Mungkinkah Kuliah Bebas Biaya di Tengah Corona?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Fathimah al-Fihri (Aktivis Dakwah)

Ditengah pandemic ini, banyak dari kalangan mahasiswa yang meresahkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) nya, kemudian Kementeriaan Pendidikan dan Kebudayaan pun mengeluarkan keputusannya.

Tiga poin mengenai Uang Kuliah Tunggal (UKT). 1. Tidak ada kenaikan UKT selama masa pandemic Covid-19, dan UKT disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa. 2. Bagi orangtua mahasiswa yang terdampak Covid-19. Majelis Rektor PTN menyepakati ada empat skema keringanan pembayaran UKT: a) meminta penundaan pembayaran, b) menyicil pembayaran, c) mengajukan penurunan UKT pada level sesuai dengan kemampuan teraktual, d) mengajukan beasiswa jika memang orangtua bangkrut atau jatuh miskin. 3. Pemerintah hadir dengan menyediakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah sebesar 400.000. KIP Kuliah juga bisa diakses oleh mahasiswa yang orangtuanya terdampak pandemic Covid-19. (Sumber: KOMPAS.com, 5/6)

Puluhan mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) melakukan aksi demonstrasi menuntut penurunan uang kuliah tunggal (UKT) di tengah pandemic corona di Kampus UB, Jalan Veteran Kota Malang, Jawa Timur, Kamis 18 Juni 2020.

Dengan tetap memberlakukan protocol kesehatan Covid-19 mulai menerapkan jaga jarak, memakai masker, sampai membawa hand sanitizer. Namun hingga selesai mediasi tidak ada titik temu antara rektorat dengan mahasiswa. (Sumber: Okezone, 18/6)

Tak hanya mahasiswa UB yang menuntut keringanan UKT, namun juga mahasiswa lain seperti UIN Banten yang dilansir www.bantennews.co.id, 22/6. Presiden Mahasiswa (Presma) UIN Banten, Ade Riad Nurudin dalam orasinya, aksi ini di latarbelakangi karena keluhan dan keresahan yang di alami oleh Mahasiswa UIN Banten atas tidak adanya titik terang dari pimpinan kampus mengenai kebijakan yang di harapkan mahasiswa soal penggratisan atau pemotongan UKT semester depan.

Jakarta – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Gerakan Mahasiswa Jakarta Bersatu melakukan aksi unjuk rasa di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Mereka meminta adanya audiensi langsung bersama Menteri Pendidkan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim guna membahas aspirasi mereka terhadap dunia perguruan tinggi. Pantauan detikcom di Gerbang Utama Kemendikbud, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (22/6/2020) massa mulai meminta adanya audiensi bersama Nadiem. Mereka pun mulai membakar sebuah ban di lokasi. (Sumber: Detiknews, 22/6)

KOMPAS.com, (21/6) – Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menganggarakan Rp. 1 triliun untuk program Dana Bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Penerima Dana Bantuan UKT akan diutamakan dari mahasiswa perguruan tinggi swasta (PTS). “Dan juga kami mengalokasikan dana sebesar Rp. 1 triliun terutama PTS dan mahasiswa PTS untuk meringankan beban UKT mereka sehingga mereka masih bisa lulus, masih bisa melanjutkan sekolah mereka, dan tidak rentan drop out,” kata Menteri Pendidkan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem beberapa waktu lalu.

Berbagai kalangan mahasiswa yang menyampaikan protesnya atas minimnya perhatian Pemerintah kepada keadaan mahasiswa di tengah pandemi ini. Perkuliahan yang dilakukan secara online membuat mahasiswa harus merogoh kocek yang dalam untuk membeli kuota. Belum lagi keadaan orangtua yang tidak bekerja atau minimnya penghasilan membuat para orangtua semakin merasa tercekik dengan perekonomian saat ini.

Meski Kemendikbud sudah menetapkan adanya skema penurunan UKT, namun penurunan tersebut memiliki syarat-syarat khusus untuk mendapatkannya. Pendidikan sudah semestinya diterima oleh umat secara gratis dan berkualitas, dengan begitu umat seharusnya menuntut akan haknya kepada negara. Memaklumi kehadiran negara hanya berwujud penurunan UKT di masa pandemi sama saja membiarkan berlangsungnya pendidikan sekuler yang mengamputasi potensi generasi khoiru ummah.

Tidak adanya kritik terhadap kewajiban negara dalam menyediakan pendidikan gratis sama halnya dengan melestarikan tata kelola layanan masyarakat yang menyengsarakan karena lepasnya tanggung jawab penuh negara. berbeda dengan pendidikan dalam Islam yang sepenuhnya ditanggung oleh Negara melalui Baitul Maal. Sehingga semua masyarakat dapat mengenyam pendidikan setinggi mungkin tanpa perlu memikirkan biaya mahal yang harus ditanggungnya.

Biaya pendidikan yang berasal dari Baitul Mal akan dibelanjakan untuk 2 kepentingan. Pertama, untuk membayar gaji semua pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan seperti guru, dosen, karyawan, dan lain-lain. Kedua, untuk membiayai segala macam sarana dan prasarana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku, pegangan, dan sebagainya.

Pendidikan merupakan hajah asasiyah (kebutuhan dasar) yang harus dijamin oleh negara. Sebagaimana sabda Nabi SAW :

الاءمام راع ومسئول عن رعيته

“Imam itu adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Al-Bukhari).

Oleh karenanya negara wajib menjamin pendidikan secara gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyatnya. Imam Ibnu Hazm, dalam kitabnya, Al-Ihkam, menjelaskan bahwa kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana pendidikan, sistemnya dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat.

Ketika Islam diterapkan secara menyeluruh tentu saja rakyat tak perlu bingung dalam menjalankan kehidupannya, rakyat akan dipenuhi apa yang menjadi haknya. Termasuk dalam pendidikan, rakyat tak perlu lagi bingung dengan biaya mahal dalam pendidikan, sehingga rakyat berpeluang besar dalam mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, sehingga dapat fokus memperdalam ilmu dan pengetahuannya secara gratis.

Dengan diterapkannya Islam, rakyat juga dapat memenuhi kewajibannya dalam menuntut ilmu sebagaimana dalam Hadits Riwayat (HR) Ibnu Majah yang berbunyi “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” Dan derajat orang-orang yang berilmu juga akan tinggikan oleh Allah SWT sebagaimana dalam Surat Al-Mujadilah:11 yang berbunyi : “Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang telah diberi ilmu.” Namun fakta saat ini, banyak rakyat yang tidak bisa mengenyam pendidikan dan mendapatkan ilmu tinggi. Pendidikan gratis hanya ada ketika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah. Wallahu ‘alam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *