Oleh : Being Ulinnuha (Mahasiswa & Penulis)
Pesta demokrasi dianggap sebagai warna cerah dari harapan kepemimpinan sebelumnya yang suram tinggal janji. Oleh karenanya momen ini bak kesempatan emas bagi yang punya andil memimpin mandat. Silih berganti waktu, hak pilih suara dituhankan. Siapa pemenangnya adalah yang paling unggul memikat hati rakyat.
Lain dari periode sebelumnya, tahun ini pilkada (pemilihan kepala daerah) tergelar dengan kondisi Covid masih mewabah di negeri ini. Bagi para paslon dan tim suksesnya ini bukanlah penghalang, melainkan tantangan, karena untuk sebuah jabatan kepemimpinan, Paslon harus punya banyak modal dan muka, demi mendapatkan simpatisan rakyat. Bisa jadi hingga menghalalkan segala cara.
Di tengah terus meningkatnya angka penularan covid-19, negara tetap memberi akses bebas diadakannya pesta demokrasi. Sungguh pilu, korban kematian karena covid-19 tak semakin surut bahkan memakan korban Paslon pilkada 2020. Hamdan Zoelva, Eks Ketua MK, mengungkapkan pada laman Twitternya ,
” Prihatin 70 orang calon kepala daerah terinfeksi Covid-19, 4 orang diantaranya meninggal dunia. 100 penyelenggara termasuk Ketua KPU RI terinfeksi [Covid-19]. Betapa besar pengorbanan untuk demokrasi,” (bisnis.com)
Sementara itu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan fakta di lapangan, sebanyak dua ribu pelanggaran protokol kesehatan dalam ajang pemilu dimana seharusnya kampanye dilaksanakan via virtual, akan tetapi tercatat ada 9.640 bentuk kampanye yang diadakan dengan tatap muka, seperti yang dituturkan Ratna Dewi Pettatolo, Komisioner Bawaslu Divisi Penindakan (okezone.com).
Fenomena yang terjadi sebagai bagian dari terselenggaranya pemilu ini sudah selayaknya menjadi pertimbangan dalam mengambil langkah. Apakah proses pemilihan pemimpin yang mengabaikan keselamatan jiwa patut untuk dilaksanakan? Sementara fungsi dari pemilihan ini tidak lain adalah membentuk pemerintahan yang semakin mensejahterakan rakyat dan kehidupan mereka.
DEMOKRASI HANYA KATA
Tidak mengherankan jika para calon yang bakal duduk dikursi kuasa terengah-engah mengejar kesuksesan pemilihan ini, Karena dibalik itu ada pengorbanan yang tak sedikit, dukungan sana-sini, dan dana yang begitu besar.
Konsep kekuasaan Demokrasi adalah kedaulatan ditangan rakyat, dimana kebebasan Hak Asasi Manusia (HAM) dijunjung tinggi. HAM dengan arti kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan bertingkah laku, dan kebebasan berkepemilikan kenyataannya sebatas jargon yang kosong realisasi.
Pergantian periode kepemimpinan demokrasi seakan hanya menggantikan pemain lama dengan yang baru, sementara tak membawa perubahan pada negeri ini. Caplokan asing dan Aseng justru semakin kuat mengambil alih kuasa kekayaan negeri ini. Suara mahasiswa sebagai panjang tangan rakyat dibungkam dengan dalih hate speech, juga teriakan buruh yang terus menuntut kesejahteraan hak mereka setiap tahunnya. Para tokoh yang bersebrangan pendapat dengan ampu kekuasaan, seperti ulama, dipersekusi akan tetapi sebaliknya yang menguntungkan aset negara meski membawa budaya merusak dibiarkan masuk dan meracuni tubuh ummat. Ajang pilkada hanya untuk kepentingan penguasa dan pengusaha jika ujungnya rakyat hanya merasakan derita.
Demokrasi terbentuk dari adanya paham sekulerisme yang memisahkan antara agama dengan kehidupan. Konsekuensinya, agama tidak boleh ikut mencampuri urusan kenegaraan.
ISLAM BERI SOLUSI
Berbeda dengan Islam sebagai diin (agama) sekaligus mabda’ (ideologi). Islam tidak hanya mengatur urusan ritual keagamaan tapi juga memberi solusi dalam kehidupan maupun kenegaraan. Islam lahir bukan dari akal manusia yang terbatas, tapi Allah, Dzat yang Maha Menciptakan manusia. Maka sudah pasti Islam bila diterapkan pada negeri ini akan menyejahterakan manusia.
أَفَحُكْمَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
” Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? ” (Q.S Al Maidah : 50)
Aturan Islamlah yang selayaknya diterapkan pemimpin dalam memimpin rakyatnya. Maka sesungguhnya jelas demokrasi bukanlah jalan terbaik, justru dapat kita saksikan saat ini bagaimana demokrasi hanya mementingkan dan memaksakan urusan kekuasaannya tanpa memikirkan kondisi kesehatan rakyatnya dan tenaga medis yang tengah berjuang sekuat tenaga melawan wabah covid-19.
Wallahua’lam bishawab.