Oleh: Nun Ashima (Member Pena Muslimah Cilacap)
Kelompok United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) mengumumkan Pemerintahan Sementara Papua Barat. Pimpinan ULMWP, Benny Wenda, mendeklarasikan diri menjadi presiden sementara Papua Barat mulai 1 Desember 2020, seraya menolak segala aturan dan kebijakan dari pemerintah Indonesia.
“Pengumuman ini menandai perlawanan intensif terhadap koloni Indonesia di Papua Barat sejak 1963,” kata Benny Wenda dalam siaran persnya, (Tribunnews.com, 01/12/2020).
Pemerintah Indonesia harus bertindak tegas atas pernyataan Benny Wenda yang mengklaim telah membangun pemerintahan Papua Barat. Bahkan, kalau perlu Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden.
Pengamat hubungan internasional Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah mengatakan deklarasi sepihak tersebut merupakan masalah serius yang harus segera ditanggapi oleh Indonesia.
Jika tidak, dikhawatirkan ini akan menjadi kesempatan bagi pihak lain untuk mendukung deklarasi tersebut sehingga mengancam kedaulatan dalam negeri.
“Indonesia harus bersikap tegas ke dalam dan luar negeri bahwa ini adalah makar. Kalau kita terlihat lemah, ini akan jadi momentum pihak lain untuk diam-diam mendukung atau menjalin kerja sama dengan yang hendak memisahkan diri tersebut,” kata Teuku Rezasyah saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (2/12/2020).
Tindakan tegas harus dilakukan serentak dan tidak dapat hanya dilaksanakan secara sektoral di level kementerian.
Sejauh ini, dukungan dari pihak luar sudah mulai terlihat dari Melanesian Spearhead Group (MSG) yang terdiri dari beberapa negara seperti Vanuatu, Solomon, Fiji, dan Papua Nugini.
Deklarasi sepihak ini dapat menstimulasi oposisi Indonesia sehingga menggoyang kewibawaan pemerintah.
“Secara bertahap ini berdampak ke disintegrasi bangsa dan Indonesia harus mencegah hal ini sebelum terjadi,” paparnya.
Dunia internasional terus memberi sinyal dukungan atas kemerdekaan Papua, sebaliknya pemerintah pusat lebih banyak beretorika dibanding memberantas tuntas benih disintegrasi. Sebagaimana yang dikatakan Rumbiak kepada merdeka.com melalui telepon selulernya;
“Dari dokumen pemerintah Indonesia, ada 14 negara mendukung penuntasan kejahatan kemanusiaan di Papua. Dokumen di luar negeri yang kami ketahui, ada 97 negara mendesak pengiriman misi PBB di Papua. Sokongan itu juga termasuk dari Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Kanada, Jerman, dan Jepang. Negara-negara Amerika Latin, seperti Cile dan Meksiko, juga sudah menyatakan dukungan. Total ada 111 negara. Negara-negara ini pula yang kami harap dalam Sidang Majelis Umum PBB September mendatang, mendorong pengakuan Republik Federal Papua Barat sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat.” (merdeka.com, 20/6)
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menilai tidak perlu menanggapi deklarasi dari pihak Benny Wenda yang kini tengah tinggal di Inggris terkait dengan klaim pembentukan pemerintahan Papua Barat.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM (Menko Polhukam) RI Mahfud MD menjelaskan sikap pemerintah terhadap deklarasi Papua yang dikutip dari siaran langsung YouTube Kompas TV, Mahfud MD menuturkan Benny Wenda membuat negara ilusi, Kamis (3/12/2020)
“Menurut kami, Benny Wenda ini membuat negara ilusi, negara yang tidak ada faktanya, Papua Barat itu apa,” tambahnya. “Tidak ada yang perlu dikomentari dari pernyataan seseorang yang mengasingkan diri di luar negeri dan mengaku-ngaku sebagai wakil dari masyarakat Papua Indonesia,” katanya.
Demokrasi terbukti telah gagal menyatukan umat manusia, gagal meratakan kesejahteraan dan menebar keadilan. Deklarasi papua merdeka yang bermotif perbedaan ras dan suku adalah bukan alasan mendasar, tetapi muaranya adalah ketidaksejahteraan dan ketidakadilan dari pemerintah yang pro-oligarki dan pro-korporasi. Disinilah manusia saling memangsa bahkan menjadi predator berbahaya.
Sebagaima fakta sumber daya alam di papua mempunyai deposit emas terbesar dunia, gas alam yang dihasilkan 20 ton barel per tahun serta tambang batu bara berjumlah 6,3 juta ton, batu gamping di atas areal seluas 190.000 ha, pasir kuarsa seluas 75 ha, lempung sebanyak 1,2 juta ton, marmer sebanyak 350 juta ton, granit sebanyak 125 juta ton dan hasil tambang lainnya seperti pasir besi, nikel dan krom. Ini semua memicu Negara lain dalam menguasai wilayah Papua.
Jadi ketika Papua menginginkan disintegrasi, ini bukan solusi tuntas selama sistem yang dipakai oleh mereka sama seperti halnya sistem sekarang yaitu demokrasi kapitalisme. Ini hanya akan memecah belah Indonesia saja.
Berbeda dengan sistem Islam yang barasal dari Rabb semesta alam. Yang selama 13 abad lebih lamanya memimpin dunia terbukti dapat meratakan kesejahteraan dan menjaga sumer daya alam dari tangan-tangan asing yang hanya mengeruknya tanpa menjadikan sejahtera yang segnifikan.
Dengan sistem Islam negara mampu mengelola sumber daya alam dengan baik dan dibagikan kembali hasilnya kepada rakyat dalam bentuk biaya pendidikan, terjaminnya keamanan, pembangunan, pelayanan umum dan lain-lain. Sehingga keseimbangan ekonomi terjaga dan tentunya menghapus benih-benih disintegrasi.
Sistem Islam yang menerapkan syariat Islam secara kaffah (yakni Khilafah) menjamin kebutuhan dasar tiap warga negara berupa sandang, papan, pangan, juga kebutuhan akan pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara akan sungguh-sungguh memenuhi semua kebutuhan individu, baik muslim maupun nonmuslim, pria maupun wanita. Bahkan, terpenuhi dan tidaknya kebutuhan-kebutuhan dasar ini juga bisa menjadi indikator kehidupan rakyat negara tersebut sejahtera atau tidak.
Demikianlah cara Khilafah menyejahterakan rakyatnya, dengan mekanisme ekonomi dan non-ekonomi, termasuk sistem dan kebijakan ekonomi yang ideal, bukan dengan ilusi sistem demokrasi.
Dengan begitu akan terwujud Negara yang diidam-idamkan umat di dunia ini. Termasuk di wilayah Papua, tidak akan terjadi kesenjangan dan rakyatnya akan sejahtera, insyaa Allah.
Wallahu a’lam bishshowab.