New Normal Akankah Rakyat Jadi tumbal?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Nurul Izzah

Virus corona atau yang dikenal dengan nama COVID-19 pertama kali muncul di kota Wuhan, China pada Desember tahun 2019. Kemudian menyebar ke beberapa negara dalam waktu yang singkat. Salah satu diantaranya adalah Indonesia. Kasus pertama di umumkan pada 2 Maret 2020, setelah lebih dari 50 negara yang terinfeksi.

Tak butuh waktu lama, pada 26 Maret kasus positif corona telah mencapai 893 kasus positif, 78 meninggal dan 35 orang sembuh. Seiring kasus yang semakin meningkat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak negara-negara anggota G20 untuk ‘perang’ melawan virus corona. Ia bahkan mendorong G20 untuk memimpin upaya menemukan penawar penyakit covid-19.

Namun, ketika kasus corona di Indonesia semakin tidak terkendali, disebabkan orang yang terinfeksi semakin bertambah Rabu (6/5) mencapai 12.438  orang, sementara jumlah pasien meninggal berjumlah 895, dan pasien sembuh 2.317 orang, fasilitas kesehatan terbatas serta banyaknya tenaga medis yang gugur dalam penanganan virus ini. Disisi lain terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yaitu turun menjadi 2,5 persen, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi 2019 sebesar 2,9 persen.

Pemerintah menyatakan untuk berdamai dengan COVID-19. Sebagaimana ditulis Presiden Joko Widodo Pada Akun Twitternya 7 Mei 2020.

“Sampai di temukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan COVID-19 untuk beberapa waktu ke depan. Sejak awal pemerintah memilih Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, bukan lockdown. Dengan PSBB, masyarakat masih bisa beraktivitas, tetapi di batasi.”

Peradaban Kapitallisme Mengatasi Wabah

Pasalnya, disaat virus ini telah ditetapkan sebagai pandemi internasional. Pemerintah masih saja mengelak bahwa virus ini tidak masuk ke Indonesia. Bahkan terkesan menyepelekan seakan-akan virus ini tidak akan masuk ke Indonesia, ini tergambarkan dari sikap para pejabat negara. Dengan melontarkan pernyataan-pernyataan aneh dan tidak masuk akal.

Misalnya Wakil Preisden Ma’ruf Amin sempat menyebut bahwa virus corona menyingkir dari Indonesia karena doa qunut, susu kuda liar bisa menangkal COVID-19. Menteri Perhubungan (Menhub) RI. Budi Karya Sumadi (virus) COVID-19 tidak masuk ke Indonesia karena setiap hari kita makan nasi kucing, jadi kebal. Dan ketika negara lain mulai memberlakukan lockdown untuk mencegah penyebaran virus corona, presiden hingga sejumlah menteri justru menyebut bakal menggalakkan sektor pariwisata.

Rasanya tak cukup membuat masyarakat bingung, kini malah dibuat susah dengan kebijakan-kebijakan yang plin plan. Mulai dengan Penaikan iuran BPJS, penetapan darurat sipil, PSBB (pembatasan sosial berskala besar) yang tidak jelas batas-batasannya, pembagian sembako yang tidak tepat sasaran hingga kebijakan berdamai dengan corona atau “A New Normal Life” yang pada hakikatnya adalah konsep herd immunity.

Dengan diberlakukan “A New Normal Life” maka masyarakat boleh kembali beraktivitas di luar rumah dengan memperhatikan protokol kesehatan yang telah ditentukan. Dalam artian tempat pariwisata, trasnportasi, restaurant, hotel, sekolah, perkantoran semua kembali dibuka untuk menormalkan kondisi ekonomi Indonesia dengan memperhatikan keamanan dan keselamatan masyarakat tetapi tetap produktiv.

Yang menjadi pertanyaanya adalah bagaimana pemerintah dapat memastikan bahwa “A New Normal Life” tetap melindungi masyarakat dari virus ganas ini? Bukankah 80 % orang yang terinfeksi tidak menunjukan gejala apapun? Lalu, siapkah masyarakat menghadapi “A New Normal Life” ? toh protokol kesehatan saja dilanggar. Maka, efektifkah kebijakan ini atau malah akan mengorbankan lebih banyak nyawa?

Islam Mengatasi Wabah

Dalam Islam, urusan nyawa rakyat menjadi hal yang diutamakan. Bahkan keberadaan syariat dan negara dalam Islam (yakni Khilafah) salah satunya berfungsi untuk penjagaan nyawa manusia dan penjamin kesejahteraan hidup mereka termasuk kebutuhan dasar, kesehatan, kehormatan, keamanan, benar-benar dipenuhi negara.

Hal ini niscaya, karena peradaban Islam tegak di atas paradigma bahwa amanah kekuasaan tak hanya berdimensi dunia, tapi juga berdimensi akhirat. Maka bisa dipastikan, negara dan penguasanya akan sungguh-sungguh menuaikan kewajiban. Menjadi pengurus umat sekaligus menjadi penjaganya.

Mereka benar-benar paham, bahwa setiap kebijakan yang menzalimi rakyat akan menuai laknat dan adzab.

Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Sungguh jabatan ini adalah amanah. Pada Hari Kiamat nanti, jabatan itu akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambil jabatan itu dengan hak dan menunaikan”.

Dikisahkan dalam buku “The Great of Two Umars” bagaimana cara Khalifah Umar mengatasi masalah wabah yaitu
Khalifah Umar memberikan teladan atas dirinya sendiri. Beliau dan keluarganya hidup dengan kesederhanaan, beliau memakan apa yang rakyatnya makan
Khalifah Umar langsung membuat posko-posko bantuan yang dimobilisasi oleh negara.

Khalifah Umar senantiasa terus mendekatkan diri pada Allah Swt. lalu memimpin umat untuk terus berdoa. “Ya Allah Swt. jangan kau binasakan kami dan lenyapkan wabah ini”.

Kepada rakyatnya yang datang, khalifah memberikan bantuan. Bagi yang tidak datang Khalifah Umar akan mengantarnya ke rumah.

Khalifah Umar meminta bantuan kepada daerah-daerah yang memiliki logistik lebih, untuk memberikan bantuannya pada daerah yang terkena wabah.

Khalifah Umar menghentikan hukuman pada pencuri yang mencuri karena kelaparan.

Khalifah Umar menunda pemungutan zakat, karena bagaimana pun saat terjadinya wabah banyak umatnya yang terkena dampak
Demikianlah sekilas kebijakan Khalifah Umar yang mampu menyelesaikan permasalahan wabah dengan efektif dan tuntas. Kesuksesan Khalifah Umar bukan semata karena pribadinya yang agung, namun juga dibarengi dengan sistem yang berfokus pada kemaslahatan umat, yaitu sistem pemerintahan khilafah.

Negara kapitalisme-demokrasi terbukti gagal melahirkan sosok pemimpin seperti Umar bin Khaththab. Rezim yang abai dan sewenang-wenang dalam menetapkan kebijakan, akan selalu ada dalam sistem fasad ini. Maka dari itu mari buang kapitalisme-demokrasi dan jadikan Islam sebagai sistem yang menaungi negeri ini secara keseluruhan, agar terlahir sosok para pemimpin seperti Khalifah Umar bin Khaththab. Wallahu ‘alam bi ash-shawab
https://news.detik.com/berita/d-4991485/kapan-sebenarnya-corona-pertama-kali-masuk-ri

[Buletin Kaffah] Cara Islam Mengatasi Wabah Penyakit Menular


https://news.detik.com/berita/d-4954122/data-corona-terkait-indonesia-26-maret-2020-pukul-1600-wib/1

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *