Omnibus Law, Asing Berkepentingan, Rakyat Tak Dihiraukan.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Sri Yulia Sulistyorini, S. Si ( Praktisi Pendidikan)

Miris, di tengah krisis menghadapi pandemi, bahkan dipastikan akan resesi, anggota dewan malah sibuk membahas RUU Cipta Kerja. Begitu mendesak kah? Ibarat nasi sudah menjadi bubur. Sudah terlanjur ketok palu. Betapa tidak, beberapa fraksi yang ada di DPR, cuma dua fraksi yang melakukan penolakan. Seperti tak digubris, miris dan kasihan.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengetok palu tanda disahkannya Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang. Senin (5 Oktober 2020). Pengesahan ini dilakukan dalam rapat paripurna ke-7 masa persidangan 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan,  Jakarta.

Menurut Direktur Eksekutif Nasional WALHI,  Nur Hidayati mengakui tingkat kepercayaan rakyat menurun terhadap DPR dan pemerintah semenjak disahkannya RUU Cipta Kerja. ” Pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja merupakan puncak pengkhianatan negara terhadap hak buruh, petani, masyarakat adat, perempuan, dan lingkungan hidup serta generasi mendatang,  ” kata Nur kepada CNNIndonesia.com,  Selasa(6/10/2020).

Di sisi lain, kapitalis asing sangat diuntungkan dari pengesahan RUU Cipta Kerja ini. Pasalnya, banyak kemudahan yang mereka dapatkan, terutama dalam hal investasi. Investor asing pasti berbahagia dengan kondisi ini, karena murahnya tenaga kerja di Indonesia. Keuntungan besar bakal diraup oleh mereka.

Sebaliknya, rakyat terutama buruh perusahaan bakal merana karena banyak pasal yang merugikan mereka. Seperti, dihilangkannya pasangon, tidak ada karyawan tetap, semuanya kontrak, hari libur dipangkas,  sanksi bagi pengusaha yang tidak membayar upah dihapus, hak memohon PHK dihapus,  dan lain-lain.

Sudah jelas terlihat keberpihakan DPR dan pemerintah bukan kepada rakyat, tapi kepada asing. Hal ini wajar, bagi pemerintahan yang menganut demokrasi-kapitalis. Keuntungan bagi pemilik modal dinomorsatukan. Meskipun, rakyat harus menjadi korban.

Masyarakat dari beberapa elemen pun bersatu membentuk barisan. Mereka berkumpul ingin menyuarakan keadilan. Demo besar-besaran direncanakan. Namun, sayangnya situasi tidak memungkinkan. Masa pandemi menjadi alasan, untuk menindak bagi yang melanggar pasal kerumunan.

Tapi, rakyat sudah terlanjur nekat, musim pandemi tak lagi menjadi hambatan. Segala halangan pun diterjang, demo harus tetap dilaksanakan. Karena rakyat sudah terlanjur tersakiti dan terkhianati. Entah bagaimana tanggapan pemerintah nanti? Akankah pengorbanan mereka sia-sia?

Sudah seperti ini, masihkah rakyat tak juga sadar? Sistem demokrasi-kapitalis-sekuler hanyalah menyengsarakan. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem yang hanya menguntungkan sang pemilik modal. Jargon Demokrasi dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, hanyalah ilusi. Nyatanya, yang ada adalah dari korporasi, oleh korporasi, dan untuk korporasi. Pemerintah tak lagi peduli, nasib rakyat kian tersakiti.

Do’a Nabi SAW:

اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ (أحمد ، ومسلم عن عائشة)

“Ya Allah, siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan ummatku lalu dia mempersulit  urusan mereka, maka persulitlah dia. Dan siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan ummatku lalu dia berusaha menolong mereka, maka tolong pulalah dia.” (HR Ahmad dan Muslim dari Aisyah).

{ وَمَنْ وَلِيَ مِنْهُمْ شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَعَلَيْهِ بَهْلَةُ اللَّهِ فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا بَهْلَةُ اللَّهِ قَالَ : لَعْنَةُ اللَّهِ } رَوَاهُ أَبُو عَوَانَة فِي صَحِيحِهِ

Dan barangsiapa memimpin mereka dalam suatu urusan lalu menyulitkan mereka maka semoga bahlatullah atasnya. Maka para sahabat  bertanya, ya RasulAllah, apa bahlatullah itu? Beliau menjawab: La’nat Allah. (HR Abu ‘Awanah dalam shahihnya. Terdapat di Subulus Salam syarah hadits nomor 1401).

Ketika sudah nyata kebobrokannya, Lantas apa yang mau diperjuangkan? Sudahi saja dengan kembali kepada aturan sang Pencipta. Aturan yang tidak menyengsarakan, telah terbukti lebih dari seribu tahun. Perekonomian Islam menjadi pondasi kebijakan. Kesejahteraan diberikan kepada rakyat, baik muslim maupun non-muslim. Ketenagakerjaan tidaklah menjadi masalah, karena ada solusi yang manusiawi, ditambah dengan pertanggungjawaban kepada Ilahi. Sistem itu adalah sistem Khilafah Islamiyah.

Wallahu A’lam bisshowwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *