Pajak ‘Merakyat’ Bikin Sekarat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ukhiya Rana (Member Pena Muslimah Cilacap)

Bukan Indonesia namanya jika tidak membuat kebijakan-kebijakan yang nyeleneh. Belum lama rakyat dibuat meringis dengan terbongkarnya kasus mega korupsi yang ‘nggilani’, kini rakyat justru dibuat menangis dengan rencana penerapan cukai pada minuman berpemanis. Menteri keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menggagas ide tersebut dengan beralasan demi kesehatan rakyat. (CNBCIndonesia, 19/02/2020)

Lebih dari itu, Menkeu mengusulkan penerapan cukai pada minuman berpemanis tentu memiliki tujuan ganda. Yaitu kejar target pendapatan pajak untuk memperbesar pendapatan negara. Dengan alasan kesehatan untuk menarik cukai dari produk yang banyak dikonsusmsi dan menjadi sumber pendapatan masyarakat kecil.

Hidup di dalam kungkungan sistem kufur memang semakin menjerat leher. Pemerintah yang didaulat untuk mengurusi urusan masyarakat, justru semakin ‘menggila’ dengan berbagai kebijakannya. Bukan hal yang aneh memang dengan kebijakan pemerintah yang tidak pernah pro rakyat. Sebab, memang bukan untuk kepentingan rakyat kebijakan tersebut dibuat. Demi kesehatan rakyat adalah alasan yang klise.

Mengambil cukai dari minuman berpemanis tentu akan berdampak besar pada nasib rakyat kecil. Alih-alih menyehatkan justru rakyat akan semakin sekarat. Sebab, dengan menarik cukai artinya menaikan harga jual. Selain menurunkan daya beli masyarakat dan mengurangi konsumsi, juga akan mengurangi bahkan menghilangkan pendapatan masyarakat. Khususnya pedagang asongan. Inilah wajah asli rezim kapitalis.

Semua itu adalah dampak tidak diterapkannya sistem Islam. Justru menjadikan sistem cacat buatan manusia yang serba terbatas untuk mengatur kehidupan. Yang pasti semuanya hanya berdasarkan nafsu para penentang hukum Allah. Yang mengatur kehidupan dengan orientasi keuntungan semata. Para penguasa yang menjalankan sistem ini pun hanya berpihak pada para kapitalis. Dan menjadikan pajak sebagai pemasukan pendapatan negara, tentu demi kepentingan mereka semata. Faktanya, hampir seluruh komoditi harus dipungut pajak.

Padahal, Islam mengancam bangsa yang mengandalkan pendapatan dari pajak. Terlebih pajak yang mencekik rakyat. Rasulullah Saw bersabda:
“Tidak akan masuk surga orang yang mengambil pajak (secra zalim).” (HR. Abu Dawud, no: 2548, dishahihkan oleh Imam al-Hakim)

Hadits tersebut merupakan ancaman besar di akhirat kelak bagi para pemungut pajak (secara zalim). Termasuk bagi para penguasa negeri ini, yang nyata-nyata memalak rakyat dengan berbagai pungutan pajak. Apalagi menjadikan pajak dari keringat rakyat sebagai sumber pendapatan negara. Dan tidak ada jaminan bahwa akan digunakan untuk kesejahteraan rakyat kecil.

Namun, sekali lagi inilah bukti bobroknya sistem kapitalisme. Yang juga melahirkan antek-antek durjana penentang hukum Ilahi. Negara dengan sistem kufur seperti ini akan menjadi sumber dan pelaku kezaliman pada rakyatnya sendiri. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya, dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.” (TQS. Asy-Syura’: 42)

Rasulullah Saw juga bersabda:

“Barangsiapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum Muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memnuhi kebutuhan mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya, dan kemiskinannya.” (Diriwayatkan dari Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam)

Dalam fikih Islam, pajak dikenal dengan istilah dlariibah. Al-Alamah Syaikh ‘Abdul Qdim Zallum, mendefinisikan sebagai, “Harta yang diwajibkan Allah kepada kaum Muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka—dalam kondisi ketika tidak ada harta di Baitul Mal kaum Muslim untuk membiayainya.” (al-Amwal fi Daulati al-Khilafah, hal. 129)

Baitul Mal sendiri adalah pos yang dikhususkan untuk semua pemasukan atau pengeluaran harta yang menjadi hak kaum Muslim dalam negara Khilafah. Dengan demikian, dalam APBN Khilafah (APBN-K), sumber pemasukan tetap Baitul Mal adalah sebagai berikut:
Anfal, Ghanimah, Fai dan Khumus.
Anfal dan Ghanimah. Yang dimaksud anfal tidak lain adalah ghanimah. Allah SWT berfirman, “Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang anfal. Katakanlah bahwa anfal itu untuk Allah dan Rasul-Nya.” (TQS. Al-Anfal: 1)

Ibnu Abbas dan Mujahid telah dimintai pendapat tentang anfal dalam firman Allah SWT, ‘mereka akan bertanya kepadamu tentang anfal.’ Keduanya berpendapat bahwa anfal itu adalah ghanimah. Yang dimaksud dengan anfal—yang telah dikuasai oleh seorang Imam—adalah segala sesuatu yang dikuasakan kepadanya dari harta orang kafir, baik sebelum maupun setelah peperangan.

Fai’.

Yang dimaksud dengan Fai’ adalah segala sesuatu yang dikuasai kaum Muslim dari harta orang kafir dengan tanpa pengerahan pasukan berkuda maupun unta, juga tanpa bersusah payah serta (tanpa) melakukan peperangan.

Hukum seluruh Fai’ yang diperoleh kaum Muslim dari musuh-musuh mereka tanpa pengerahan pasukan dan peperangan adalah merupakan harta milik Allah yang diambil dari orang kafir, seperti halnya Kharaj dan Jizyah. Yang juga termasuk Fai’ adalah tanah yang dibebaskan, baik dengan paksa maupun sukarela, termasuk harta yang mengikutinya, yaitu Kharaj tanah tersebut, Jizyah perorangan dan ‘Usyur dari perdagangan.

Khumus. Khumus adalah seperlima bagian yang diambil dari ghanimah, berlandaskan firman Allah SWT:

“Dan ketahuilah sesungguhnya ghanimah yang kalian peroleh dari sesuatu, maka seperlimanya untuk Allah, Rosul, kerabat Rosul, anak-anak yatim dan orang miskin.” (TQS. Al-Anfal : 41)

Kharaj.

Kharaj adalah hak kaum Muslim atas tanah yang diperoleh (dan menjadi bgian Ghanimah) dari orang kafir, baik melalui peperangan maupun perjanjian damai. Kharaj ada dua jenis, yaitu:

Kharaj ‘Unwah (Kharaj Paksaan). Adalah Kharaj yang diambil dari seluruh tanah yang dikuasai kaum Muslim (dan diperoleh) dari orang-orang kafir secara paksa melalui peprangan. Contoh: tanah Irak, Syam dan Mesir).

Kharaj Sulhi (Kharaj Damai). Adalah Kharaj yang diambil dari setiap tanah dimana pemiliknya telah menyerahkan diri kepada kaum Muslim (berdasarkan perjanjian) damai.

Jizyah.

Jizyah adalah hak yang allah berikan kepada kaum Muslim dari orang-orang kafir sebagai tanda bahwa mereka tunduk kepada islam. Jizyah diambil dari ahli kitab, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani berdasarkan firman Allah SWT:
“Dan orang-orang yang diberi al-Kitab.” (TQS. At-Taubah: 29)

Jizyah juga dipungut dari orang-orang selain ahli kitab seperti Majusi, Shabiah, Hindu dan orang-orang Komunis, karena Rasulullah Saw telah mengambil Jizyah dari orang Majusi Hijir. Dari al-Hasan bin Muhammad, ia berkata:

“Rasulullah Saw menulis surat kepada Majusi Hijir. Beliau mengajak mereka masuk Islam. Dan barangsiapa yang menerima (Islam) diterima, dan siapa saja yang menolak diwajibkan atasnya jizyah. Hewan sembelihan mereka tidak boleh dimakan dan wanita-wanita mereka tidak boleh dinikahi.”

Harta milik negara yang berupa tanah, bangunan, sarana umum, dan pendapatannya.

Setiap jengkal tanah dan bangunan yang terkait dengan negara adalah hak seluruh kaum Muslim. Jika bukan termasuk pemilikan umum, berarti tergolong milik negara. Milik negara adalah sesuatu yang juga termasuk ke dalam milik perorangan, seperti tanah, bangunan, dan barang-barang yang dapat dipindahkan. Jenis-jenis milik negara:

Padang pasir, gunung, pantai, dan tanah mati yang tidak ada pemiliknya.
Tanah endapan sungai, yaitu tanah yang tertutupi air. Seperti yang terdapat di antara Kufah dan Basrah.

Ash-Shawafi, yaitu setiap tanah yang dikumpulkan Khalifah dari tanah negeri-negeri yang dibebaskan dan ditetapkan untuk Baitul Mal.

Bangunan dan Balairung, yaitu setiap istana, bangunan, balairung yang dikuasai oleh negara yang dibebaskan.

‘Usyur.

‘Usyur merupakan hak kaum Muslim yang diambil dari harta serta perdagangan ahlu dzimmah dan penduduk darul harbi yang melewati perbatasan Negara Khilafah.

Harta tidak sah dari para penguasa dan pegawai negara, harta hasil usaha yang terlarang dan denda.

Harta ghulul adalah harta yang diperoleh dari para wali (gubernur), para ‘amil (kepala daerah setingkat walikota atau bupati), dan para pegawai negara yang diperoleh dengan cara yang tidak syar’i. Diantaranya:

Suap.

Setiap harta yang diberikan kepada penguasa (wali), ‘amil, hakim (qadli) atau pegawai negara, dengan maksud untuk memperoleh maslahat (berupa keputusan) mengenai suatu kepentingan yang semestinya diputuskan oleh mereka tanpa pembayaran. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda:

“Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap di dalam kekuasaan atau pemrintahan.” (HR. Abu Dawud)

Hadiah atau Hibah. Yaitu harta yang diberikan kepada penguasa (wali), para ‘amil, hakim (qadli), dan para pegawai negara, dengan cara memberikannya sebagai hadiah atau hibah.

Harta kekayaan yang diperoleh dengan sewenang-wenang dan dengan tekanan kekuasaan. Adalah harta yang diperoleh para penguasa , para wali, para ‘amil, kroni-kroni mereka, dan para pegawai negara yang berasal dari harta atau tanah milik negara, harta atau tanah milik masyarakat, yang diperoleh dengan jalan pemaksaan, sewenang-wenang, kekerasan, tekanan kekuasaan, dan penyalahgunaan jabatan.

Harta makelaran (Samsarah) dan komisi (Amulah). Yaitu meliputi harta hasil makelaran atau komisi para penguasa (wali), para ‘amil dan para pegawai negara, yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan asing maupun lokal, atau orang-orang tertentu, sebagai balas jasa dari penjualan atau berbagai transaksi perusahaan tersebut dengan negara.

Korupsi.

Yaitu harta-harta yang dikorupsi para penguasa (wali), para ‘amil dan pegawai negara, dari harta-harta negara yang berada di bawah pengaturan (kekuasaan) mereka untuk membiayai tugas pekerjaan mereka, atau (yang mestinya digunakan) untuk membiayai berbagai sarana dan proyek, ataupun untuk membiayai kepentingan negara dan kepentingan umum lainnya.
Denda. Termasuk ke dalam pemasukan Baitul Mal adalah denda yang dijatuhkan negara atas orang-orang yang terjerumus dalam berbagai (perbuatan) dosa, atau atas orang-orang yang melanggar undang-undang, melanggar peraturan administrasi maupun peraturan-peraturan lainnya.

Khumus Rikaz (barang temuan) dan Barang Tambang.

Rikaz adalah harta yang terpendam di dalam perut bumi, baik berupa emas, perak, permata, mutiara atau lainnya, berupa perhiasan maupun senjata. Sedangkan barang tambang adalah diciptakan Allah di bumi pada waktu penciptaan langit dan bumi. Misalnya emas, perak, kuningan, timah, dan lain-lain.

Khumus yang diambil dari penemu rikaz dan penemu barang tambang, statusnya sama dengan harta fai’, demikian pula status hukumnya.

Harta yang tidak ada ahli warisnya.
Setiap harta, bergerak maupun tidak bergerak, yang pemiliknya telah mati dan tidak ada ahli warisnya berdasarkan hukum faraidh, maka harta tersebut dimasukan ke dalam Baitul Mal.

Harta orang-orang murtad.

Murtad adalah keluar dari agama Islam, kembali menjadi kufur. Darah dan harta orang murtad dimiliki kaum Muslim.

Pajak (Dlaribah).

Dlaribah (pajak) adalah harta yang diwajibkan Allah SWT kepada kaum Muslim untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka, pada kondisi di Baitul Mal kaum Muslim tidak ada uang atau harta.

Pajak juga diambil dari kaum Muslim yang memiliki kelebihan harta setelah mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar dan perlengkapannya secara sempurna, sesuai dengan standar hidup di tempat mereka tinggal.

Dengan kata lain pengeluaran tersebut tidak memrlukan usaha yang sungguh-sungguh, melainkan kelebihan dari yang dibutuhkan. Pajak diwajibkan berdasarkan pada besarnya kebutuhan dan kemampuan memenuhi pembelanjaan rutin atas hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya. Negara juga tidak boleh mewajibkan pajak tanpa adanya kebutuhan yang mendadak (mendesak).

Zakat.

Zakat adalah salah satu ibadah dan salah satu rukun dari rukun-rukun Islam. Zakat hanya wajib atas kaum Muslim. Selain mereka tidak diambil. Allah SWT berfirman:

“Dan keluarkanlah zakat oleh kalian (kaum Muslim).” (TQS. Al-Baqarah: 13)

Zakat diwajibkan pada harta-harta berikut:

Ternak, yaitu unta,sapi dan kambing.
Tanaman (hasil pertanian) dan buah-buahan.

Nuqud atau mata uang (emas dan perak).
Harta atau barang perdagangan.

Semua itu adalah sumber-sumber pemasukan Baitul Mal yang digunakan untuk mengurusi semua urusan kaum Muslim. Dengan sistem pengelolaan yang sempurna, kesejahteraan umat bukanlah hal yangbfatamorgana. Sangat berbeda dengan sistem kufur kapitalisme-neoliberal, setiap upaya yang dilakukan oleh penguasa hanyalah demi kepentingan para kapitalis dan cukong-cukongnya. Rakyat hanya dijadikan sebagai ‘sapi perah’.

Yang dilakukan rezim kapitalis saat ini hanyalah upaya untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, meskipun harus mengorbankan rakyatnya. Merupakan hal yang msutahil, apabila pajak yang dipungut dari minuman berpemanis adalah demi kesehatan rakyat. Alih-alih menjadi sehat, rakyat justru semakin sekarat.

Wallahu a’lam bish-showab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *