Natuna di caplok Negeri Tirai Bambu

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Sri Mulyati (Mahasiswi dan Member AMK)

Natuna adalah adalah salah satu pulau yang sedang hangat di perbincangkan akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Natuna, Sleman Bunguran, Provinsi Kepulauan Riau ini, memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang luar biasa. Mulai dari perikanan laut Natuna mencapai lebih dari 1 juta ton per tahun. Natuna pun memiliki ladang gas D-Alpha yang letaknya 225 km disebelah utara pulau Natuna (di ZEEI) dengan total cadangan 222 trilion cubic feet (TCT) dan gas Hidrokarbon bisa di dapat sebesar 46 Tcr, yang merupakan salah satu terbesar di Asia. Selain itu, objek wisata yang memanjakan mata yang sungguh indah ketika memandang pulau ini. Membuat mata enggan berpaling saat melihatnya.( Brilio.net.)

Kondisi ini yang mampu memalingkan negara tirai bambu mulai melirik dan jatuh hati ketika melihat pulau tersebut . Cina mengklaim bahwa Natuna masuk kedalam wilayah perairannya. Dasarnya adalah menjadikan sembilan garis putus-putus (nine dash line/ NDL). Padahal NDL adalah garis yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalai konvensi hukum laut dibawah PBB atau United Nation Convention (UNCLOS). Pada tahun 1982 UNCLOS memutuskan perairan Natuna adalah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). China juga merupakan anggota UNCLOS, tetapi negara itu tidak mengakui ZEE di laut Cina. Hal ini menimbulkan sikap arogansi Cina terhadap Indonesia.

Namun ironisnya, Indonesia bersikap lembek menangani kasus ini. menganggap bahwa orang-orang Cina sudah ribuan tahun berlayar di perairan Natuna. Persoalan ini tidak ditanggapi dengan serius. Hal ini bisa kita lihat dari pernyataan sikap dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bahwa Cina adalah negara sahabat. “Ya, saya kira kita selesaikan dengan baik. Bagaimana pun Cina adalah negara sahabat,” Ujar Prabowo di kantor kemenko kemaritiman dan Investasi, Jum’at (03/01/2020). CNBCIndonesia.com.

Dengan demikian, hal apakah yang sesungguhnya terjadi yang menjadikan pemerintah bersikap lembut ?
Padahal, Cina mengganggu kedaulatan perairan Indonesia.

Faktor-fakor yang Membuat Pemerintah Indonesia Bersikap Lembek

Usut punya usut salah satu faktornya adalah lilitan hutang yang kian menggunung. Cina merupakan pemberi utang untuk Indonesia peringkat ke 4 yakni sebesar 17.75 Miliyar dolar AS atau setara dengan Rp. 274 Triliun. Investasi Cina mencapai 3,3 Miliyar dolar AS sepanjang Januari-September 2019 berdasarkan catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Kompas.com

Hal inilah yang membuat Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar masalah Cina karena laut Natuna tidak perlu dibesar-besarkan malah Indonesia justru berintropeksi diri. “ Sebenarnya tidak usah dibesar-besarinlah. Kalau soal kehadiran kapal itu, sebenanya kan kita juga kekurangan kemampuan kapal untuk melakukan patroli di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) kita itu.” Kata Luhut pada hari Jum’at (03/01/2020) di kantornya. CBNIndonesia.

Sumber Daya Alam (SDA) melimpah hanya bayangan

Negeri yang kaya raya akan sumber daya alam dengan berbagai potensi yang luar biasa dan seharusnya di miliki negeri ini. Rakyat sudah sepantasnya merasakan manfaat dan kesejahteraan hanyalah sebuah bayangan. Sumber daya alam yang telah di caplok oleh negeri” Tirai Bambu” melalui kapal-kapal yang begitu megah bebas berlalu lalang di perairan Natuna. Kita hanya bisa menggigit jari menyaksikannya. Semua ini akibat korporasi dalam sistem Demokrasi mencengkram dengan cara memberikan pinjaman dan investor asing berbasis riba.

Padahal, ini jelas-jelas di haramkan dalam Islam. Firman Allah Swt menyatakan:

ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِي يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَنۡ عَادَ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS.Al-Baqarah [2]: 275).

Islam pun sesungguhnya mengatur sumber daya alam milik umat yang dikelola oleh negara. Kemudian, hasilnya diberikan kepada umat untuk mensejahterakan rakyatnya. Asing tidak diberikan kesempatan sedikitpun untuk mengambil sumber daya alam (SDA) dengan tegas.
Hanya saja sikap tegas terhadap orang-orang kafir yang berusaha untuk mencengkram negeri-negeri muslim hanya ada di negara yang memiliki kekuatan ideologi sebagai pijakannya. Ideologi yang hanya menjadikan nilai-nilai dan aturan-aturan Sang Pencipta sebagai landasannya. Bukan asas kepentingan dan manfaat belaka. Selain itu juga dapat membahayakan rakyat banyak.

Negara ini adalah negara yang menerapkan aturan Islam secara Kaffah (menyeluruh) yang mampu mengusir kapal-kapal dan bertindak tegas melalui tentaranya. Pada akhirnya kedaulatan akan tercipta sebagaimana semestinya.
Wawallahu a’llam bishawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *