Omnibus Law : Siapa yang untung?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Rakhmawati Aulia, S.Pd (Aktivis Dakwah dan Founder #intanberbagi

Palu pun diketok, menandakan telah sahnya Omnibus Law Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang Undang dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin 5 Oktober 2020 ini di Kompleks DPR RI.

Pengesahan RUU Cipta Kerja ini menuai kritik dan penolakkan. Terutama kaum buruh langsung turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi di berbagai daerah. Mereka mengancam akan melakukan aksi mogok kerja nasional sebagai respons atas pengesahan RUU Ciptaker oleh pemerintah dan DPR. (Waspada.co.id, 06/10/2020)

Juru bicara Fraksi Demokrat Marwan Cik Asan pun menilai bahwa RUU Cipta Kerja terkesan cepat dan terburu-buru. “Sehingga pembahasan pasal-per pasal tidak mendalam,” ujarnya (06/10/2020)

Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar mengatakan, materi Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law disahkan melalui prosedur yang kotor.

“Undang-undang Omnibus Law itu seberapa pentingnya dibuat sehingga kesannya sangat rakus dan menempuh prosedur yang kotor,” ujar Haria Azhar saat diwawancarai di Mata Najwa, Rabu 7 Oktober 2020.

Bagaimana tidak? RUU Cipta Kerja disahkan saat wabah covid-19 melanda negeri ini yang seharusnya mendapatkan perhatian penuh oleh pemerintah dan DPR, atau mungkin ini adalah sebuah kesengajaan yang dilakukan.

Dengan disahkannya RUU Omnibus Law Cipta Kerja, sejatinya akan menguntungkan dan memudahkan para kapitalis asing untuk masuk ke tanah air, terutama dalam melakukan investasi yang berpotensi menghilangkan hak pengelolaan Negara pada aset-aset dan kekayaan Negara.

Selain itu juga akan membawa pada kerugian yang sangat besar pada kaum buruh dibidang ketenagakerjaan. Berkenaan dengan uang pesangon, penetapan berdasarkan UMP saja dan menghilangkan UMK, upah buruh persatuan kerja (bisa per jam), hilangnya sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah di bawah UMP, outsourcing dengan kontrak seumur hidup, aturan PHK, terkait jaminan sosial dan kesejahteraan, tenaga kasar asing bebas masuk, termasuk terkait ketetapan cuti, libur dan istirahat.

Mencermati pengesahan RUU Cipta Kerja yang dilakukan terburu-buru, maka terlihat sangat jelas bahwa DPR dan Pemerintah tidaklah berpihak kepada Rakyat, melainkan kepada kepentingan asing.

Hal ini menunjukkan bahwa DPR dan Pemerintah telah kehilangan fungsinya sebagai wakil dan pembela kepentingan rakyat. Hilangnya fungsi yang dimiliki DPR dan pemerintah ini terjadi adalah sesuatu hal yang wajar di Negara yang menganut sistem demokrasi-kapitalis yang lebih menguntungkan pemilik modal, sedangkan rakyat menjadi sengsara.

Bagaimanapun juga demokrasi-kapitalis adalah sistem aturan buatan manusia yang tidak akan mampu membawa kepada keadilan dan kesejahteraan. Hanya sistem aturan dari sang Penciptalah yang akan mampu membawa pada keadilan dan kesejahteraan serta menjadi rahmat bagi semesta alam.

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri” (TQS. An-Nahl: 89).

Wa’alahu ‘alam.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *