Oleh: Ratna Munjiah (Muslimah Ideologis)
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemhub) mengajak aplikasi Gojek untuk ikut terlibat dalam layanan transportasi tol laut. Gojek diajak kerja sama terkait Digitalisasi Pelayanan (Dilan) untuk mempermudah pemesanan kontainer dan berbagai muatan secara adil kepada shipper di daerah Terpencil, Tertinggal, Terluar dan Perbatasan (3TP).
“Platform digital ini diharapkan memberikan peluang yang lebih mudah karena masyarakat Indonesia yang sudah mulai terbiasa menggunakan aplikasi seperti Gojek untuk berbagi pemesanan transportasi,” ujar Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu Handoko, seperti ditulis Minggu (3/11/2019).
Kemhub melaksanakan evaluasi kuota muatan dan pengawasan disparitas harga barang bersama seluruh stakholder dan shipper atau consignee. Mengenai bentuk seperti apa aplikasi dan modul pelaksanaan program di Gojek, Wisnu mengatakan akan segera melakukan pertemuan dengan Gojek untuk dapat sesegera mungkin aplikasi pemesanan kontainer tol laut tersebut dapat terwujud. Keterlibatan Gojek pun diharapkan bisa menghentikan praktik monopoli yang terjadi pada transportasi tol laut.
Presiden Joko Widodo pun sudah memberi intsruksi agar isu monipoli dapat dituntaskan dan Wisnu berkata sudah berhasil mengidentifikasi celah monopoli yang terjadi di daerah Timur. ” Kami menindaklanjuti sesuai arahan Presiden melalui Menteri Perhubungan agar kita lebih menyoroti Maluku dan Papua, di mana Papua kita akan masuk lebih mendalam dan dengan aplikasi Gojek ini mudah-mudahan menjadi solusi yang andal untuk menghentikan monopoli yang terjadi,” dia menandaskan. (https://www.liputan6.com/bisnis/read/4101950/cegah-monopoli-pemerintah-ingin-gandeng-gojek-di-layanan-tol-laut)
Menarik untuk dibahas karena bisa dianggap baik bagi yang tidak paham, namun apakah memang tujuannya akan menghasilkan sebuah kebaikan bagi negara. Karena jika diteliti lebih lanjut, sejatinya pembangunan yang ada semakin menunjukkan buruknya pelayanan oleh rezim saat ini yang mana memiliki paradigma yang sekuler yaitu demokrasi kapitalistik. Yakni membangun negara berdasarkan kepentingan para kapitalis bukan membangun dengan tujuan untuk kepentingan rakyat banyak, sehingga tak mengherankan jika yang dihasilkan dari pembangunan model tersebut hanya memberikan penderitaan atau sengsara bagi rakyat.
Apabila kita amati dengan penerapan sistem kapitalis pembangunan infrastruktur berujung dan bertumpu pada investor swasta, sehingga pemerintah tidak hanya sibuk memikirkan berapa besar investasi yang diperlukan, dari mana asalnya tetapi juga harus berpikir keras bagaimana caranya mengembalikan investasi dari proyek tersebut.
Sistem ekonomi kapitalistik tidak menganggap bahwa pengadaan infrastruktur negara adalah bagian dari pelaksanaan akan kewajiban negara dalam melakukan pelayanan (ri’ayah) terhadap rakyatnya. Karenanya, sistem ekonomi kapitalistik ini bukan hanya sistem ekonomi yang salah, bahkan ini adalah sistem yang rusak.
Penerapan sistem kapitalis dalam mengatur urusan negara akan menggambarkan bahwa pemerintah telah menempatkan diri sebagai regulator semata, bukan pemberi solusi masalah masyarakat. Sehingga pengelolaan diserahkan pada mekanisme bisnis. Salah satu contonya yakni ketika presiden Joko Widodo mengeluhkan adanya swasta tertentu memonopoli ongkos, maka yang dituju adalah bagaimana mewacanakan masuknya swasta lain/asing agar bisa terjadi persaingan harga.
Monopoli sendiri merupakan suatu keadaan di mana pasar hanya terdapat satu perusahaan yang menguasai. Perusahaan tersebut menghasilkan barang yang tidak mempunyai barang pengganti (substitusi) yang dekat. Sehingga keuntungan yang diperoleh biasanya adalah keuntungan normal dan ini diperoleh karena terdapat hambatan yang sangat tangguh yang dihadapi perusahaan-perusahaan lain untuk memasuki pasar tersebut.
Dalam Islam praktek monopoli sangat dilarang karena bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Alasan pelarangan semua praktek monopoli dalam segala bentuknya yaitu, pihak yang mengendalikan monopoli akan mempunyai kekuasaan yang sangat besar untuk menaikkan harga dan mengendalikan suplai barang sesuka hatinya dan pada akhirnya akan menyengsarakan masyarakat. Dalam Islam sendiri monopoli diartikan sama dengan konsep ihtikar atau penimbunan. Sedangkan ihtikar digunakan untuk menyatakan hak istimewa untuk mengumpulkan serta menguasai komoditi kebutuhan dalam upaya memainkan kendali dalam menentukan harga sebuah komoditi.
Dengan kata lain, ihtikar suatu usaha untuk memonopoli suatu komoditi agar terjadi kenaikan suatu komoditi tersebut. Perusahaan monopoli tidak akan lepas dari konsep pasar bebas. Pasar bebas merupakan salah satu bentuk pasar yang dikonsep oleh para tokoh ekonomi Barat di mana segala bentuk kebijakan baik harga maupun yang lainnya dengan tidak ada sebuah patokan maupun batasan baik berupa paksaan dari pihak lain maupun pemerintah. Perlu diperhatikan bahwa harga yang tercipta dalam pasar bebas ditentukan oleh pemerintah dan penawaran yang dilakukan antara penjual dan pembeli.
Sehingga yang terjadi adalah monopoli akan bebas berkembang dikarenakan kebebasan diberikan seluas-luasnya pada semua pihak. Di sini pihak yang memiliki modal yang besar akan berusaha menguasai berbagai bentuk dari faktor produksi. Maka hal tersebut tentu akan berimbas pada masyarakat ekonomi kelas menengah ke bawah dengan kesenjangan ekonomi yang semakin besar sehingga yang kaya akan memiliki kekuatan dalam mengendalikan pasar dan yang lemah akan semakin terpuruk.
Persaingan untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya akan selalu terjadi karena tujuan utama adanya pasar bebas adalah untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, tidak memperdulikan dengan cara apa atau strategi apa yang digunakan. Maka hal ini tentu akan menimbulkan tidak adanya empati maupun kerjasama, hanya kepentingan sendirilah yang dipikirkan dengan mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.
Ketidaksempurnaan ekonomi yang diakibatkan oleh sistem tersebut tentu akan merusak struktur ekonomi berupa rekayasa dari sisi penawaran seperti monopoli tersebut, untuk itu perlu dicarikan solusi alternatif yang dapat melindungi para pelaku ekonomi seperti pedagang dan pembeli. Solusi yang tepat yakni dengan menerapkan konsep Islam, yaitu dengan memaksimalkan peran pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap aktivitas ekonomi, sehingga akses informasi dapat dirasakan dan dinikmati oleh semua pihak yang terlibat dalam aktivitas ekonomi serta menciptakan harga yang adil (tsaman al-mitsl) yang pada akhirnya dapat mewujudkan keseimbangan ekonomi.
Dalam sistem ekonomi Islam, seluruh urusan rakyat akan diurus dengan sebaik-baiknya termaksud dalam pembangunan infrastruktur, adalah tanggungjawab negara, bukan sebagai ajang mencari keuntungan atau ajang untuk melancarkan hubungan diplomatik dengan negara lain. Prinsip ini sangat berbeda dengan pola pembangunan infrastruktur dalam sistem kapitalistik yang menjadikan proyek insfrastruktur sebagai ajang mencari keuntungan salah satunya proyek jalan tol yang senantiasa berbayar, atau arena untuk kepentingan politik semata.
Dalam sistem ekonomi Islam membahas tuntas masalah kepemilikkan (milkiyyah), pengelolaan kepemilikkan (tasharruf), termaksud distribusi barang dan jasa di tengah-tengah masyarakat (tauzi’) juga memastikan berjalannya politik ekonomi (siyasah iqtishadiyyah) dengan benar.
Dengan menerapkan sistem Islam dalam institusi khilafah maka khilafah akan mempunyai sumber kekayaan yang cukup untuk membiayai penyelenggaraan negara. Termaksud memastikan terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar rakyatnya, baik kebutuhan pribadi maupun kelompok, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Pada saat yang sama, ekonomi negara tumbuh dengan sehat, karena produktivitas individu yang terjaga. Dengan begitu, ketika negara mengalami situasi di mana harus membangun infrastrukturnya, maka negara mempunyai banyak pilihan sumber dana. Karena, masalah penyelenggaraan negara dan pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya juga sudah selesai. Dalam sistem ekonomi Islam pendanaan pembangunan insfrastruktur berasal dari dana Baitul Mal, tanpa memungut sepeser pun dana masyarakat. Hal itu sangat memungkinkan karena kekayaan milik umum dan kekayaan milik negara memang secara riil dikuasai dan dikelola oleh negara. Jikapun Baitul Mal tidak ada dana, baik karena terkuras untuk peperangan, bencana, maupun yang lain, namun proyek insfrastruktur tersebut memang vital dan dibutuhkan, dalam kondisi seperti ini, negara bisa mendorong partisipasi publik untuk berinfak. Jika tidak cukup, maka kaum Muslim, laki-laki dan mampu dikenakan pajak khusus untuk membiayai proyek ini hingga terpenuhi. Sehingga monopoli dan lainnya tentu tidak akan terjadi.
Dengan sempurnanya sistem Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, sudah seharusnya sistem ini diterapkan, karena hanya sistem Islam solusi paripurna dalam mengatasi seluruh permasalahan yang ada. Dalam sistem ini mengharuskan negara menjadi pelayan dan tidak boleh menjadi negara pemalak. Negara juga harus mengembangkan sistem birokrasi dan administrasi yang sederhana dalam aturan, cepat dalam pelayanan, dan profesional. Rasulullah SAW pernah bersabda “Permudahlah jangan kalian persulit, gembirakanlah dan jangan buat orang lain (takut dan sedih) (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad).
Sistem ekonomi Islam juga akan menghapus sektor non riil dan hanya akan mengembangkan perekonomian riil. Sehingga setiap pertumbuhan riil akan menghasilkan pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya. []