Oleh Aisyah Yusuf (Pendidik Generasi dan Aktivis Dakwah Subang)
Jauh-jauh hari pemerintah melalui departemen pendidikan berwacana untuk melakukan sekolah tatap muka pada tahun ajaran baru 2021/2022.
Namun sayang, wacana tersebut hanya isapan jempol belaka. Sebab ditengah gencarnya pihak sekolah untuk mempersiapkan itu semua (Sekolah tatap muka), Covid -19 pun kembali melonjak.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta. Purwanto menuturkan “Pada pertengahan Juli nanti pihaknya telah menyiapkan rencana pemberlakuan PTM (pembelajaran tatap muka) secara bertahap di sejumlah sekolah. Namun, melihat gelagat penyebaran Covid-19 yang masih tinggi, pihaknya tak ingin mengambil risiko”. “Dengan kasus Covid-19 seperti saat ini, kemungkinan besar PTM tidak jadi diterapkan”.(Bisnis.com 21/6/2021).
Sebenarnya banyak diantara para orang tua, siswa maupun para guru atau pihak sekolah yang berharap pembelajaran tatap muka (PTM) dilaksanakan. Sebab dengan sistem pembelajaran daring banyak diantara mereka yang mengeluh karena ketidak efektifan dalam belajar.
Yang seharusnya siswa mendapatkan penjelasan dari guru, ini hanya sekadar mengerjakan tugas-tugas saja.
Selain itu, permasalahan terkait kuota, sinyal dan wilayah yang sulit terjangkau sinyal, belum lagi masih banyak siswa yang tidak memiliki gadget, juga keterbatasan ilmu yang dimiliki para orang tua, sehingga siswa kesulitan untuk mengikuti pembelajaraan daring ini.
Wajar memang semua ini terjadi, karena seperti inilah negeri pengusung sekuler kapitalis yang lebih mengutamakan keuntungan para kapitalis daripada kesejahteraan rakyatnya, seolah-olah pemerintah menomor dua-kan urusan kesehatan dan pendidikan dibanding urusan infrastruktur.
Sebenarnya jauh sebelum wabah pun sistem pendidikan dalam sekuler hanya menghasilkan individu-individu yang berorentasi pada materi (untuk mencari kerja), suka tawuran, pemalas dan lain-lain, apalagi dalam kondisi daring seperti ini, dimana siswa jauh dari pembinaan dan pengawasan para pendidik, sehingga semakin kaburlah output yang dihasilkan para siswa.
Padahal maju mundurnya sebuah bangsa tergantung dari generasinya, sehingga dalam hal ini pemerintah seharusnya lebih optimal dalam menyelesaikan masalah ini.
Seandainya saja pemerintah sedari awal dengan benar mengatasi wabah ini, maka semua ini tidak akan berlarut-larut.
Semua permasalahan ini menuntut adanya sebuah sistem yang benar, yakni yang mengatur mekanisme pendidikan juga sistem kesehatan yang mumpuni disaat wabah melanda, dan semua itu hanya ada dalam Islam.
Islam sebagai sebuah Ideologi yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan dan terbukti selama 13 abad menguasai 2/3 dunia dan selama perjalanannya tersebut pernah mengalami wabah, namun kaum muslim tetap mampu bertahan.
Sebab tujuan dari penerapan syariat Islam adalah menjaga jiwa.
Sehingga ketika wabah terjadi, karantina atau isolasi menjadi solusi yang diambil, yang sesuai dengan sunnah Rosulullah Saw. pemerintah akan melakukan pengecekan secara cepat dan tepat wilayah mana saja yang harus dikarantina atau isolasi, dan itu merupakan solusi yang sesuai sunnah Nabi Saw.
Sehingga hanya wilayah yang terdampak wabah sajalah yang melakukan sekolah daring, dan untuk wilayah yang aman dari wabah bisa melaksanakan pembelajaran tatap muka.
Wallahu a’lam bishshawab.