Pelecehan Seksual Menjerat Anak, Sekulerisme Sungguh Rusak

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Pelecehan Seksual Menjerat Anak, Sekulerisme Sungguh Rusak

Oleh Annisa Al Maghfirah

(Pegiat Dakwah)

Di Mojokerto, seorang bocah Taman Kanak-Kanak (TK) telah menjadi korban pemerkosaan oleh tiga anak Sekolah Dasar (SD). Sangat mencengangkan. Usia belia namun bisa melakukan tindakan bejat.

Kuasa hukum korban, Krisdiyansari menceritakan peristiwa perkosaan itu terjadi pada 7 Januari 2023 lalu. Para pelaku merupakan tetangga korban dan teman sepermainan. Pihak keluarga baru mengetahui itu setelah mendengar dari pengasuh salah satu teman sepermainan korban. (liputan6.com, 07/01/2023)

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) pun menyesalkan kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Berkaca dari kasus tersebut, orang tua, keluarga, dan masyarakat diajak untuk memberikan perhatian, edukasi, dan perlindungan terhadap anak dari tindak pidana kekerasan seksual baik sebagai korban maupun pelaku.

Generasi Diambang Kehancuran Moral

Dalam data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terungkap sebanyak 4.683 aduan masuk ke pengaduan sepanjang 2022. Nyaris dari lima ribu pengaduan itu bersumber dari pengaduan langsung, pengaduan tidak langsung (surat dan email), daring dan media massa.

Pengaduan paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. Kasus tertinggi adalah jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus.

Tidak dapat dimungkiri, dari tahun ke tahun, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan (KtP) dan anak (KtA) terus meningkat, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 2023 di bulan pertama saja, berbagai daerah kasus pelecehan seksual booming diberitakan.

Dampak Sekulerisme

Fakta-fakta mengerikan ini gamblang menunjukkan bahwa anak-anak kini sedang dalam kondisi terancam. Mereka yang hari ini kehilangan fitrah kesucian dan mengalami proses demoralisasi sejatinya adalah korban dari hilangnya payung perlindungan. Mulai dari orang tua atau keluarga, masyarakat, termasuk sekolah, hingga negara.

Tidak sedikit keluarga yang sudah kehilangan fungsinya. Padahal sejatinya rumah adalah tempat anak peroleh kehangatan, pendidikan terbaik, penjagaan fitrah, termasuk penanaman nilai-nilai moral yang bersumber dari agama. Serta tempat anak berlindung dari semua hal membahayakan.

Wajar, jika sedikit paparan negatif dengan mudah mewarnai perspektif anak-anak tentang kehidupan, termasuk berpengaruh terhadap standar perbuatan. Belum lagi kondisi corak masyarakat yang permisif, individualistik, dan liberal, serta hilangnya fungsi kontrol sosial di tengah masyarakat. Anak-anak, bahkan belajar banyak hal buruk dari lingkungan, termasuk gaya hidup yang berkembang liar di media sosial.

Sedangkan dalam dunia pendidikan, kurikulum sekuler bin liberal mendominasi. Kurikulum berbasis akidah tidak diatur oleh negara. Agama dipandang sekedar pengaturan ibadah ritual semata. Bukan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Output pendidikan hanya berorientasi materi. Pendidikan karakter yang digadang-gadang bisa mengembalikan fitrah anak, nyatanya hanya jadi wacana.

Anak SD menjadi pelaku pemerkosaan siswi TK ini adalah buah kebobrokan negara dalam mengurus rakyatnya dalam berbagai aspek, khususnya sistem pendidikan, ekonomi, dan pengaturan media. Pun rapuhnya ketahanan keluarga di sistem kapitalisme.

Dalam pengaturan media, negara tidak tegas untuk memblokir hingga mengawasi penyiaran-penyiaran yang memamerkan aurat dan membangkitkan syahwat. Tontonan itu malah menjadi tuntunan. Akar persoalan ini tidak lain karena bersumber dari sekulerisme yang dijadikan sebagai asas negara.

Sementara itu, generasi yang rusak akan sulit diperbaiki dengan solusi parsial seperti yang mereka tawarkan. Yakni sex education, pendidikan karakter, pendidikan budi pekerti, semuanya hanya solusi basa basi. Bahkan, menjauhkan umat dari solusi yang hakiki.

Islam, Solusi Selamatkan Generasi

Solusi tuntas hanya dapat diperoleh dengan merubah asasnya, yaitu dengan menjadikan akidah islam sebagai asas.  Mulai dari ranah keluarga,masyarakat hingga negara.

Islam bukan sekedar agama ritual saja namun memiliki sistem aturan dan sanksi yang dapat mencegah dan menimbulkan efek jera bagi para pelaku kekerasan seksual. Misalnya, negara akan menjadikan akidah/ketauhidtan sebagai pondasi dalam kurikulum pendidikan. Pengaturan pergaulan antar lawan jenis contohnya dilarang berdua-duaan, berikhtilat, dan sebagainya. Plus sanksi bagi para pezina. Masyarakat memiliki peran untuk beramar makruf nahi mungkar. Negara akan memblokir semua siaran,tontonan yang tidak sesuai syariat tanpa terkecuali.

Anak-anak dan pemuda adalah estafet pembangunan suatu peradaban. Jika mereka hancur, buruk pula peradaban di masa mendatang. Maka kembali kepada Islam adalah solusi dari sekian lama bobroknya kapitalisme sekuler ini mengatur umat manusia.

Wallahu a’lam bishowwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *