Oleh: Isti Rahmawati (Penulis)
Di tengah ramainya pemberitaan tentang covid-19. Dunia pendidikan Indonesia dikagetkan dengan pengungkapan kasus asusila seorang guru kepada muridnya sendiri.
Dilansir dari bandung.kompas.com (26/5), Oknum guru berinisial PE tersebut adalah pengajar sekolah Islam di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Oknum tersebut mengakui telah mencabuli korban di ruang seni sekolah dan rumah kontrakannya selama empat tahun. Korban mendapat ancaman foto tanpa busananya akan disebarkan di sosial media jika tidak menuruti keinginan tersangka.
Kapolresta Bandung Kombes Pol, Hendra Kurniawan mengatakan pihaknya telah memeriksa oknum guru tersebut dan tidak menutup kemungkinan jumlah korban lebih dari satu.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bandung turut menanggapi kasus ini. Ketua Umum MUI Kabupaten Bandung, Yayan Hudaya mengatakan pihaknya sangat menyayangkan tindakan asusila tersebut yang telah mencoreng nama baik lembaga pendidikan Islam.
Potret Buram Pendidikan
Potret buram pendidikan Indonesia tampak dari segala sisi. Kurikulum yang berganti-ganti, sarana dan prasarana yang belum layak, belum lagi kesejahteraan guru yang masih jauh dari kata layak. Kini, ditambah dengan potret pendidik yang bermoral bejat.
Gambaran ungkapan digugu dan ditiru yang senantiasa melekat pada guru tak lagi sesuai. Ada banyak kasus seorang guru yang melakukan tindakan asusila kepada muridnya sendiri.
Guru yang diharapkan menjadi partner orang tua dalam mendidik anak justru malah menoreh luka psikis maupun fisik kepada siswa. Kepercayaan orang tua kepada guru mulai terkikis dari waktu ke waktu. Guru sebagai profesi yang mulia justru dicoreng oleh oknum guru yang bejat dan tak bermoral.
Sekularisme Biang Kerusakan
Kasus asusila dan potret buram dunia pendidikan Indonesia merupakan buah dari sekularisme yang tumbuh subur di negeri ini. Sekularisme atau ide pemisahan agama dari kehidupan melahirkan manusia yang meminggirkan keimanan dan ketaqwaan. Kondisi masyarakat saat ini ibarat rem mobil yang blong. Sementara paham sekularisme dan kebebasan ibarat gas yang mendorong dan memacu terjadinya tindak asusila di masyarakat
Pemicu syahwat seperti pornografi dan pornoaksi juga marak terbuka lebar di masyarakat. Belum lagi pergaulan yang bebas antara laki-laki dan perempuan. Banyak pula perempuan yang tidak menutup aurat sehingga mengundang terjadinya tindak asusila.
Akibat sekularisme pula, profesi guru terkadang hanya ditempa dari sisi keprofesionalannya saja namun tidak dengan keimanan dan aqidahnya. Tak dipungkiri banyak guru profesional namun rendah dari sisi keimanan serta tingkat pemahaman Islam yang lemah. Akhirnya lahirlah oknum guru yang lemah dari sisi agama dan bermoral bejat.
Faktor lemahnya hukum juga membuat pelaku kejahatan seksual terus mengintai masyarakat. Hukuman bagi pelaku kejahatan begitu ringan dan tidak membuat jera.
Semua itu menjadi bukti sekularisme dan paham kebebasan tak berdaya membangun masyarakat yang beradab, berakhlak mulia dan bertaqwa. Sistem yang diterapkan saat ini justru menjadi bagian dari pemicu tindak asusila di negeri ini.
Syariah Solusi Sistemik
Kejahatan seksual niscaya tidak akan terjadi jika masyarakat memiliki ketaqwaan yang kuat. Ketaqwaan tersebut akan membuat kaum muslim takut untuk bermaksiat kepada Allah. Ketaqwaan itu pula yang akan mendorongnya untuk senantiasa melindungi wanita.
Selain itu, kejahatan seksual juga tidak akan terjadi jika ada aturan islam yang mengatur pergaulan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dalam Islam, laki-laki diperintahkan untuk menundukkan pandangan dan perempuan diwajibkan untuk menutup auratnya secara sempurna.
Islam juga melarang laki-laki dan perempuan bukan mahram berdua-duaan di tempat umum maupun khusus. Islam juga melarang adanya ikhtilat (campur baur) antara laki-laki dan perempuan sebab hukum asal hubungan keduanya adalah terpisah kecuali pada beberapa aspek seperti muamalah, kesehatan, peradilan, dan pendidikan.
Seorang guru juga akan dibekali pemahaman Islam yang mumpuni. Tak hanya profesionalisme yang dikedepankan tetapi juga keterikatan pada Allah dan hukum syara. Dengan demikian, sebuah keniscayaan lahirnya oknum guru yang bejat di dalam sistem Islam.
Islam juga memberikan sanksi tegas kepada pelaku kejahatan seksual. Hukum yang diterapkan juga tak hanya memberikan efek jera, namun juga mencegah. Hukum jilid bahkan rajam hingga mati siap diberikan kepada pelaku kejahatan seksual.
Saatnya kembali kepada Islam. Hanya Islam yang mampu melahirkan generasi pendidik yang berkualitas dan mumpuni. Tak hanya baik di bidang pendidikan melainkan juga ketaqwaan guru itu sendiri.
Wallahualam bi shawab