Oleh: Ummu Farras (Pemerhati Sosial dari Cilegon)
Generasi millenial memiliki peranan penting di setiap zaman. Ia merupakan aset penting yang tak ternilai harganya. Di dalam Islam, generasi muda memiliki peranan penting yakni sebagai agent of change (agen perubah). Ia mengibarkan panji-panji kebangkitan Islam, dan menoreh tinta emas peradaban sejarah Islam. Idealisme dan semangat para pemuda sangat penting bagi peradaban mulia. Di zaman kejayaan Islam pun tak lepas peranan para pemuda di dalamnya.
Pada fase awal dakwah Rasulullah di jazirah arab, peran pemuda hadir sebagai garda terdepan dalam berdakwah menyampaikan Islam sebagai akidah dan ideologi. Ia adalah Mush’ab bin Umair. Ia merupakan sosok pemuda teladan bagi para pemuda Islam. Ia bangsawan, seorang yang tampan dan sangat rupawan. Sehingga al-Barra bin Azib menukilkan ketika pertama kali melihat Mush’ab bin Umair tiba di Madinah. Ia berkata,
رَجُلٌ لَمْ أَرَ مِثْلَهُ كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ الجَنَّةِ
“Seorang laki-laki, yang aku belum pernah melihat orang semisal dirinya. Seolah-olah dia adalah laki-laki dari kalangan penduduk surga.”
Ia adalah Mush’ab bin Umair, ketika Islam datang, ia jual dunianya dengan kekalnya kebahagiaan di akhirat.
Kemudian ada Usamah bin Zayd. Beliau mendapat gelaran Hibb Rasulillah yang bermaksud ‘jantung hati Rasulullah’. Ini karena Rasulullah amat menyayangi Usamah sebagaimana Baginda menyayangi Hasan dan Husein. Tugas yang pernah diberikan kepada Usamah adalah tugas yang berat. Usamah bin Zayd diberikan tanggungjawab sebagai panglima perang semasa Rasulullah tidak menyertai peperangan tersebut. Rasulullah meyakini kemampuan Usamah walaupun usianya pada masa itu baru menginjak 17 tahun.
Ada lagi Zubair bin Awwam, sosok pemuda yang dirindukan. Salah seorang sahabat yang mulia. Juga termasuk salah satu dari 10 orang yang dijamin masuk surga walaupun saat itu ia belum meninggal dunia. Ia juga salah seorang dari enam ahli syura, yang memusyawarahkan pengganti khalifah Umar bin Khattab. Ini merupakan pengakuan terhadap kematangan ilmunya. Dan banyak lagi pemuda pemuda hebat di masa Rasulullah SAW. Itulah generasi muda penoreh tinta emas sepanjang peradaban. Mereka terbiasa dididik dengan syari’at Islam. Maka lahirlah generasi muda yang ideologis.
Di negeri ini, sebagian besar generasi millenial tak ubahnya generasi barat. Mereka terjerat gaya hidup konsumtif, hedonis, liberal, dan sekular. Mereka terjebak free sex (gaul bebas), narkoba, dan sejenisnya. Ini karena tidak adanya kontrol keluarga, masyarakat, dan utamanya negara terhadap akidah dan agama, serta perilakunya.
Seperti sebuah kasus yang dilansir dari kompas.com, Seorang mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar bernama Asmaul Husna (21) ditemukan tewas dalam keadaan telentang di kamar rumah kerabatnya di Kecamatan Manggala, Sabtu (14/12/2019).
Ia diduga tewas di tengan kekasihnya, RK. Korban dan pelaku diketahui merupakan mahasiswa semester VII UIN Alauddin Makassar.
Sang wanita dibunuh secara keji oleh pacarnya lantaran meminta pertanggungjawaban karena sudah hamil 4 bulan. Dan dari hasil investigasi ditemukan kabar bahwa mereka tinggal bersama.
Ini hanya salah satu kasus bobroknya generasi millenial dalam sistem Demokrasi Neoliberalisme. Sistem ini menjadikan generasi muda bebas melegalisasi segala bentuk perilaku menyimpang. Tak ada benteng akidah yang membatasi perilaku dan moralitas. Generasi millenial yang notabene sedang dalam masa transisi untuk mencari jati diri, dibiarkan bebas tanpa aturan. Maka, akhlak dan norma tak lagi dijadikan ukuran dalam berperilaku. Lahirlah generasi generasi millenial penghamba hawa nafsu. Mereka berperilaku sesuai dorongan syahwat mereka.
Maka, hanya dengan Syari’at Islam generasi millenial dapat menjadi generasi yang bersyakhsiyah Islamiyah (berkepribadian Islam). Ia hidup dengan Aturan yang bersumber dari Sang Pencipta. Kasus perzinaan yang kini menggerogoti generasi millenial, hanya Islam yang miliki solusinya. Yaitu generasi muda diwajibkan untuk gadhul bashar (menundukkan pandangan), dan berpuasa untuk menahan hawa nafsu syahwat jika belum mampu untuk menikah. Jika sudah baligh dan mampu, maka menikahlah solusinya. Di dalam Islam pun diatur pemisahan pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Tidak ikhtilat (campur baur). Agar tidak terjadi pintu perzinaan. Selain itu diatur pula laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat secara sempurna.
Maka, di momentum Pergantian tahun ini, hendaknya dijadikan bahan renungan dan muhasabah bagi para generasi millenial. Bukan hanya sekedar euphoria pergantian tahun dengan berbagai perayaan yang tidak ada tuntunannya di dalam Islam. Juga dengan bergantinya tahun, semestinya menjadi saat bagi generasi millenial untuk menuju perubahan yang hakiki.
Perubahan hakiki dalam pandangan Islam adalah perubahan menuju penerapan syariah Islam secara kaffah dalam institusi Khilafah. Kini di tangan generasi millenial, tonggak estafet peradaban umat diberikan. Ini menjadi tanggung jawab yang besar bagi generasi millenial dan kaum muslimin seluruhnya. Jadilah millenial tangguh dan kritis terhadap segala problematika umat Islam. Menjadikan Islam sebagai ideologi yang senantiasa terinternalisasi di dalam diri.
Wallahu’alam bisshowwab