Oleh: Rut Sri Wahyuningsih (Muslimah Penulis Sidoarjo)
Natuna akhir tahun 2019 lalu tiba-tiba memanas. Berakibat hubungan RI dan China kian panas karena kapal coast guard dari China masuk ke dalam teritori laut Indonesia di Natuna tanpa izin. Tak terima, Indonesia pun menyatakan apa yang dilakukan China adalah pelanggaran.
Sebagaimana kita tahu, negara China adalah negara kapitalis yang diprediksi banyak pihak akan menjadi negara adidaya bayangan Amerika. Ideologi Sosialisme yang sudah bermutualisme simbiosis dengan kapitalisme telah menjadikan China banyak menguasai ( baca=menjajah) wilayah-wilayah yang lemah ekonomi maupun politiknya.
Lantas mengapa Indonesia? belum cukupkah selama ini China membanjiri Indonesia dengan produk-produk home industri mereka dan juga pemaksaan hutang kepada Indonesia? jawabnya tidak, sifat kapitalisme sungguh rakus tak pernah puas hanya dengan satu atau dua sumber penghasilan bagi pundi-pundi emas mereka.
Terlebih ternyata laut Natuna menyimpan beragam potensi hasil laut, mulau dari cumi-cumi, lobster, kepiting, hingga rajungan. Plt. Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan Aryo Hanggono mengungkapkan bahwa cumi-cumi menjadi komoditas laut dengan potensi hasil paling banyak. Setidaknya ada 23.499 ton potensi cumi-cumi per tahun di Natuna.
“Natuna ya, di sana ada cumi-cumi, lobster, kepiting, hingga rajungan. Di datanya itu, potensi per tahunnya lobster ada 1.421 ton, kepiting, 2.318 ton, rajungan 9.711 ton, cumi-cumi paling banyak nih, dia ada 23.499 ton per tahun,” papar Aryo.
Sedangkan untuk komoditas perikanan tangkap potensial Kabupaten Natuna terbagi dalam dua kategori, yaitu ikan pelagis dan ikan demersal. Potensi ikan pelagis Kabupaten Natuna mencapai 327.976 ton/tahun, dengan jumlah tangkapan yang dibolehkan sebesar 262.380,8 ton/tahun (80% dari potensi lestari).
Pada tahun 2014, tingkat pemanfaatan ikan pelagis hanya mencapai 99.037 atau 37.8% dari total jumlah tangkapan yang dibolehkan. Selebihnya yaitu sebesar 163.343,8 ton/tahun (62.25%) belum dimanfaatkan (detik.com,5/1/2020).
Maka masuk diakal jika China berambisi menguasainya. Belum kemudian dengan cadangan gas dan minyak buminya. Sungguh Allah Maha bijaksana dengan menganugerahkan negeri-negeri kaum Muslim sumber daya alam yang berlimpah yang tak dimiliki oleh negara kafir.
Itu artinya, Allah memang menjadikan kaum muslim sebagai Khalifah di muka bumi ini guna mengaturnya penggunaannya dengan syariat. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan (ingatlah) tatkala Rabbmu berkata kepada malaikat , ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah’. Berkata mereka, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau?’. Dia berkata, ‘Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS. Al Baqarah : 30).
Jelas Allah hanya menyerahkan pengaturan seluruh sumber daya alam di muka bumi ini dengan oleh manusia yang percaya dan takwa kepada Allah SWT saja, siapa, ya kaum Muslim itu sendiri.
Maka umat harus mengkritisi sikap lunak penguasa terutama statemen prabowo dan Luhut Binsar Panjaitan yang masih saja menganggap China sebagai sahabat sehingga hanya perlu media diplomasi. Padahal China sudah diambang pelanggaran kedaulatan negara.
ASEAN demikian pula PBB telah menetapkan garis-garis zona antar negara China mengangkangi begitu saja jelas tak bisa dibiarkan. Apakah karena Indonesia sudah jatuh dalam jebakan utang sehingga tega menggadai kedaulatan negara. Dalam pandangan Islam terhadap posisi negara asing apalagi muhariban fi’lan sangatlah jelas.
Kafir muhariban fi’lan adalah negara atau bangsa yang jelas-jelas memerangi kaum Muslim. Bagaimana tindakan China terhadap saudara Muslim kita di Uighur telah menjadi bukti nyata bagaimana bencinya China sekaligus upayanya melenyapkan intetitas MuslIm sangatlah masiv.
Maka kita tidak bisa bersikap kendor bahkan manis. Namun harus bersiaga dan mulai menyusun strategi bagaimana menghadapinya. Sekaligus mmmembongkar kepentingan cina di natuna, karena potensi minyak dan kekayaan hasil laut, juga posisi strategisnya di jalur internasional sebagai titik temu kawasan.
Jangan sampai urusan Natuna ini juga dieksploitasi segelintir kalangan untuk kepentingan mereka. Apalagi jika ujungnya hanya bagi-bagi proyek dengan dalih menjaga kedaulatan negara. Atau, malah untuk berdagang senjata yang komisinya besar.
Maka tak lain bagi kita adalah mengadakan perjuangan perubahan yang signifikan, tak hanya sebagian tapi menyeluruh. Dengan mengubah sistem yang hari ini digunakan untuk mengatur bagaimana cara berbangsa dan bernegara. Sebab cara pengaturan masyarakat yang kurang inilah yang menjadikan masyarakat tak sejahtera dan sekaligus mampu mengusir penjajah dari negeri tercinta ini. Wallahu a’ lam bish-showab