Oleh: Nadya Musmiatin
Upaya pemerintah Amerika Serikat untuk merayu Negara Arab demi normalisasi dengan Israel terus berlanjut, setelah sebelumnya dengan UEA dan Qatar, baru-baru ini Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan mengatakan negaranya terbuka untuk melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel. Namun sebelum hal itu terjadi, Palestina harus memperoleh kemerdekaan.
“Kami selalu terbuka untuk normalisasi penuh dengan Israel, dan kami pikir Israel akan mengambil tempatnya di kawasan. Tapi agar hal itu terjadi dan berkelanjutan, kami membutuhkan warga Palestina mendapatkan negara mereka, kita perlu menyelesaikan situasi itu, kata Pangeran Faisal saat berbicara di International Institute for Security Studies Manama Conference pada Sabtu (5/12), dikutip laman Al Arabiya.
Pada 23 November lalu, media Israel, yakni Walla News dan Haaretz, menerbitkan laporan yang menyebut ada pertemuan rahasia antara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS). Mereka bertemu di Neom, sebuah kota di Laut Merah.(republika.co.id, 06/12/2020)
Dalam pertemuan itu turut hadir kepala badan intelijen Israel Yossi Cohen dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo. Kabar pertemuan itu muncul saat Israel berusaha membuka lebih banyak hubungan resmi dengan negara Arab. Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain diketahui telah melakukan normalisasi diplomatik dengan Tel Aviv.
Siapa yang diuntungkan dari agenda ini? tentu AS dan Israel, hal ini merupakan awal masuknya pasokan persenjataan AS ke Negara-negara teluk. UEA diperkirakan akan menerima beberapa unit jet tempur F-35 dari AS setelah menandatangani perjanjian normalisasi dengan Israel. Qatar juga berhasil meraih kesepakatan dengan AS terkait pembelian jet tempur F-15 untuk pertama kalinya.
Astaghfirullah bagaimana dengan Arab Saudi? Departemen Pertahanan AS juga mengungkap kalau Boeing berhasil mendapatkan kesepakatan dengan Kerajaan Arab Saudi untuk membuat 70 unit jet tempur F-15. Total nilai kontrak mereka sebesar 9,8 miliar Dolar AS atau setara dengan Rp138 triliun.
Padahal, kita semua telah memahami apa yang terjadi di palestina merupakan penjajahan terhadap negeri muslim. Kerjasam dengan Negara penjajah kafir harbi merupakan bentuk pengkhianatan. Mengapa hal ini bisa terjadi? Tentu semua ini disebabkan oleh diterapkannya sistem demokrasi, dimana standar dari setiap perbuatan adalah materi, dan asasnya ialah kapitalisme sekulerisme. Dalam kapitalisme tidak ada kawan dan lawan abadi yang ada hanya kepentingan abadi.
Demokrasi telah terbukti gagal dalam membantu menyelesaikan permasalahan palestina. Islam telah mengatur bagaimana cara bersikap terhadap kafir harbi penjajah yaitu dengan cara memerangi dan mengusirnya dari tanah Palestina. Palestina membutuhkan tentara dari kaum muslim untuk mengusir kaum penjajah yahudi dari palestina.
Hal itu hanya bisa dilakukan dalam sistem Islam. Hanya Khilafah yang mampu mengirimkan utusan dan tentara untuk menghalau kaum yahudi dari tanah palestina. Dengan perjuangan sungguh-sungguh bersama jamaah InsyaAllah Negara Islam akan segera terwujud.
Wallahu alam bish shawab.