Oleh: Ukhiya Rana (Member Pena Muslimah Cilacap)
Jakarta, 7/11 (Antara)—Organisasi Pariwisata Dunia di bawah naungan PBB (UNWTO), mengapresiasi kenaikan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia , yang termasuk dalam kategori tercepat di dunia. Menteri Pariwisata (Menpar), Arif Yahya, dalam pertemuan dengan Deputi Sekretaris Jenderal UNWTO, Jaime Alberto Cabal Saclamente, di Gerai Indonesia pada pagelaran pasar wista dunia di London, mengatakan pertumbuhan jumlah wisatawan karena, diantaranya, fasilitas digital untuk menunjang perjalanan (digital tourism).
.
“Kenaikan tercepat ini merupakan hasil dari transformasi digital. Menurut UNWTO, Indonesia dapat menjadi model bagi negara lain untuk melakukan digital tourism,” kata Arif melalui keterangan tertulis di terima di Jakarta, Rabu.
.
Dalam pertemuan ini, Delegasi UNWTO menyempatkan berkunjung ke Paviliun Indonesia dan membahas program strategis antara Indonesia dan UNWTO. Pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) dan pariwisata digital menjadi beberapa isu yang dibahas oleh Indonesia dan UNWTO.
.
“Perkembangan pariwisata berkelanjutan di Indonesia juga sangat diapresiasi melalui pengembangan lima Sustainable Tourism Observations (STOs) yang telah mengalami perkembangan yang sangat baik,” kata Arif.
.
Berdasarkan Data Pusat Statistik (BPS) jumlah kunjungan wisatawan mancanegara periode Januari-September 2018 ke Indonesia sebanyak 11,93 juta orang atau naik 11,81 persen dibanding periode yang sama di 2017 yang berjumlah 10,67 juta orang. Namun, jika dibandingkan dengan Agustus 2018, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di September 2018 mengalami penurunan sebesar 10,56 persen. (AntaraNews, 7/11/2019)
.
https://m.anatanews.com/berita/766080/organisasi-pariwisata-dunia-kagumi-pertumbuhan-wisman-ke-indonesia
.
Indonesia adalah negara yang memiliki seribu keindahan yang menjadi modal dalam industri pariwisata. Industri pariwisata juga merupakan sektor ekonomi yang penting di Indonesia. Dengan kekayaan alam Indonesia yang memilki kombinasi iklim, serta garis pantai terpanjang ke-tiga di dunia. Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar dan berpenduduk terbanyak ke-empat di dunia. Sehingga pengembangan industri pariwisata di Indonesia terbilang menjanjikan.
.
Namun jika ditelisik lebih dalam lagi, pengembangan pariwisata semata-mata hanyalah untuk alasan ekonomi. Rakyat dan juga negara semakin disibukkan dengan pariwisata, dan beranggapan bahwa melalui pariwisata pendapatan negara akan meningkat. Padahal di balik kesibukkan itulah para kapitalis asing dan aseng sedang berebut menjarah kekayaan negeri ini. Ibarat mencari sebutir pasir di dasar sungai, sedang sebongkah berlian di depan mata enggan untuk mengambil. Bersusah payah mengumpulkan pundi-pundi rupiah, tapi membiarkan asing dan aseng menggarong kekayaan negeri ini, bahkan turut membentangkan karpet merah.
.
Pariwisata yang dianggap mampu menjadi solusi bagi problematika ekonomi yang membelit negeri ini sebenarnya bukan hanya sekedar upaya mengatasi kemiskinan saja. Tetapi lebih dari itu, ada upaya-upaya jahat yang digagas oleh lembaga internasional di bawah hegemoni negara kapitalis penjajah. Yaitu penjajahan gaya baru—neo imperialisme—yang menjadi metode baku penyebaran ideologi kapitalisme. Salah satu cara yang digunakan yaitu melalui sektor pariwisata.
.
Telah dipahami bahwa kapitalisme adalah akar dari setiap permasalahan di negeri ini. Kapitalisme sendiri merupakan ideologi kufur yang menjadikan manusia, alam dan kekayaan intelektual wajib didedikasikan hanya untuk meraih kesejahteraan para pemilik modal. Demi kepentingan kapitalisasi ekonomi, betapapun besarnya kerugian non-materi yang ditimbulkan tidak akan diperhatikan oleh ideologi ini.
.
Berbagai strategi penjajahan di bidang pariwisata mengikuti pola sebagai berikut:
1. Pendahuluan klaim bahwa pariwisata sebagai kunci pertumbuhan ekonomi.
2. Membuat regulasi pengembangan Sustainable Development Goals (SDG). Menggunakan prinsip 3P (People, Plamet, Prosperity). Termasuk di dalamnya mempermudah prosedur pembuatan visa dan ijin masuk negara lain (Permit Entry), dan kerja sama bilateral antar negara bidang pariwisata.
3. Jerat hutang lembaga dunia melalui investasi infrastruktur pariwisata.
4. Kapitalisasi ekonomi melalui penyediaan arus modal dan investasi pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), termasuk KEK pariwisata.
5. Liberalisasi sosial-budaya menjadi ruh dari penjajahan pariwisata. Karena, modal alam semata tanpa basis manusia tidak akan mampu menjamin keberlangsungan arus penjajahan di suatu wilayah. Dengan menyeleksi ketersediaan wisata alam dan human resources yang terkoneksi. Tujuannya agar liberalisasi sosial-budaya dapat terus berjalan. Melalui pendidikan inklusif, untuk melahirkan sosok (Muslim) yang moderat—yang sangat ramah dengan agenda liberalisasi—melalui interaksi penduduk lokal dengan wisatawan mancanegara (promosi bahasa, kesetaraan gender, dan nilai-nilai demokrasi sekuler).
.
Walhasil, bukan kesejahteraan yang didapatkan justru kerugian materi (penjarahan kekayaan oleh asing dan aseng, dampak lingkungan), namun juga kerugian non-materi (liberalisasi sosial-budaya). Oleh karena itu untuk mengakhiri penjajahan pariwisata dibutuhkan kesadaran, kemauan, dan kekuatan ideologis dalam diri individu, masyarakat, dan negara. Dengan segera mencampakkan sistem kufur kapitalisme-demokrasi dan sosialisme-komunisme. Dan menggantinya dengan sistem sempurna dan paripurna yang berasal dari Allah SWT, yang menjamin akan terwujudnya kesejahteraan, yaitu sistem Islam. Dalam sebuah institusi yang mampu menghadapi penjajahan global kapitalisme, Khilafah Islamiyah.
.
.
Wallahu a’lam bish-showab. []