Oleh: Marginingsih, S.Pd
Memasuki bulan ketiga wabah Corona, Indonesia bersiap diri untuk masuk ke tahap new normal life atau pola hidup baru, beradaptasi dengan pandemi COVID-19. Bahkan berbagai persiapan telah dilakukan pemerintah dalam rangka menghadapi new normal ini. Selasa (26/5/2020), Presiden Jokowi meninjau kesiapan new normal di Mal Summarecon, Bekasi. Presiden Jokowi menyatakan keinginannya agar Indonesia bisa segera memasuki fase new normal.
Dari hari ke hari, terlihat keseriusan pemerintah dalam melaksanakan new normal ini. Aturan new normal di perkantoran dan industry pun telah diterbitkan Menkes Terawan melalui Keputusan Menteri (KMK) Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industry. Menteri pendidikan, Nadiem Makariem pun merencanakan sekolah akan segera dibuka pada tahun ajaran baru di Bulan Juli mendatang. Bahkan panduan new normal Cegah Corona untuk sekolah dan lembaga pendidikan pun sudah disosialisasikan. Mal, tempat pariwisata, transportasi juga akan dibuka kembali dengan panduan khusus. Sebanyak 340.000 personil TNI-Polri juga dikerahkan untuk persiapan new normal ini.
Kritik pun muncul dari para pakar. Dewan pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr. Hermawan Saputra mengkritik persiapan pemerintah menjalankan new normal. Menurut nya belum saat nya, karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari. Beberapa pakar lainnya pun mengkritik wacana new normal ini dengan alasan utama kasus COVID-19 belum menunjukkan penurunan, bahkan semakin menanjak.
Update data kasus COVID-19 hingga Kamis (28/5/2020) pukul 12.00 WIB mencapai 24. 538 kasus, bertambah 687 dari hari sebelumnya. Penambahan kasus Corona masih terus terjadi dari hari kehari dengan angka tinggi. Data ini kembali menjadikan penambahan kasus positif Indonesia tertinggi se-ASEAN.
New normal, Teralu Dini
Sangat wajar akhirnya jika New normal dikatakan kebijakan yang terlalu dini. Belum terlihat indikasi virus corona bisa dikendalikan, bahkan kurva corona masih merangkak naik. Sebagaimana yang disampaikan oleh WHO sebagai salah satu syarat new normal life. Mengapa pemerintah cenderung gegabah dan memaksakan pola baru ini??
Sekali lagi kita diperlihatkan dengan kebijakan pemerintah yang condong kepada ekonomi daripada keselamatan rakyat. Dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah di masa Pandemi ini, semisal legalnya TKA, tetap berjalannya pembangunan infrastruktur, naiknya tarif PBJS, pengesahan UU Minerba, pelonggaran PSBB, termasuk kebijakan new normal ini, orang awam pun bisa melihat untuk siapa kebijakan ini diberlakukan.
New normal sebagai fase lanjutan paska Corona, akan sangat berbahaya jika diterapkan tidak tepat pada waktunya. Pasalnya virus corona belum mampu dikendalikan. Taruhannya adalah keselamatan rakyat, bahkan nyawa rakyat Indonesia. Hal ini seharusnya yang menjadi pertimbangan utama pemerintah. Ekonomi memang penting, tetapi keselamatan rakyat jauh lebih penting. Jika fokus pemerintah adalah keselamatan rakyat, maka berbagai kebijakan akan menyasar kepada penanganan wabah dalam rangka menyelamatkan rakyat.
Kenormalan yang kita harapkan adalah kehidupan normal seperti sebelum wabah, yaitu kehidupan tanpa harus bersanding dengan virus Corona. Ketika kebijakan new niormal ini benar-benar diterapkan, maka yang akan terjadia dalah new abnormal. Dimana kita akan melihat banyak ketidaknormalan di kehidupan kita. Bahkan gugurnya para Tenaga Medis dan hilangnya ratusan bahkan ribuan nyawa rakyat, akan menjadi keabnormalan yang dinormalkan. Tidakkah ini sesuatu yang sadis??
Konsisten, Fokus Tangani Wabah
Konsisten, inilah yang belum kita lihat dari kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19. Kebijakan pemerintah cenderung inkonsisten, tarik ulur yang justru membuat masyarakat bingung.
Sebenarnya arahan para ahli pandemi baik nasional maupun internasional sudah benar dan jelas, yaitu putus menyebaran COVID-19 dengan hindari kerumunan, minimalisir pergerakan manusia, cegah orang keluar dan atau masuk ke wilayah wabah. Fokus kepada ketiga hal ini, maka COVID-19 akan takhluk. Presiden atau pemerintah sebagai pihak berkuasa, mempunyai wewenang melakukan ketiga hal ini dengan memberikan edukasi, menetapkan aturan dan sanksi. Pihak-pihak yang terdampak dari kebijakan penanganan wabah ini, kita bantu dan kita rangkul bersama-sama, antara pemerintah dan elemen masyarakat berdaya agar masyarakat terdampak bisa bertahan dan tersemangati untuk berjuang dan bangkit kembali.