PDAM Naik Rakyat Menjerit

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

PDAM Naik Rakyat Menjerit

Oleh Nuni Toid

Pegiat Literasi dan Member AMK

 

“Bukan lautan, hanya kolam susu. Air dan jala cukup menghidupimu…”

Sepenggal lagu lawas membuktikan kalau negeri ini adalah negeri yang subur. Mengapa? Karena sebagian besar dikelilingi oleh perairan. Air sebagai sumber kehidupan. Dapat kita temui di mana saja. Seperti air laut, air sungai, air danau, air gunung, dan air hujan.

Air adalah salah satu komponen yang sangat penting bagi keberlangsungan makhluk hidup. Begitupun dengan tubuh kita, yang 60-70% membutuhkannya. Bukan itu saja, manusia juga setiap harinya memerlukan air. Di antaranya untuk keperluan mandi, memasak, mencuci, menyiram tanaman, mengairi sawah, kebun dan lain sebagainya.

Tapi saat ini, justru dengan melimpahnya air tidak menjadi jaminan kita bisa menggunakannya dengan cuma-cuma alias gratis. Sebaliknya, rakyat mesti merogoh kembali sakunya dalam-dalam demi mendapatkan air bersih. Sebab tersiar kabar akan ada kenaikan tarif PDAM. Namun hal itu ditolak oleh warga. Seperti belum lama ini, para perempuan dari berbagai kalangan yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Indramayu menolak rencana kenaikan tarif air bersih perumdam Tirta Darma Ayu Kabupaten Indramayu sebesar 30%. Penolakan itu disampaikannya kepada para wakil rakyat, dalam audiensi di gedung DPRD Indramayu, (republik.co.id, 28/1/2023).

Kenaikan PDAM bukan hanya di Indramayu, tapi di berbagai daerah juga. Seperti PDAM di Surabaya beberapa bulan lalu, tepatnya per Januari 2022 pun telah menaikkan dari Rp600 menjadi Rp 2600 per meter kubik. Menurut Eri Cahyadi, Wali Kota Surabaya mengatakan bahwa kenaikan tersebut disebabkan sudah belasan tahun yang lalu belum ada penyesuaian harga. Ditambah dengan perawatan pipa PDAM yang memerlukan biaya besar. Bagaimanapun PDAM ini dituntut untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan air yang bersih, bagus, dan layak minum. Walaupun demikian, bagi warga miskin akan digratiskan, demikian katanya, (suarasurabaya.net, 24/11/2022).

Miris, negeri yang kaya dengan sumber daya alamnya, termasuk air, namun faktanya rakyat harus membeli. Jelas ini menambah daftar panjang beban rakyat. Apalagi air adalah kebiasaan pokok setiap individu yang semestinya dijamin oleh negara. Kalaupun ada kenaikan tarif air, setidaknya diimbangi dengan peningkatan kualitas air. Sehingga rakyat tidak kesulitan dalam mendapatkan air bersih dan tidak perlu membeli untuk keperluan tertentu.

Tapi begitulah realitanya, banyak sumber air yang tidak dikelola oleh pemerintah, justru diserahkan kepada pihak swasta dengan dalih investasi. Makanya negara hanya mengelola air yang ada saja. Padahal bila menelisik kembali kepada UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang berbunyi,

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Maksudnya negaralah yang wajib mengelolanya dan diberikan kepada rakyat. Bukan membiarkan swasta menguasainya dan diperjualbelikan kepada rakyat dengan mendapat keuntungan sebesar-besarnya.

Padahal Rasulullah saw. telah bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad yang artinya: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara. Yaitu padang, rumput, air, dan api.” Maka jelas, air adalah milik rakyat, yang diberikan oleh Allah Swt. hingga haram hukumnya dibisniskan.

Namun itulah bila hidup di bawah sistem buatan manusia yakni Kapitalisme-sekuler. Sistem yang berdiri berasaskan materi belaka. Negara hanya sebagai regulator saja. Hingga aturan yang diberlakukannya pun atas pesanan para kapitalis. Dimana ada pintu yang menguntungkan, di sanalah akan dibuat kebijakan yang hanya memuaskan mereka.

Begitu pula dengan aturan agama yang dipisahkan dari kehidupan (sekulerisme). Agama hanya dijadikan sebagai pionir saja oleh individu. Sedangkan dalam urusan umum (publik), manusia boleh menggunakan aturannya sendiri. Halal-haram pun sudah tidak menjadi standar perbuatannya. Mereka melupakan bahwa setiap perbuatan yang dilakukan di dunia kelak akan diminta pertanggungjawaban.

Islam Menjamin Kebutuhan Rakyat

Islam bukan hanya agama biasa, tapi sebuah sistem yang mengatur seluruh sendi kehidupan, termasuk dalam kepemimpinan negara. Pemimpin dalam Islam, yakni Khalifah adalah pengatur urusan umatnya. Hubungan antara negara dan rakyat bukanlah seperti penjual dan pembeli. Sehingga sudah menjadi kewajiban negara untuk mengelola sumber daya air yang kemudian didistribusikan kepada rakyat secara gratis.

Begitu juga negara tidak akan membiarkan daerah berjalan sendiri. Tapi negara bertanggung jawab dengan memberikan modal untuk mendirikan perusahaan air minum, sekaligus untuk perawatan. Sehingga rakyat bisa mendapatkan dengan mudah.

Untuk semua pembiayaan tersebut, negara memiliki mekanisme keuangan yang khas, yaitu Baitulmal. Pemasukannya bukan dari pajak seperti sistem saat ini, tapi diperoleh dari beberapa pos. Seperti jizyah, kharaj, fa’i, ghanimah, dan sebagainya. Dari pemasukan tersebut, negara akan mampu melakukan pengurusan seluruh kebutuhan rakyat, termasuk penyediaan air bersih.

Karenanya, alangkah akan sejahteranya rakyat bila negara tidak menyerahkan sumber daya alam, termasuk air kepada para swasta yang hanya akan dijadikan ajang bisnis semata. Hal itu bisa dilihat dengan terus-menerus mereka menaikkan tarif PDAM hingga rakyat dibuatnya menjerit.

Maka sudah saatnya umat bersatu berjuang membuang sistem yang rusak (Kapitalisme-sekuler) digantikan dengan sistem sahih, yakni Islam kaffah yang diterapkan dalam segala aspek kehidupan.

Wallahu a’lam bish shawab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *