Nestapa Pengungsi Rohingya, Di Manakah Peran Negara?
Oleh Lies Nurjanah
Pendidik Generasi
Tirto.id-16 November 2023, Koordinator Kontras Aceh Azharul Husna mengatakan, imigran etnis Rohingya berdatangan di kawasan Kabupaten Pidie dan Bireuen Aceh sejak tanggal 14 November 2023 mereka datang melalui jalur laut menggunakan kapal.
Azharul menyebut jumlah imigran Rohingya sebanyak 346 yang berada di Pidie dan 249 lainnya di Bireuen, warga sekitar telah membantu para imigran Rohingya yang hendak mengungsi. Namun, setelah diberi bantuan para pengungsi kemudian diminta kembali ke kapal mereka.
Saat ini masih tersisa 4 orang yang berada di darat dan berkomunikasi dengan pihak otoritas pemerintahan yang tiba di lokasi, kata Azharul Husna dalam keterangan tertulis pada Kamis (16/11/2023).
Azharul meminta agar pemerintah memberikan pertolongan kepada pengungsi sehingga tidak terombang ambing di atas kapal, dia berharap Kementrian Luar Negri dapat bekerja sama dengan PBB mengentaskan isu imigran Rohingya. Ketika pemerintah diam saja membiarkan persoalan ini berlarut-larut, sehingga terjadi penolakan, dan ini sangat di sayangkan.
Menanggapi hal ini, Juru bicara Kementrian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, menyampaikan bahwa Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi Rohingya berdasarkan pada aturan konvensi 1951, dan Indonesia tidak merafikasi. Karena itu Indonesia tidak memiliki kapasitas untuk menampung pengungsi apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut, kata Iqbal.
Masalah pengungsi Rohingya masih menjadi polemik hingga saat ini. Banyak pihak menolak memberikan suaka kepada mereka, disisi lain mereka adalah saudara sesama muslim yang wajib diberi bantuan dan dilindungi.
Negara saat ini masih tidak mampu meriayah (nengurusi) muslim Rohingya untuk mereka hidup secara layak, dan juga negara tidak berperan untuk mendamaikan konflik antara warga lokal dan pengungsi secara adil sehingga terjadi gesekan dan penolakan. Persoalan lain mereka tidak memiliki status kewarganegaraan dan berisiko menjadi korban TPPO.
Dalam hal ini negara masih hitung-hitungan perihal ekonomi sebab sudah terbayangkan besar nya anggaran yang harus di keluarkan untuk membiayai dan membantu muslim Rohingya. Pada saat ini, negara berlepas tangan untuk meriayah warga nya sendiri, apalagi harus mengurus para pengungsi. Dan sikap yang sama juga diambil oleh seluruh negara-negara muslim di dunia.
Muslim Rohingya telah dijajah oleh pemerintahnya Myanmar selama berpuluh-puluh tahun, di mana mereka mengalami genosida, baik oleh Junte Militer maupun oleh pemerintah pro demokrasi.
Belenggu nasionalisme menjadikan negeri-negeri muslim tidak mau menolong saudaranya sesama muslim, dan tidak mampu memberikan solusi tuntas. Masalah ini seharusnya merupakan urusan negara, bukan urusan masyarakat maupun individu. Kaum muslim wajib memutus belenggu ini dari diri mereka dan kembali pada asas Islam dalam memandang permasalahan muslim Rohingya.
Islam merupakan solusi yang akan menyelesaikan permasalah ini, jika negara menjadi kan Islam sebagai pengaturan dalam segala aspek kehidupan. Negara akan mampu memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada muslim Rohingya tak terkecuali muslim yang lain yang tidak akan membedakan etnis dan budaya manapun, karena kita sesungguhnya kita saudara seakidah.
Negara akan mengatur dan mencegah terjadinya konflik sehingga penduduk lokal dan pengungsi tidak akan terjadi pergesekan maupun perselisihan, karena negara akan mendamaikan diantara kedua nya,dan akan menghilangkan sekat-sekat etnis yang ada.
Negara pun akan meriayah (mengurusi) kepada para pengungsi dan mencukupi segala kebutuhannya, baik sandang, pangan maupun papan, kepada mereka serta memberikan lapangan pekerjaan bagi para lelaki sehingga mereka bisa menafkahi diri dan keluarganya, dan negara pun akan melayani kebutuhan kesehatan, pendidikan, jaminan keamanan dan perhatian termasuk kewarganegaraan sehingga mereka akan mendapatkan kehidupan yang sejahtera. Itulah jika negeri ini menerapkan Islam secara kaffah sebagai aturan kehidupan dan bernegara dalam aturan yang sempuran dalam naungan Khilafah Islamiyah.
Wallahualam bissawab