Negeri Korporatokrasi Mengancam Hati Nurani

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Eni Cahyani (Pendidik Generasi)

Peristiwa yang mengiris hati kembali terjadi di negeri ini. Seorang ibu berinisial MT tega membunuh ketiga anak kandungnya yang masih kecil di Nias Utara pada 9 Desember 2020. Peristiwa ini dilakukan pada saat sang ayah sedang mencoblos ke TPS. Selesai membunuh, wanita tersebut beberapa kali sempat melakukan percobaan bunuh diri namun berhasil digagalkan. Hingga pada akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada 13 Desember 2020 di Rumah Sakit Gunung Sitoli Sumatra Utara, karena tidak mau makan dan setiap diberi makan ia selalu muntah-muntah. Mirisnya motif pembunuhan itu terjadi akibat stres himpitan ekonomi yang melanda keluarganya. (viva.co.id, 13/12/2020)

Di tempat yang berbeda, seorang ibu warga Jakarta Pusat tega menganiaya anak perempuannya hingga tewas pada 26 Agustus lalu, gara-gara si anak tak mengerti saat belajar daring. Menurut Kasad Reskrim Lebak AKP. David Adhi Kusuma mengatakan, “Ibu korban melakukan penganiayaan karena putrnya sulit memahami pembelajaran saat daring. (kompas, 15/9/2020)

Fakta pembunuhan ibu terhadap 3 anaknya karena kemiskinan dan ibu yang stres menghadapi pembelajaran jarak jauh, semakin menambah deretan fakta kerusakan hidup yang diakibatkan penerapan sistem yang rusak di negeri ini. Sebab kemiskinan yang menimpa keluarga ini bukanlah kemiskinan yang bersifat kultural yaitu yang diakibatkan karena kemalasan rakyat, tapi ini adalah kemiskinan yang bersifat struktural yaitu kemiskinan yang muncul karena ketidakmampuan sistem atau pemerintah dalam menyediakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja dan memperoleh kesejahteraannya.

Inilah akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang membuat kekayaan alam milik rakyat tidak dapat dinikmati oleh rakyat, tetapi melayang dengan mudah ke tangan para korporasi. Kemiskinan struktural adalah penyakit bawaan dari sistem kapitalisme yang mendewakan kebebasan atas individu untuk memiliki sesuatu. Dalam sistem ini tidak masalah jika individu menguasai tambang emas, migas, dan sumber daya alam lainnya yang jumlahnya melimpah ruah. Privatisasi swasta atas sumber daya alam ini berakibat sumber kekayaan yang dimiliki negara tidak didistribusikan secara adil kepada rakyat. Keuntungan besar justru mengalir ke tangan para korporat, sementara negara minim pemasukan. Minimnya pemasukan berakibat negara tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan dan papan baik diberikan secara langsung maupun tidak langsung. Negara juga gagal memenuhi kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan serta infrastruktur yang mendukung. Akibatnya rakyat kesulitan memperoleh pendidikan dan kesehatan yang layak dan berkualitas. Kemiskinan dan kesenjangan semakin tinggi, kehidupan si lemah semakin sulit dan terhimpit. Sebaliknya, si kaya hidup dengan bergelimang harta.

Selain itu, sistem politik demokrasi yang diterapkan di negeri ini juga semakin mempermudah melayangnya SDA ke tangan swasta. Sistem demokrasi rusak ini melahirkan penguasa pelayan korporat bukan pelayan rakyat, sebab naiknya mereka ke kursi kekuasaan tidak terlepas dari peran para korporat yang mendanai mereka saat pemilu. Akhirnya saat menjabat, mereka hanya membuat peraturan dan perundang-undangan yang sejalan dengan kehendak korporat dan membuka keran besar kepada para korporasi untuk membisniskan SDA milik rakyat.

Jadilah negeri ini sebagai model negara korporatoktrasi yakni sebuah sistem negara yang menyerahkan seluruh kebutuhan rakyat kepada pihak swasta. Negara hanyalah sebatas regulator saja yang mengatur hubungan masyarakat dengan pihak swasta. Padahal pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar merupakan asas kesejahteraan individu-individu rakyat yang seharusnya diurusi dan dijamin oleh negara.

Namun yang terjadi saat ini pemerintah justru mengontrakkan semuanya kepada swasta. Hasilnya karena swasta adalah lembaga profit, akhirnya kebutuhan rakyat pun dihitung berdasarkan hitung-hitungan materi, terlebih lagi di tengah pandemi yang menghantam ekonomi. Bantuan pemerintah yang diharapkan justru sangat minim dan tak cukup untuk kebutuhan hidup.

Sistem yang lahir dari pemisahan agama dengan kehidupan ini telah melenyapkan hukum Allah Swt. sebagai aturan kehidupan. Halal-haram tak pernah jadi standar dalam membuat aturan. Maka tak heran jika banyak melahirkan perundang-undangan yang menyengsarakan dan tidak berpihak pada rakyat.

Walaupun negeri ini baru saja menggelar sistem demokrasi melalui pilkada dengan harapan adanya perubahan pemimpin ke arah yang lebih baik. Namun faktanya sudah sekian kali pemimpin berganti, hidup rakyat semakin sempit, kemiskinan dan kesenjangan pun kian tinggi.

Dengan melihat kasus pembunuhan yang dilakukan oleh kedua orang ibu yang menewaskan anak kandungnya sendiri, dengan motif sulitnya kemiskinan dan pembelajaran daring di atas, semua itu tidak akan terjadi jika urusan rakyat diatur oleh Islam. Mengapa? karena Islam diturunkan bukan hanya sebagai agama ritual semata melainkan agama ideologis yang mengatur seluruh kehidupan manusia, termasuk didalamya aturan pemenuhan kebutuhan dasar setiap rakyat dan menjamin kebutuhan pendidikan.

Adapun aturan tersebut akan terealisasi jika aturan-aturan Islam secara praktis diterapkan oleh sebuah institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah (sempurna). Secara syar’i, negara yang menerapkan aturan Islam hadir sebagai periayah umat atau pengurus kebutuhan umat, karena pemimpin yang menerapkan syari’at Islam menyadari bahwa setiap kepemimpinannya akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah Swt.

Pemimpin atau negara bertanggung jawab dan wajib untuk menjamin kebutuhan pokok maupun dasar bagi rakyatnya. Adapun mekanisme sistem Islam untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya yang meliputi sandang, pangan dan papan adalah dengan cara pemenuhan tidak langsung yaitu dengan membuka lapangan pekerjaan serta kesempatan bekerja seluas-luasnya bagi para laki-laki dewasa yang mampu bekerja untuk mencari nafkah istri, anak-anaknya dan siapa saja yang berada dalam tanggungannya. Lapangan pekerjaan dalam sebuah negara yang menerapkan syariat Islam sangat terbuka luas, karena negara memiliki kedaulatan penuh tanpa intervensi asing untuk mengelola kekayaan alam secara mandiri. Tentu pengelolaan SDA ini akan membuka lapangan pekerjaan yang luas, sebab membutuhkan tenaga kerja yang ahli dan terampil. Namun untuk pemenuhan kebutuhan publik seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan negara akan memenuhinya dengan langsung menanggung secara mutlak pemenuhannya.

Dalam negara Islam, tidak akan ditemukan masyarakat yang kesulitan menjangkau akses kesehatan, pendidikan maupun keamanan. Mereka akan lebih mudah mendapatkan pelayanan publik dengan harga terjangkau bahkan gratis, dan bisa dirasakan oleh semua kalangan.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *