Oligarki Di Balik Penanganan Pandemi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Sri Mulyati (Mahasiswi dan Member AMK)

CEO Ruang Guru yang juga Staf Khusus (Stafsus) Presiden Jokowi, Belva Devara mengundurkan diri dari posisinya sebagai Staf Khusus Jokowi. Belva menyatakan mundur setelah polemik keterlibatan Skill Academy by Ruang Guru dalam Program kartu Prakerja. (21/04/2020, tribunnews.com)

Namun, pengunduran diri ini menuai polemik di kalangan masyarakat, bagaimana tidak menuai polemik, pasalnya dana sebesar 5.6 Triliun Rupiah di gelontorkan melalui kartu Prakerja hal demikian dinilai hanya menguntungkan para pengusaha, karena pada praktiknya hanya berisi pelatihan online berbayar yang kontennya tidak jauh berbeda dan dapat dipelajari melalui Youtube secara gratisan. Sontak, hal tersebut menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan hingga mereka beramai-ramai mengupload video gratisan dengan berbagai tutorial masak contohnya, yang ternyata pelatihan berbayar itu menyajikan hal tersebut.

Pelatihan kerja online dinilai bukan hal yang dibutuhkan masyarakat saat pandemi seperti sekarang ini. Setelah pelatihan online pun tidak menjamin diterima di berbagai perusahaan. Mengingat kondisi saat ini banyak perusahaan yang menutup perusahaannya. Bahkan pandemi virus Corona membuat banyak buruh dirumahkan dan terancam di PHK. Penanganan yang tepat dan dibutuhkan masyarakat saat ini adalah terpenuhinya kebutuhan pokok untuk keberlagsungan hidup bukan pelatihan berbasis online.

Namun, apa yang terjadi di negara kita ini tengah mengalami Defisit APBN, sehingga para penguasa di negeri ini kelabakan mencari sumber dana. Akibat defisit APBN telah menjadikan pemerintah pontang-panting mencari sumber pedanaan dalam upaya penanggulangan wabah ini. Pemangkasan demi pemangkasan terus dilakukan di banyak sektor termasuk memotong tunjangan guru hingga sebesar 3.3 Triliun. (14/04/2020, Cnnindonesia)

Sungguh, pemerintah kehilangan rasa empati dengan teganya memangkas tunjangan guru di saat mewabahnya Covid-19. Sedangkan dana yang digelontorkan kepada flatform Ruang Guru begitu banyak. Kebijakan ini memperlihatkan kepada kita bahwa korporasi yang akhirnya di untungkan. Ketidakadilan ini kerap dirasakan di negara yang menganut sistem Kapitalisme yang cacat sedari awal. Selain tunjangan guru yang di pangkas, dana haji kini dilirik akan digunakan untuk penanganan Covid-19.

Dilansir Cnnindonesia.com. Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Nanang Samodra mengusulkan penggunaan dana haji karena hingga saat ini belum ada tanda-tanda Arab Saudi akan menyelenggarakan haji. (13/04/2020, Cnnindonesia).

Hal ini kembali membuktikan bahwa ketidakadilan pemerintah, dana haji yang telah jelas posnya seharusnya tidak boleh digunakan dalam penanganan wabah karena tidak sesuai dengan porsinya. Seharusnya dana penanggulangan wabah diambil dari dana belanja negara.

Oligarki Di Balik Penanganan Pandemi

Perpu no 1 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dn stabilitas keuangan untuk penanganan Covid-19 telah dikeluarkan pemerintah per 31 Maret 2020. Pasal-pasal tersebut menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk menyelamatkan perekonomian dari krisis bukan kerugian negara, pejabat pemerintah terkait pelaksanaan Perpu tidak dapat dituntut perdata maupun pidana jika melaksanakan tugas berdasarkan itikad baik dan segala keputusan berdasarkan Perppu bukan objek gugatan ke peradilan tata usaha negara. (13/04/2020, Kompas.com)

Pasal-pasal yang tertuang di dalam Perpu diatas menunjukkan bahwa pejabat yang melakukan penyelewengan penggunaan dana dengan stempel itikad baik dan ternyata hanya mengntungkan dirinya dan korporat terkait atau segelintir elit benar-benar kebal hukum. Tindakan sewenang-wenang dalam pelaksanaan tugas oleh para pejabat di negeri dalam sistem demokrasi hanya akan melahirkan ketidakadilan bagi masyarakat yang tidak duduk dilingkaran kekuasaan.

Cara Islam menangani Pandemi tanpa oligarki.

Sejak awal pengaturan yang jelas dalam mengatasi wabah pada masa khalifah Umar ibn Khathab ra.walaupun wabah yang menimpa saat itu tidak dikatakan sebagai pandemi. Karena pemerintah saat itu hadir dan sigap dalam mengatasinya. Begitupun sumber pendanaan yang jelas. Dana yang di berikan untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya baik ketika ada wabah maupun ketika tidak ada wabah, khalifah memberikan pelayanan tanpa adanya diskriminasi, tanpa adanya pemangkasan dana dari sekelomppok orang orang berkhidmad kepada negara seperti guru. Bahkan, penarikan zakat pun diurungkan oleh khalifah ketika masa wabah ke tahun berikutnya ketika kondisinya benar-benar aman.

Penarikan sumber dana dilakukan melaui pos fa’i, Khums, Kharaj, Jizyah, dan memaksimalkan pengelolaan kekayaan sumber daya alam yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Dana tersebut dialokasikan untuk kebutuhan pokok.

Melihat kondisi Indonesia yang melimpah ruah akan kekayaan alam. Semestinya Indonesia tidak perlu memangkas dana tunjangan guru dan dana haji. Jika negara benar-benar memfokuskan diri pada pengurusan rakyat. Tapi sayang, Indonesia yang memilki sumber daya alam yang melimpah ruah bahkan mendapat julukan Jamrud Khatulistiwa telah di kuasai korporat. Akibatnya , tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok di kala pandemi. Satu-satunya jalan untuk mensejahterakan masyarakat adalah menjadikan Islam di terapkan secara Kafah.

Wallahu a’lam bishshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *