Mungkinkah Sekolah Ditengah Wabah?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Sri Purweni, S.P (Praktisi Pendidikan)

Pemerintah telah memilah beberapa wilayah dengan zonasi guna bisa memetakan penyebaran virus Corona atau Covid-29 di Indonesia, jadi pembukaan sekolah hanya untuk daerah hijau (Liputan 9, 30/5)

Jadwal tahun ajaran baru ini disampaikan oleh Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad menepis adanya permintaan pengunduran tahun ajaran baru 2020/2021 ke bulan Januari 2021(Banjarmasinpost.co.id, 28/5)

Kadisdikbud Provinsi Kalsel, HM Yusuf Effendi, bersepakat sistem pembelajaran dengan sistem daring belajar di rumah dilanjutkan, mulai 30 Mei 2020 hingga 14 hari kedepan. (Banjarmasinpost.co.id, 1/6)

Meskipun pemerintah mencoba membangkitkan geliat aktivitas masyarakat ditengah wabah dengan nama New Normal Life, namun langkah-langkah yang akan dilakukan masih terbata terutama di bidang pendidikan.

Sekolah yang berhubungan langsung dengan interaksi manusia tentunya sangat beresiko terhadap penularan Covid-19 ini. Termasuk ketidak- kepercayaan orang tua untuk melepas anaknya kembali ke sekolah.

Teramat susah untuk mempercayai anak-anak dapat melakukan protokol kesehatan yang dianjurkan, karena para orang dewasa saja susah mematuhi agar selalu menggunakan masker dan menjaga jarak. Bukankah ini merupakan suatu potensi akan terjadinya ledakan kasus Covid-19 untuk gelombang kedua?

Masihkah bersikeras mencoba-coba dengan nyawa anak-anak dimana pada merekalah letak harapan bangsa ini disandarkan sebagai generasi penerus cita-cita bangsa.

New Normal Life Yang Dipaksakan

Mengapa terlalu ngotot dengan trend global New Normal Life jika negara kita tidak siap mefasilitasi rakyatnya dengan semua sarana sanitasi yang diperlukan?

Apakah sebenarnya New Normal Life digulirkan hanya demi bergeraknya roda perekonomian yang mayoritas dikuasai para kapital yang takut merugi karena sudah bermodal besar? Lantas kemana perlindungan terhadap nyawa rakyat yang berharga, meski hanya nyawa satu orang. Sebab dalam Islam menyelamatkan nyawa seseorang sama halnya menyelamatkan nyawa orang sedunia. Membunuh seseorang tanpa alasan yang syar’i seperti membunuh orang sedunia.

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Sangat disayangkan, nyawa seorang muslim harus hilang untuk sesuatu yang sangat tidak jelas.

Sarana Yang Tak Mendukung

Andai pembangunan negara kita yang kaya dan gemah rifah loh jinawi ini sudah merata dengan jaringan internet yang sudah menyentuh pelosok desa, tentulah tak sulit jika belajar dengan jarak jauh menggunakan jaringan internet untuk saling berkomunikasi.

Tunjangan bagi seluruh pendidik yang sesuai dan layak hingga mereka memiliki kemampuan dalam mengajar secara online, tentunya masa pandemi tidak akan terlampau sulit untuk dilewati dengan belajar dari rumah (Learning From Home) hingga tak perlu mengorbankan safety yang harusnya dijaga dan lebih diutamakan guna menghindari korban yang menciptakan gelombang kedua, terutama mengaca dengan apa yang terjadi di negara lain yang gagal dalam menjalankan New Normal Life.

Seperti Korsel yang memasuki fase New Normal Life dan berupaya melonggarkan aturan jarak sosial, membuka kembali sekolah-sekolah malah menuai kasus-kasus baru sejumlah 11.344 positif Covid-19 dengan 269 kematian (Kompas TV, 28/5/2020)

Andai kebijakan yang dilaksanakan sesuai syariat Islam, dimana diawal wabah lockdown serentak (ada data akurat, pemetaan wilayah) maka tak akan susah dan perlu waktu lama mengusir Covid-19 dari bumi nusantara. Namun pertimbangan akan devisa dari sektor ekonomi dan pariwisata hingga pemerintah enggan melakukan lockdown, padahal jika ditimbang akan lebih baik mencegah daripada mengobati, dimana kegagalan pada korban Covid-19 lebih tinggi karena lebih banyak korban yang meninggal dibanding yang sembuh hingga memiliki herd imunity.

Jangan gadaikan safety di bidang pendidikan demi mengikuti trend global, karena New Normal Life membuat para orang tua cemas melepas buah hati ke bangku sekolah, mereka lebih merelakan terlambat satu tahun karena tidak mengijinkan anak untuk kembali sekolah daripada merelakan anaknya sang buah hati menjadi korban ganasnya virus Covid-19. Pilihan yang bijak membuat negara ini dapat selamatkan generasi penerusnya.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *