 80 kasus baru corona. Kompas.com (30/4/20)

Padahal jelas pencegahan covid 19 tidak bisa diatasi hanya dengan berdiam diri dirumah atau jaga jarak saja. Karena rakyat butuh bekerja demi keberlangsungan hidup untuk mencari sesuap nasi, bayar air, listrik, biaya sekolah dll. Dan semua itu tidak pernah dijamin oleh negara. Sehingga penyebaran virus adalah sebuah kepastian.

Nasip rakyat Indonesia memang telah jatuh tertimpa tangga pula, sudah tidak dijamin hidupnya tidak ada pemeriksaan gratis repid test seperti negara lain. Sehingga wajar dalam rilis WHO, Indonesia menjadi negara terburuk dalam penanganan covid 19.

Jika Negara lain melakukan lockdown (karantina) total minimal 14 hari dan menanggung semua biaya hidup rakyatnya baik yang terkena corona atau yang sehat dengan memberikan fasilitas kebutuhan pokok maupun kompensasi dana karena harus dirumah saja dengan biaya luar biasa besar semata menjaga kesehatan rakyatnya.

Dana yang di gelontorkan oleh pemerintah Indonesia dalam pencegahan covid 19 jauh dibawah negara lainm, itupun sudah mengeluh. Sudah keharusan pemerintah memperhatikan dan peduli kepada rakyat dalam menjaga kesehatannya tanpa embel-embel lainnya ketika melakukan kewajibannya.

Sungguh rakyat akan melihat bentuk upaya serius dan efektif pemerintah dalam memutus rantai covid 19 ini dan itu sudah cukup menakar kualitas kepemimpinan, bukan justru mengambil kesempatan untuk melakukan pencitraan dan meminta rakyat untuk bersyukur dan berterimakasih.

Tanpa lockdown sangat mustahil penyebaran virus ini akan berhenti. Dan pemerintah sangat terlihat tidak akan melakukan lockdown. Sehingga dugaan pemerintah melakukan herd imunnity sangat terlihat.

Saat wabah belum menampakkan tingkat penurunan dan PSBB masih berlaku, rakyat dikejutkan dengan kebijakan pelonggaran PSBB. Artinya ancaman kesehatan yang diakibatkan wabah corona mulai diabaikan demi untuk laju pertumbuhan ekonomi.

Sebagaimana yang dilansir Bisnis.com (10/5/20) , Ekonom menilai rencana pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada awal Juni harus kembali dikaji. Apabila pasien dalam pengawasan (PDP) masih terus menunjukkan tren peningkatan hingga akhir Mei 2020, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai pelonggaran PSBB masih belum saatnya dilakukan atau prematur.

Pelonggaran PSBB yang belum waktunya justru bisa mengakibatkan kerugian yang lebih besar pada aspek kesehatan dan ekonomi secara bersamaan. Pelonggaran ini berpotensi meningkatnya kembali aktivitas masyarakat selayaknya hari biasa dan melupakan adanya pagebluk. Hal ini menyebabkan pintu persebaran corona sangatlah besar.

Akibatnya biaya ekonomi yang ditanggung Pemerintah akan jauh lebih besar jika anggaran kesehatan meningkat dan lebih buruk lagi jika terjadi penambahan korban. Laju pertumbuhan ekonomi mandeg jika pelaku manusianya pada sakit dan meninggal karena Covid-19. Disitulah arti pelonggaran berdampak kerugian terhadap ekonomi.

Sikap pemerintah sangat terlihat lepas tanggungjawab hal ini merupakan ciri khas kapitalisme. Jangan berharap memiliki pemerintah yang amanah jika sistem kapitalisme tetap dipertahankan karena hanya sistem islam yang akan memberikan pelayanan terbaik kepada rakyat bukan karena ingin mendapatkan kemanfaatkan dari rakyatnya seperti kapitalisme tapi karena kesadaran bahwa rakyat adalah amanah yg akan dimintai pertanggungjawaban kepada Allah.Wallahualam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *