New Normal Life: Kebijakan Pincang! Antara Tren Global dan Kesiapan Internal

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Devi Rahma Dona (Mahasiswi Pegiat Opini Ideologis Lubuklinggau)

Merdeka.com – Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr Hermawan Saputra mengkritik persiapan pemerintah menjalankan kehidupan new normal. Menurut dia belum saatnya, karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari.

“Saya kira baru tepat membicarakan new normal ini sekitar minggu ketiga/empat Juni nanti maupun awal Juli. Nah, sekarang ini terlalu gegabah kalau kita bahas dan memutuskan segera new normal itu,” ujar Hermawan saat dihubungi merdeka.com, Senin (25/5).

Terlalu dini, maksud Hermawan adalah wacana new normal ini membuat persepsi masyarakat seolah-olah telah melewati puncak pandemi Covid-19, namun kenyataan belum dan perlu persiapan-persiapan dalam new normal tersebut.

“Jadi, new normal ini adalah sesuatu yang akan dihadapi, namun berbincang new normal ini banyak pra syaratnya. Pertama, syaratnya harus sudah terjadi perlambatan kasus. Dua, sudah dilakukan optimalisasi PSBB,” sebutnya.

Ketiga, masyarakatnya sudah lebih memawas diri dan meningkatkan daya tahan tubuh masing-masing. Keempat, pemerintah sudah betul-betul memperhatikan infrastruktur pendukung untuk new normal.

“Selanjutnya, apakah hal ini sudah berlangsung dan sudah terjadi, rasanya belum,” sambungnya. Sementara itu, dia mengungkapkan, dampak dari perbincangan new normal belakangan ini buat masyarakat alami pandangan, kebebasan tanpa melihat potensi penyebaran virus corona (permisivisme).
“Jalanan kembali ramai, keramaian ini tidak hanya di area publik, seperti pasar. Tetapi, keramaian itu juga terjadi di tempat-tempat keagamaan dan aktivitas kantor industri. Nah ini juga harus diwaspadai, seolah new normal, tapi kita ini kembali pada keramaian seperti tidak ada kasus Covid saja,” jelasnya.
Menurutnya, new normal berarti ada perilaku baru, budaya baru, dan juga ada fasilitas maupun kebijakan yang baru baik dari sisi masyarakat maupun pemerintah berdasarkan kedisiplinan. [rnd]
(https://www.merdeka.com/peristiwa/pakar-kesehatan-new-normal-ada-4-kriteria-ri-belum-penuhi-syarat.html)
Selain itu sebelumnya Pemerintah menerbitkan protokol baru dalam lingkungan pekerjaan ketika sudah masuk bekerja. Perusahaan diminta mengatur jarak antarpekerja minimal 1 meter.

Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/335/2020 tentang Protokol Pencegahan Penularan Corona Virus Disease (COVID-19) di Tempat Kerja Sektor Jasa dan Perdagangan (Area Publik) dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha.

Perusahaan diwajibkan membatasi jarak pekerjanya minimal 1 meter. Penerapan batasan jarak itu dilakukan baik di titik tempat bekerja maupun di bagian lainnya.

“Melakukan pembatasan jarak fisik minimal 1 meter: 1) Memberikan tanda khusus yang ditempatkan di lantai area padat pekerja seperti ruang ganti, lift, dan area lain sebagai pembatas jarak antar pekerja. 2) Pengaturan jumlah pekerja yang masuk agar memudahkan penerapan menjaga jarak. 3) Pengaturan meja kerja, tempat duduk dengan jarak minimal 1 meter,” tulis dalam surat edaran tersebut.
(https://news.detik.com/berita/d-5027608/protokol-new-normal-kemenkes-jaga-jarak-di-kantor-minimal-1-meter?_ga=2.133901069.2009647881.1590381839-1314978003.1547261870)

Bicara terkait new normal life belum afdal rasanya tanpa menyuguhkan terlebuh dahulu arti dari tema yang masih hangat diperbincangkan saat ini. Menurut Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Bapak Wiku Adisasmito, new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. Menurutnya, prinsip utama dari new normal itu sendiri adalah bisa menyesuaikan dengan pola hidup. Namun hal ini tidak begitu saja bisa langsung diterima mentah-mentah oleh banyak pihak, terutama masyarakat sebagai pelaku yang akan terdampak langsung bila kebijakan ini tanpa persiapan dan fasilitas mendukung yang disediakan oleh Negara.

Pemerintah sudah merilis beberapa skenario new normal life untuk pekerja (PNS, BUMN dan Perusahaan). Semua upaya menormalkan kondisi ekonomi tidak diiringi dengan peningkatan penanganan wabah dari aspek kesehatan.

Jumlah korban yang terus meningkat tajam akhir-akhir ini, namun justru pemerintah mengeluarkan kebijakan yang agaknya tidak tepat bahkan terlihat memaksa. Didahului dengan guyonan dan meme yang seolah meremehkan corona, sampai dengan Indonesia positif corona dengan keadaan Negara tidak siap dengan konsekuensi yang terjadi setelah sebelumnya abai dengan pencegahan virus yang bersala dari wuhan ini.

Kini, semua pihak hendak bersiap menyambut normal life, meski taruhannya adalah nyawa rakyat. Tidak berlebihan, sebab rakyatlah yang merasakan langsung efeknya, yang tentu tidak dirasakan oleh para kapital pemilik modal.

Maka tidak heran jika ada anggapan bahwa kebijakan new normal life ini singkatnya adalah pesanan. Pesanan para pebisnis, bos-bos besar pemilik pasar, kapital baik di bidang industri maupun jasa dan lainnya yang mengalami penurunan tajam pemasukan sebab lemahnya daya beli masyarakat, terlihat dari fenomena PHK massal, bahkan tak sedikit yang gulung tikar, yang tentu aktivitas ekonomi ini juga mengakibatkan terhentinya pemasukan pada Negara.

Kembali pada pembahasan gagasan pemerintah tentang new normal life yang gagap dan tidak tegas, yang dengan berani dinyatakan. Namun pemerintah belum memiliki peta jalan, new normal life hanya mengikuti tren global tanpa menyiapkan perangkat memadai agar tidak menjadi masalah baru. Yakni bertujuan membangkitkan ekonomi namun membahayakan manusia. Alih-alih ekonomi bangkit justru wabah gelombang ke dua mengintai di depan mata.

Senada dengan Hermawan yang mengatakan, puncak pandemi belum dilewati bahkan kasus cenderung naik. Akibatnya, prediksi-prediksi yang mengatakan puncak pandemi pada awal Juni akan mundur hingga akhir Juni maupun awal Juli.
“Hemat saya kita harus bersabar dan memiliki daya tahan ya. Namun itu tergantung dari pemerintah, harus konsisten juga dalam mengambil kebijakan, disiplin untuk memberikan statement dan juga adanya penguatan-penguatan pelayanan di lapangan,” tuturnya.

Sehingga new normal life ini patut dikatakan sebagai kebijakan pincang, sebab Indonesia sebagai Negara pengekor hanya mengikuti arus global tanpa memperhatikan dan mempersiapkan langkah yang tepat serta kebutuhan masyarakat secara mendasar dan menyeluruh dalam menghadapi new normal life. Sekaligus mengumumkan kegagalan demokrasi sebagi biang hancur dan rusaknya tatanan kehidupan yang tak mampu melindungi nyawa manusia, mengabaikan kesehatan rakyatnya, serta mendahulukan kepentingan para penguasa dan perselingkuhannya yang menghianati rakyat. Lalu bagaimana pandangan Islam melihat kebijakan yang membebek tren internasional dan bagaimana tuntunan Islam (standar-standar apa yg menjadi ukuran) menghentikan kebijakan darurat wabah, berikut beberapa poin yang menjadi acuan, merujuk pada tulisan Oleh. Alfiyah Kharomah., STr. Kes
Dalam Islam, kesehatan dan keamanan disejajarkan dengan kebutuhan pangan. Ini menunjukan bahwa kesehatan dan keamanan statusnya sama sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Mengatasi pandemi, tak mungkin bisa melepaskan diri dari performa kesehatan itu sendiri. Maka beginilah cara Islam mengatasi pandemi dapat dijelaskan dalam beberapa poin sebagai berikut:

1. Edukasi prefentif dan promotif

Islam adalah agama pencegahan. Telah banyak disebutkan bahwa Islam mewajibkan kaum muslim untuk ber-ammar ma’ruf nahiy munkar. Yakni menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada kemunkaran.

Pembinaan pola baku sikap dan perilaku sehat baik fisik, mental maupun sosial, pada dasarnya merupakan bagian dari pembinaan Islam itu sendiri. Dalam hal ini keimanan yang kuat dan ketakwaan menjadi keniscayaan. Islam memang telah memerintahkan kepada setiap orang untuk mempraktekan gaya hidup sehat, pola makan sehat dan berimbang serta perilaku dan etika makan. Misalnya diawali dengan makanan. Allah SWT telah berfirman:
“Makanlah oleh kalian rezeki yang halal lagi baik yang telah Allah karuniakan kepada kalian” (TQS. An-Nahl [16]: 114).

Kebanyakan wabah penyakit menular biasanya ditularkan oleh hewan (zoonosis). Islam telah melarang hewan apa saja yang tidak layak dimakan. Dan hewan apa saja yang halal dimakan. Apalagi sampai memakan makanan yang tidak layak dimakan, seperti kelelawar. Makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang, mengisi perut dengan 1/3 makanan, 1/3 air dan 1/3 udara, termasuk kaitannya dengan syariah puasa baik wajib maupun sunnah.

Oleh karena itu, Negara memiliki peran untuk senantiasa menjaga perilaku sehat warganya. Selain itu, pemerintah juga mengedukasi agar ketika terkena penyakit menular, disarankan menggunakan masker. Dan beberapa etika ketika sakit lainnya. Yang ini tidak saja menjadi slogan namun benar-benar dpraktekkan dan difasilitasi oleh penguasa.

Hal ini sangat membantu pemulihan wabah penyakit menular dengan cepat. Karena warga daulah telah membangun sistem imun yang luar biasa melalui pola hidup sehat.

2. Sarana dan Prasarana Kesehatan

Pelayanan dan kesehatan berkualitas hanya bisa direalisasikan jika didukung dengan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai serta sumber daya manusia yang profesional dan kompeten. Penyediaan semua itu menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara. Karenanya negara wajib membangun berbagai rumah sakit, klinik, laboraturium medis, apotik, lembaga litbang kesehatan, sekolah kedokteran, apoteker, perawat, bidan serta sekolah kesehatan lainnya yang menghasilkan tenaga medis.

Negara juga wajib mengadakan pabrik pabrik yang memproduksi peralatan medis dan obat-obatan, menyediakan SDM kesehatan baik dokter, apoteker, perawat, psikiater, akupunkturis, penyuluh kesehatan dan lain sebagainya.
Pelayanan kesehatan harus diberikan secara gratis kepada rakyat baik kaya ataupun miskin tanpa diskriminasi baik agama, suku, warna kulit dan sebagainya. Pembiayaaan untuk semua itu diambil dari kas Baitul Mal, baik dari pos harta milik negara maupun milik umum.

Dengan demikian, apabila terjadi kasus wabah penyakit menular dapat dipastikan negara dengan sigap akan membangun rumah sakit untuk mengkarantina penderita, atau membangun tempat karantina darurat. Serta mendatangkan bantuan tenaga medis yang handal dan profesional untuk membantu agar wabah segera teratasi.

3. Membangun Sanitasi Yang Baik

Tidak dapat dipungkiri, bahwa sanitasi yang buruk juga menyumbang terjadinya wabah penyakit menular. Pada masa eropa mengalami masa the dark age, warga eropa masih membuang hajat di sungai-sungai sehingga pernah dalam sejarah terjadi wabah kolera di sana.

Syariah sangat concern terhadap kebersihan dan sanitasi seperti dibahas dalam hukum-hukum thaharah. Kebijakan kesehatan Khilafah juga diarahkan bagi terciptanya lingkungan yang sehat dan kondusif. Tata kota dan perencanaan ruang akan dilaksanakan dengan senantiasa memperhatikan kesehatan, sanitasi, drainase, keasrian dsb. Hal itu sudah diisyaratkan dalam berbagai hadits:

“Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, Maha Bersih dan mencintai kebersihan. Maha Mulia dan mencintai kemuliaan. Karena itu bersihkanlah rumah dan halaman kalian dan janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi” (HR. At Tirmidzi dan Abu Ya’la)

Di samping itu juga ada larangan membangun rumah yang menghalani lubang masuk udara rumah tetangga. Beberapa hadis di atas mengisyaratkan pengaturan pengelolaan sampah dan limbah yang baik, tata kelola drainase dan sanitasi lingkungan yang memenuhi standar kesehatan dan pengelolaan tata kota yang higienis, nyaman sekaligus asri.

4. Membangun Ide Karantina

Dalam sejarah, wabah penyakit menular sudah terjadi pada masa Rasulullah SAW. Wabah tersebut adalah kusta yang menular dan mematikan dan belum ada obatnya. Untuk mengatasi wabah tersebut salah satu upaya Rasulullah adalah dengan menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita. Ketika itu Rasul memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat para penderita kusta tersebut.

Dengan demikian, metode karantina telah diterapkan sejak zaman Rasulullah untuk mencegah wabah penyakit menular menjalar ke wilayah lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Rasul membangun tembok di sekitar daerah wabah.

Rasulullah juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda:
“Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Sebaliknya jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu” (HR. Al-Bukhari).

Dari hadits tersebut maka negara Khilafah akan menerapkan kebijakan karantina dan isolasi khusus yang jauh dari pemukiman penduduk apabila terjadi wabah penyakit menular. Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail. Lalu dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Selama isolasi, diberikan petugas medis yang mumpuni dan mampu memberikan pengobatan yang tepat kepada penderita. Petugas isolasi diberikan pengamanan khusus agar tidak ikut tertular. Pemerintah pusat tetap memberikan pasokan bahan makanan kepada masyarakat yang terisolasi.

5. Islam Menginspirasi Negara Menciptakan Vaksin

Islam memasukan konsep Qadar sebagai salah satu yang harus diyakini. Allah telah tetapkan terkait gen, mekanisme mutasi, dampak fisiologi sebuah virus tertentu. Dari situ, kita tahu bagaimana mekanisme penyakit. Contohnya, identifikasi terhadap kuman Mycobacterium sebagai penyebab TBC yang menyerang paru, dan kita bisa pelajari antibiotik untuk mengobatinya dan juga mengenali mutasi kuman kuman Mycobacterium TB sehingga bisa menjadi resisten. Ukuran-ukuran ini yang bisa dipelajari dan digunakan untuk memprediksi resiko penyakit. Dan dari situ dapat diteliti obat/ vaksinasinya.

Dan tentu hal ini bias kita lakukan. Apalagi di negeri Indonesia tercinta, dengan kekayaan yan melimpah ruah, tentu dengan SDM yang tak bisa dipandang sebelah mata harusnya dengan independen kita layak menjadi Negara pencipta vaksin yang teruji kualitasnya.

Terakhir mari kita mengingat firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 32:
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَ نَّمَاۤ اَحْيَا النَّا سَ جَمِيْعًا

dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.

Mudah-mudahan kita semua pada akhirnya menyadari ini adalah akhir babak detik-detik kekalahan demokrasi dan kembali rujuk kepada hukum Allah sehingga berjuang dengan segenap jiwa dan raga untuk mengembalikan kehidupan Islam dengan aturanNya.
Wa Allahu A’lam Bishhawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *