Nestapa Rakyat Kala Pemerintah Abai

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Zakiyya (Ibu Rumah tangga dan pegiat dakwah)

Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Peribahasa ini memiliki makna susah dan senang dirasakan bersama. Perasaan ini mesti kita munculkan ketika saat ini banyak saudara-saudara kita ternyata tengah kesulitan menghidupi keluarganya. Terutama kala pandemik ini masih menyelimuti bumi.
Peribahasa di atas seolah menggambarkan kondisi saat ini yang terjadi di tengah masyarakat. Seperti dilansir oleh Inilahkoran.com (05/05/2020), Gerakan Sabilulungan Berbagi Nasi (Sabernas) di tengah kondisi mewabahnya pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) menjadi salah satu upaya dari Tim Penggerak (TP) Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kabupaten Bandung dalam membantu masyarakat yang terkena dampak pandemi.

Gerakan berbagi nasi ini, ditujukan untuk para petugas dan warga yang terdampak oleh pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Parsial yang mencakup wilayah Kecamatan Cileunyi, Cilengkrang, Cimenyan, Bojongsoang, Margahayu, Margaasih dan Kecamatan Dayeuhkolot.

PSBB ini sendiri, diberlakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung sebagai salah satu upaya untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di wilayah Kabupaten Bandung. “Kami berharap dengan Sabernas ini, dapat membantu meringankan ekonomi masyarakat, khususnya warga terdampak dari PSBB. Jangan sampai ada yang kelaparan, ungkap Teh Nia, sapaan akrab istri Bupati Bandung Dadang Naser ini.

Masa pandemik Covid-19 ini masih saja bergulir dan entah sampai kapan berakhir. Tentu saja banyak keresahan yang dirasakan masyarakat. Kali ini bukan saja karena takut terkena penyakit tersebut, namun juga karena kesulitan memenuhi kebutuhan primer seperti pangan. Kebijakan pemerintah mulai dari darurat sipil hingga PSBB guna memutus rantai penyebaran virus ini mulai dirasa sulit bagi masyarakat. Apalagi pemerintah tidak memberi bantuan yang memadai selama kebijakan tersebut diberlakukan.

Maka dari itu, rasa empati terhadap sesama yang dirasakan oleh beberapa elemen masyarakat mendorong mereka untuk membuat program bantuan seperti fakta yang terurai di atas. Rasa empati atau solidaritas antar sesama manusia terutama kepada mereka yang terdampak paling parah memang harus ditumbuhkan dan terus dipupuk apalagi saat suasana wabah seperti sekarang. Bukan saja karena yang membutuhkan merasa terbantu tapi juga tentunya akan mendatangkan pahala bagi umat Islam yang melakukannya.

Namun sejatinya, semestinya pemerintahlah yang seharusnya berada pada garda terdepan memberikan bantuan kepada rakyatnya yang terdampak akibat Covid-19 atau kebijakan yang mereka berlakukan.

Bukannya malah mendorong masyarakat saling menjamin. Demikian tampak pemerintah seolah kian berlepas tangan akan penderitaan rakyatnya. Memang pemerintah memberikan bantuan-bantuan sosial kepada masyarakat sebagai wujud “perhatian” mereka. Namun apakah semua itu cukup? Sementara bukan hanya santunan berupa materi saja yang diperlukan masyarakat. Belum lagi santunan tersebut tidak sampai menjangkau seluruh rakyat, dengan besaran yang sangat jauh dari kata cukup. Pemerintah merasa cukup dengan hanya memberikan santunan seperti itu. Padahal banyak sekali yang saat ini diperlukan masyarakat mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan dan juga keamanan. Adanya solidaritas masyarakat saling bahu membahu membantu masyarakat lain memungkinkan pemerintah merasa tenang dan berlepas tangan akan kemaslahatan rakyat. Pun masyarakat yang mengadakan program solidaritas tidak terlena, mencukupkan diri membantu sesama tanpa berusaha beramar makruf kepada pemerintah (muhasabah lil hukam). Karena pemerintah saat ini menganut paham kapitalis-sekuler yang lebih mementingkan keuntungan diri dan kroninya daripada rakyat. Selama tidak memberikan keuntungan secara materi, maka hal tersebut bukan sesuatu yang utama untuk diperhatikan. Itulah watak penganut paham kapitalis-sekuler yang kini diadopsi negeri ini.

Dalam Islam, saling tolong menolong antar sesama adalah kewajiban. Seperti sabda Rasulullah saw:

”Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Terwujudnya ukhuwah Islamiyyah adalah dambaan setiap muslim. Namun hal itu tak akan bisa terwujud tanpa peran pemerintah. Jika pemerintah mau menerapkan syariah Islam secara kaffah, tentunya kehidupan akan aman tenteram, ukhuwah Islamiyyah pun akan terwujud sempurna di muka bumi ini.
Wabah seperti ini juga pernah terjadi pada zaman Rasulullah saw. Dan pada saat itu teknologi dan ilmu kesehatan belum berkembang seperti sekarang . Maka pada saat itu Rasulullah memberlakukan Isolasi atau lockdown, saat terjadi wabah penyakit menular di sebuah wilayah. Hal ini bertujuan untuk mengurangi potensi penularan penyakit. Seperti dalam sabdanya:

“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)

Hadits tersebut menjelaskan bahwa jika sedang terjadi wabah di lokasi tinggal, kita tidak boleh keluar dari wilayah wabah, sebab akan berpotensi menulari wilayah selainnya. Pun sebaliknya, apabila ada daerah, atau seseorang yang terkena wabah, lebih baik kita menjaga jarak tubuh dari infeksi penyakit, agar tidak langsung tertular atau menularkan. Situasi lockdown zaman nabi, juga diterapkan oleh Umar bin Khattab ketika mengunjungi Syam. Cerita ini dikisahkan dalam buku Biografi Umar bin Khattab karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash Shalabi. Pada tahun 18 Hijriyah, suatu hari Umar bin Khattab bersama sabahat-sahabatnya, melakukan perjalanan menuju Syam. Sebelum memasuki Syam, di perbatasan mereka mendengar sebuah kabar tentang wabah penyakit kulit yang menjangkiti wilayah tersebut.

Beberapa waktu kemudian, Gubernur Syam, Abu Ubaidah bin Al Jarrah, datang menemui rombongan Umar di perbatasan. Terjadi percakapan di antara para sahabat dengan Umar. Akhirnya mereka bersepakat untuk mengikuti Hadits Nabi, untuk tidak masuk ke daerah Syam yang sedang mengalami wabah, dan kembali pulang ke Madinah.

Kemudian Syam diberlakukan lockdown. Setiap beberapa waktu sekali, Abu Ubaidah mengabarkan situasi kondisi yang terjadi di Syam, kepada Umar bin Khattab. Satu persatu sahabat Umar meninggal saat wabah, hingga tercatat sekitar 20 ribu orang yang wafat karena wabah. Jumlahnya hampir separuh dari penduduk Syam, termasuk di dalamnya ada Abu Ubaidah. Posisi Gubernur kemudian digantikan oleh Amr bin Ash, Sahabat Umar. Amr bin Ash memerintahkan kepada penduduk Syam untuk saling berjaga jarak, agar tidak tidak saling menularkan penyakit, dan berpencar dengan menempatkan diri di gunung-gunung. Penularan penyakit kusta pun dapat diredam, dan Syam kembali normal
Periayahan Khalifah ketika masa lockdown pun begitu diperhatikan yaitu 1. Khalifah Umar memberi contoh terbaik dengan cara berhemat dan bergaya hidup sederhana, bahkan lebih kekurangan dari masyarakatnya. 2.Khalifah Umar ra. langsung memerintahkan untuk membuat posko-posko bantuan. 3.Musibah yang melanda, juga membuat Khalifah semakin mendekatkan diri kepada Allah, meminta pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala Pemilik alam seisinya. 4.Kepada rakyatnya yang datang karena membutuhkan makanan, segera dipenuhi. Yang tidak dapat mendatangi Khalifah, bahan makanan diantar ke rumahnya, beberapa bulan sepanjang masa musibah. 5.Tatkala menghadapi situasi sulit, Khalifah Umar bin Khaththab meminta bantuan ke wilayah atau daerah bagian Kekhilafahan Islam yang kaya dan mampu memberi bantuan.

Kesempurnaan aturan Islam yang bersumber dari Al-Qur:an dan Sunah dalam mengatur politik dan ekonomi negara, membuat Khalifah tidak gamang dalam mengambil keputusan.

Keunggulan sistem keuangan negara baitulmal tidak diragukan lagi dalam menyediakan pembiayaan negara. Begitu pula keunggulan sistem politik Khilafah. Dengan kewenangan penuh Khalifah kala mengambil keputusan, terbukti efektif dan efisien menyelesaikan persoalan di masyarakat. Terutama dalam situasi extraordinary (kejadian luar biasa).

Memang hanya Islamlah agama yang memiliki solusi atas segala permasalahan hidup manusia. Karena segala solusi tersebut berasal dari Allah Swt. yang Maha Tahu dan Maha Pengatur. Maka janganlah ragu untuk menjadikan Islam sebagai poros hidup karena keberkahan hidup pasti akan kita raih dan hidup akan terasa tenang dan tenteram.

Nestapa rakyat yang saat ini tengah dirasakan, tidak mungkin ada jika pengurusan umat baik kala wabah atau kala normal mengikuti arahan Islam kafah di bawah naungan Daulah Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah.
Wallahu alam bi ash-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *