Oleh : Anita Sya’ban (Lingkar Studi Muslimah Bali)
Rasanya baru kemarin kita dikejutkan oleh berita bahwa telah wafat, ulama kharismatik Syeikh Ali Jabber Allahuyarham. Beliau dikabarkan meninggal dunia, kamis (14/1/2020) di Rumah Sakit Yarsi, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. (Liputan6.com)
Selepas itu dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini, berurutan berita berpulangnya para guru, ulama dan asatidz baik dari dalam maupun luar negeri, kita dengar beritanya. Allah Ta’ala telah memanggil beliau sekalian pulang ke Rahmatullah.
Sejak awal tahun 2021, ulama-ulama yang wafat antara lain, Yarhamhumullah KH. Mahmudi Syukri, KH. Atabik Aly, KH. Tengku Zulkarnain, sampai Al Ustadz DR. Muhammad Azwar Kamaruddin Lc. MA dan daftar masih terus bertambah panjang.
Merupakan kerugian yang sangat besar jika kita kehilangan mutiara-mutiara tersebut. Allah angkat para “pemilik ilmu” satu persatu. Jika diibaratkan ketika hendak menghancurkan rumah maka yang akan kita selamatkan terlebih dulu, pastilah barang-barang berharga. Demikian pula ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala hendak menghancurkan dunia ini, maka Allah ambil “mutiara-mutiara”Nya.
Kehilangan ulama artinya kehilangan ilmu sedikit demi sedikit, karena beliau yang faqih sudah tak dapat lagi kita ambil ilmunya dari pengajaran beliau. Sesuatu yang patut kita khawatirkan. Karena termasuk pula sebagai pertanda semakin dekatnya hari akhir.
Mencetak satu ulama penuh perjuangan, bahkan butuh waktu yang tidak sebentar. Lantas bagaimana jika banyak ulama yang wafat, siapakah yang hendak menerangi jalan umat? Butuh berapa puluh tahun untuk menjadi sosok ulama panutan Umat?
Bagaimana kita dapat menjawab seluruh pertanyaan tersebut, terlebih dalam kondisi seperti saat ini. Semua berlomba-lomba untuk kesenangan duniawi semata. Tak peduli lagi duka nestapa yang sedang memayungi umat ini. Sungguh alam demokrasi ini sangat memilukan hati.
Tersebutlah Allahuyarham Al Ustadz DR. Muhammad Azwar Kamaruddin Lc. MA, beliau seorang yang cerdas, sedari usia dini. Beliau menghafalkan Al-Quran dalam waktu 15 bulan dan dalam kondisi yang kurang fit. Sejak usia beliau 12 tahun, beliau sudah meminta ijin kepada kedua orang tua beliau untuk mencari ilmu. Beliau menyelesaikan kuliah S1, S2 sampai S3 di Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir. Selama 27 tahun mencari ilmu, akhirnya pada tahun 2020 beliau kembali ke tanah air.
Disertasi beliau membahas tentang fiqih Imam Syafi’i dan perbandingan fiqih 7 madzhab. Sungguh, menyusun disertasi setebal itu bukanlah hal yang mudah. Bukan pula seperti menyusun kisah fiksi yang penuh emosinal. Disertasi adalah bentuk artikel ilmiah yang perlu pemikiran tingkat tinggi. Terlebih lagi ini membahas fikih imam besar, yakni Imam Syafi’i.
Sungguh seorang ulama yg berprestasi. Menurut Ustadz Felix Siauw, apapun yang disampaikan oleh Ustadz Muhammad Azwar adalah sari dari Al-Qur’an dan as-Sunnah. Akhlaknya begitu lembut, sejuk dan manis. MasyaAllah begitulah kisahnya sebutir mutiara yang kini telah hilang.
Maka kini, giliran kita berjuang untuk membentuk para pengganti ulama dengan mendidik generasi setelah kita dengan sebaik-baiknya dengan iman dan Islam kaffah. Agar kelak sebelum bumi ini Allah hancurkan, masih bisa kita lihat tegaknya kejayaan Islam.
Wallahu’alam bishowab