Oleh: Andarwati
Media massa beberapa hari terakhir ini memberitakan sebuah kabar yang membuat dahi berkerut, Resesi Ekonomi. Bahkan kabar terakhir pertumbuhan Ekonomi Indonesia terjun bebas ke angka 5,32% di bawah nol. Sebelumnya beberapa Negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Italia, Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Singapura, Philipina, dan Inggris telah lebih dahulu menyatakan bahwa negeranya telah memasuki Resesi Ekonomi, artinya selama 2 kwartal, Negara-negara tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi dibawah nol alias minus.
Inggris bahkan dikabarkan pertumbuhan ekonominya pada kwartal II terkontraksi hingga minus 20,4 persen.
Benarkah krisis ekonomi 2020 ini disebabkan Pandemi covid-19? Sebenarnya pada tahun 2018 sudah ada ramalan bahwa akan terjadi krisis ekonomi 2020. Pada tanggal 15 September 2018, media memberitakan bahwa Bank investasi raksasa asal Amerika Serikat (AS), JP Morgan Chase, menduga pada tahun termaksud bakal terjadi krisis keuangan global yang dimulai dari kejatuhan mesin-mesin penggerak ekonomi di Negeri Paman Sam. Hal ini berarti seandainya tidak ada pandemi pun, dengan melihat indicator-indikator ekonomi yang ada saat itu, sudah bisa diramalkan bakal terjadi krisi ekonomi di tahun 2020.ini.
Dalam lintasan sejarah, Indonesia beberapa kali mengalami krisis ekonomi yang sangat hebat, krisis tahun 1960an yang berujung Tritura dan Kejatuhan Soekarno, Krisis moneter tahun 1997-1998 yang mengakibatkan tumbangnya rezim orde baru Soeharto, kemudian krisis ekonomi 2008, dan saat ini Resesi Ekonomi 2020 entah bagaimana akibatnya.
Krisis ekonomi itu bisa terjadi karena 3 hal, pertama faktor eksogen seperti bencana alam, dll. Kedua, human error, akibat kebijakan para pemangku kepentingan yang salah, dan ketiga economic system error, yakni krisis yang disebabkan oleh rusaknya system ekonomi. Nah, krisis ekonomi akibat factor eksogen, itu diluar kendali manusia. Pembahasannya Tinggal krisis ekonomi model kedua dan ketiga. Krisis ekonomi akibat human error, akan terjadi pada Negara dimana pengambil kebijakan ekonomi yang salah saja, dan kecil kemungkinan berdampak pada ekonomi global. Sementara krisis ekonomi terjadi secara berulang-ulang, sebagaimana krisis moneter 1998 dan Resesi tahun 2020 ini terjadi secara global, hal ini tentu bukan akibat dari human error, melainkan akibat dari economic system error.
Indikator kerusakan system ekonomi itu bisa dilihat, paling tidak dari 2 hal, Yakni ketidak-adilan.dan rusaknya system moneter, dan Ketimpangan distribusi ekonomi. Pertama, Ketidak-adilan dan rusaknya system moneter, hal ini terjadi setelah dunia dipaksa melepaskan standar mata uang emas diganti dengan system fiat money (mata uang kertas).
System mata uang kertas ini menguntungkan Negara-negara yang mata uangnya mudah digunakan dalam transaksi internasional, seperti Dolar, Yuan, poundsterling, dll. Sementara bagi Negara-negara berkembang yang tingkat kepercayaan mata uangnya sangat rendah seperti Rupiah, maka ia “hanya” bisa dipakai pada transaksi dalam negeri, sementara untuk transaksi internasional, pembayaran utang luar negeri, harus menggunakan dolar.
System mata uang kertas juga menyebabkan nilai mata uang tersebut tidak stabil, sehingga terbuka peluang spekulasi dan penggunaan system bunga. Akibat selanjutnya adalah putaran mata uang kertas itu jauh lebih banyak di sector non riil dari pada sector ekonomi riil dengan perbandingan hingga 90%:10%. Nah ketika uang beredar disektor riil (uang bertemu dengan barang dan Jasa) rendah, maka produktivitas juga akan rendah, serapan tenaga kerja juga akan rendah, angka pengangguran sangat tinggi. Disinilah upaya menurunkan angka pengangguran sepeti menegakkan benang basah.
Kedua, Ketimpangan Distribusi Ekonomi. Dalam system ekonomi kapitalis, sebagai dampak dari indicator kerusakan pertama, adalah harta kekayaan itu banyak beredar ditangan pemilik modal capital, sementara masyarakat umum, yang sulit mendapat akses ekonomi akan mengalami kendala, inilah yang menyebabkan Gini rasio (rasio pendapatan perkapta) jomplang, gap antara pendapatan orang kaya dan orang miskin sangat lebar. Hal ini diperparah oleh kebijakan distribusi kepemilikan yang Dzalim, dimana factor-faktor produksi yang ,menguasai hajat hidup orang banyak, yang mestinya dikelola Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, justeru diprivatisasi dan dikuasai swasta baik swasta nasional bahkan sebagian besar dikuasai swasta asing melalui regulasi yang dibuat oleh rezim Kapitalis.
Inilah factor terbesar, yang menyebabkan krisis ekonomi secara periodic dan dampaknya sangat merugikan ummat manusia diseluruh dunia. Pertanyaannya adalah adakah system ekonomi alternatif sebagai solusi tuntas dari krisis ekonomi global ini?.
Jawabnya ada, dialah system Ekonomi Islam, yang tegak diatas 3 pilar, Pertama Klasifikasi Kepemilikan (Al-Milkiyah) menjadi kepemilikan individu, kepemilikan public, dan kepemilikan Negara, pilar inilah yang menggaransi bahwa harta itu tidak akan berputar diantara orang kaya saja, karena individu diharamkan menguasai kepemilikan umum seperti tambang mineral, migas, dan seluruh factor produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Inilah sumber pendapatan Negara yang sangat besar, sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
“manusia itu berserikat (dalam kepemilikan) pada 3 hal, air, padang gembala, dan Api (energy) (HR. Ibnu Majah).
Pilar kedua, Pengelolaan dan pengembangan harta. Pilar ini memberikan keleluasaan setiap individu mengelola dan mengembangkan harta sepanjang harta itu bukan termasuk pada kepemilikan umum dan kepemilikan Negara. Hal ini sangat berbeda dengan system ekonomi sosialis komunis, dimana individu tidak memiliki kebabasan dalam mengembangkan harta dan pengusaan factor produksi, juga berbeda secara diametral dengan system ekonomi kapitalis yang memberikan kebebasan pada swasta untuk mengusai kepemilikan umum bahkan kepemilikan Negara sekalipun atas nama kebebasan investasi. System ekonomi Islam membagi kepemilikan sangat proporsional, yang menguntungkan semua pihak dan menjaga kedaulatan ekonomi Negara.
Pilar ketiga, Distribusi Kekayaan ditengah umat manusia (Tauzius tsarwah baina an nas). Keadilan distribusi pendapatan ini mulai dikawal sejak implementasi pilar pertama dan kedua yang membatasi manusia dalam hubbud dun-ya. Sementara politik ekonomi Islam adalah jaminan terpenuhinya kebutuhan primer (sandang, pangan, papan) masing-masing individu rakyat serta kemungkinan terpenuhinya kebutuhan skunder dan tersier menurut batas kemampuannya. Hal ini sanga jauh berbeda dengan system ekonomi kapitalis yang menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai parameter utama untuk megukur kesejahteraan sebuah Negara.
Pandemi covid-19 dan resesi ekonomi ini ibarat tikungan tajam dalam motoGP. Semua Negara melambat ditikungan resesi, Negeri-negeri Muslim seperti Indonesia memiliki kans yang sangat besar untuk Hijrah dari system Kapitalisme menuju Sistem Islam, sehingga setelah melewati tikungan pandemi ini, Indonesia bisa menjadi Negara Adidaya dan memimpin dunia dengan kemakmuran dan kesejahteraan dalam Ridho Allah SWT.
Wallahu a’lam bish shswab.