Pakistan dari Imran Khan ke Sharif, Akankah Ada Perubahan Hakiki?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam (Dosen dan Pengamat Politik)

 

 

Lengsernya Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan kini sedang jadi perbincangan hangat dunia. Pasalnya, Imran Khan terbuang dari jabatannya setelah kalah dari petisi mosi tidak percaya di parlemen. Meskipun kenyataan tersebut sulit diterima olehnya, namun ia harus mengaku kalah dan mundur dari jabatannya sebagai perdana menteri Pakistan.

 

 

Imran Khan dikabarkan bukanlah satu-satunya perdana menteri yang lengser di tengah jalan. Bahkan mayoritas perdana Menteri Pakistan tidak menyelesaikan masa jabatannya hingga tiba saat pemilu berikutnya. Salah satu penyebabnya adalah pribadi-pribadi penguasa atau pejabat dan elit parpol di Pakistan sangat rakus dan haus dengan materi dan jabatan. Kerasnya kehidupan di Pakistan membuat para pejabat di negara itu tidak sulit untuk dilengserkan.

 

 

Pasca Imran Khan, perdana menteri baru telah terpilih dari partai Liga Muslim Nasional Pakistan. Ia adalah Shehbaz Sharif yang merupakan adik dari mantan PM Pakistan Nawaz Sharif. Meskipun sudah berusia 70 tahun, namun kelihatannya semangat berpolitik dan berpartisipasi dalam kompitisi meraih kursi perdana menteri tidaklah surut.

 

 

Pakistan kini disebut menuju era baru dengan terpilihnya Sharif. Tidak ketinggalan dari para petinggi beberapa negara banyak mengucapkan selamat kepadanya. Seperti Presiden Erdogan dari Turki, hingga Amerika Serikat.

 

Sebagian mengklaim bahwa inilah salah satu bukti berjalannya demokrasi yang baik di Pakistan. Benarkah? Tetapi pertanyaan pentingnya adalah, apakah dengan naiknya Sharif sebagia perdana menteri baru bagi Pakistan akan membawa perubahan hakiki bagi negeri yang penduduknya hampir 100% muslim tersebut?

 

 

Sosok Indvididu Bukanlah Persoalan Satu-Satunya.

 

Sebagai negeri dengan penduduk mayoritas Muslim, Pakistan sering diberitakan dengan kabar-kabar miring dan negatif. Berita-berita propaganda seperti bom bunuh diri dan karakter yang keras tidak bersahabat menjadi klaim bagi Pakistan.

 

 

Begitu juga dengan para politisi dan pejabatnya yang lebih sering diberitakan korup dan keras. Seolah-olah gambaran Pakistan sebagai negara mayoritas Muslim sangatlah buruk.

 

 

Wajah keras negara Pakistan sesaat seperti dianggap mendapatkan harapan baru ketika sosok Imran Khan muncul sebagai petarung parlemen dari partai PTI (Pakistan Tahreek E-Islam). Ia dikenal dan cukup memiliki popularitas karena merupakan seorang atlet kriket kenamaan Pakistan. Tentu sangar berbeda dengan Nawaz Sharif dan juga para perdana menteri lainnya yang merupakan aktor-aktor politik atau elit parpol.

 

 

Kehadiran Imran Khan menjadi harapan baru saat dinyatakan menang dan menduduki jabatan perdana menteri. Namun seiring berjalannya waktu, sosok Imran Khan juga tidak kalah kontroversi. Banyak ucapan dan kebijakan yang dinilai bertolak belakang baik dari segi kebiasaan atau budaya yang telah dijalin dengan negara – negara lain.

 

 

Seperti ucapan akan menjadikan Pakistan sebagai negara yang damai ibarat Madinah di awal pidato kepemimpinannya. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Begitu juga hubungan Pakistan dan India justru memanas yang pada akhirnya membawa duka warga perbatasan keduanya di Kashmir. Lalu membuka tangan dengan China, dan juga menyentil Amerika dengan mengatakan Pakistan bukan negara budak. Ditambah dukungan kalangan militer kian merenggang.

 

 

Imran Khan menjalin hubungan baik dengan China karena kepentingan proyek pembangunan serta utang. Pakistan diperkirakan telah memiliki utang yang membengkak di tahun 2019 mencapai triliunan rupee. Dan tahun 2022 ini diperkirakan mencapai 40 triliun rupee. Sehingga ekonomi negara Pakistan semakin kalut dan membuat para pejabat pemerintah serta masyarakat tidak lagi menerima hal tersebut dan melengserkan Imran Khan dengan mosi tidak percaya.

 

 

Kini muncul wajah baru. Shehbaz Sharif yang merupakan adik dari perdana menteri lama, Nawaz Sharif. Mereka adalah keluarga pengusaha kaya dan juga elit parpol. Beberapa media melansir bahwa Sharif sebenarnya juga cukup kontroversi. Sebab ia memiliki catatan merah tersandung korupsi sebanyak 10 trilunan rupee. Sama halnya dengan sang kakak, yang dilengserkan dari kursi perdana menteri akibat membangun rezim yang korup.

 

Sosok Imran Khan dan Sharif pada hakikatnya secara individu sama-sama kontroversial. Betul, manusia tidak lepas dari kekuarngan, kesalahan, dan kekhilafan. Namun permasalahannya adalah, bagaimana jika sosok-sosok yang ditampilkan memiliki karakter yang sama secara mayoritas dari kalangan manapun, baik elit parpol maupun kalangan opisisi? Apakah ini suatu kebetulan atau ada faktor lain?

 

 

Akar Masalah Pakistan dan Negri Muslim Lain Terletak pada Sistem.

 

Sistem yang benar, mampu melahirkan sosok-sosok berkualitas dalam suatu negara/wilayah. Namun sosok-sosok yang berkualitas tanpa ditopang dengan sistem yang baik, akan tenggelam dengan lingkungannya.

 

 

Persoalan utama Pakistan bukanlah terletak pada Imran Khan maupun Sharif. Kolapnya negara tersebut berakar dari sistem yang diterapkan di negara itu yang mengikuti nilai-nilai Barat, khususnya Amerika dan Inggris. Pakistan merupakan bekas negara jajahan Inggris. Kemudian meraih kemerdekaan sebagai negara Pakistan yang terpisah dari kesatuan wilayah India subkontinen di masa pemerintahan Islam yang telah ditaklukkan oleh Muhammad Qassim.

 

 

Penerimaan sistem kufur sekuler-kapitalis dengan demokrasinya di Pakistan, itulah akar permasalahan utamanya. Sebab, sebagai negara yang tidak merdeka dari intervensi asing baik ekonomi maupun politik, pastinya tidak mampu berdiri sendiri dan akan terus didikte dan diawasi.

 

 

Pakistan adalah negara mayoritas Muslim dengan potensi yang luar biasa. Baik secara sumber daya alam, letak geografis dan geopolitik, juga kemampuan nuklir yang modern. Tentu negara adidaya kapitalis global tidak akan membiarkannya berdiri sendiri apalagi sampai menjadi negara yang ingin mengikuti Nabi saw, seperti Madinah. Padahal, Pakistan sendiri punya potensi itu.

 

 

Berbagai cara dilakukan, mulai dari penawaran hutang luar negeri, kerjasama militer, dan nilai-nilai kebijakan yang diterapkan harus berdasarkan demokrasi Barat.

 

 

Kondisi ini sebenernya tidak hanya menimpa Pakistan semata. Hampir semua negeri kaum Muslim didikte dan didesign agar menjadi negara koloni yang dijajah baik secara fisik maupun politik. Legitimasi dan stigmastitasi pun diberikan kepada negara yang punya potensi besar untuk bangkit dengan Islam seperti Pakistan.

 

Stigmatisasi negatif sebagai negara yang rawan bom bunuh diri, dan legitimasi bahwa Pakistan adalah cerminan negara Islam yang buruk karena masih kental dengan tradisi-taridis keislamannya. Sehingga umat Islam akan melihat betapa tidak merdekanya negara yang kental dengan Islam dan sangat suram. Padahal, Pakistan itu terpuruk di bawah sistem Barat kufur.

 

 

Jadi, siapapun pemimpinnya, apakah kalangan opisisi, terlebih elit parpol yang korup tentu sulit meyakinkan masyarakat bahwa perubahan hakiki akan mampu diraih tanpa adanya perubahan sistem secara totalitas.

 

 

Pakistan dan negara muslim lainnya harus bercermin kembali kepada syariat Islam yang mulia. Islam mengajarkan memilih pemimpin tidak cukup dari sosok yang mengaku taat kepada Allah dan Rasul-nya. Namun juga harus berani dan ridho menerapkan serta menjalankan sistem Islam di tengha-tengah rakyatnya secara totalitas. Itulah kemenangan hakiki tanpa intervensi asing. Wallahu a’lam bissawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *