Moderasi Beragama Mampukah Menyelesaikan Masalah Generasi?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Moderasi Beragama Mampukah Menyelesaikan Masalah Generasi?

Oleh: Kanti Rahayu

(Aliansi Penulis Rindu Islam)

 

Sebenarnya RAND Corporation yang memelopori moderasi beragama sebagai bagian dari kampanye global. Kampanye ini merupakan kelanjutan dari kampanye War on Terrorism (WoT), yaitu perjuangan serius melawan ideologi Islam dan pengikutnya.

 

Departemen Ilmu Agama Kementerian Agama dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan dan Pengelolaan Keagamaan (LKKMO) saat ini sedang mengkaji 40 buku ajar tradisi keagamaan. Artikel ini berisi buku-buku PAI dengan ciri-ciri utama untuk siswa, guru bahkan buku PAI untuk perguruan tinggi negeri (PTU) (harakatuna, com,16/10/2024). Dirjen pendidikan berharap buku ini membendung penyebaran paham agama ekstrem dan intoleransi di bidang pendidikan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa sekolah negeri dan universitas merupakan tempat munculnya kelompok intoleran (detik.com 2/10/2024).

 

Seperti yang kita ketahui, moderasi beragama telah dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Nasional 2020-2024. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga desa, berbagai organisasi, instansi pemerintah, dan organisasi kemasyarakatan didorong untuk melakukan hal ini.

 

Masalahnya, adalah rendahnya tingkat literasi pada masyarakat, rendahnya kemandirian berperilaku, serta belum jelasnya jalan pendidikan nasional menyebabkan akar permasalahan negara tidak dapat diungkapkan sehingga permasalahan tidak dapat diselesaikan. Mislanya permasalahan utama pendidikan, khususnya permasalahan generasi, bukan karena sifat keagamaannya yang dikatakan sangat kuat dan tidak dapat dipertahankan, melainkan karena banyak hal. Saat ini arus liberalisme dan sekularisme begitu kuat sehingga negara tidak mampu membendungnya lalu berujung pada rusaknya akhlak dan moralitas suatu generasi. Sementara kesulitan ekonomi yang timbul saat ini adalah akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis, sehingga kekayaan hanya beredar di kalangan elite dan masyarakat menjadi miskin secara struktural.

 

Dalam artikel di website Yayasan Bangun Kecerdasan Bangsa (YBKB), berikut 10 permasalahan remaja yang dihadapi Gen Z dan Gen Alpha. 1) masalah psikologis, 2) pengaruh media sosial, 3) informasi tentang kekerasan, 4) perundungan dan pelecehan, 5) tekanan sosial (bullying dan tekanan sosial merupakan salah satu masalah yang menimpa generasi muda di era digital 6) obesitas dan masalah kesehatan, 7) masalah akademik, 8) penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang, 9) masalah aktivitas seksual dan kesehatan, dan 10) kecanduan game internet (YBKB, 10-04-2024)

 

Dari artikel di atas bisa kita simpulkan bahwa toleransi bukanlah masalah utama yang di hadapi anak-anak negri ini, namun mengapa toleransi yang diangkat? Ada masalah apa ini sebenarnya? Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia sedang memasuki fase bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2030. BPS (2022) memperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 318,96 juta jiwa pada tahun 2045, dimana sekitar 69,3 juta jiwa merupakan penduduk produktif Rusia. Potensi yang sangat besar ini tentunya menyimpan peluang bagi kebangkitan Islam sekaligus tantangan dan ancaman bagi negara barat.

 

Penjajah Barat berusaha semaksimal mungkin untuk menekan potensi generasi muda. Salah satunya adalah proyek moderasi keagamaan. Moderasi beragama baru dipromosikan pada tahun 2000an. Atas nama moderasi, ajaran Islam dipaksa tunduk pada nilai-nilai sekuler Barat seperti hak asasi manusia, inklusivitas, kesetaraan, pluralisme, dan toleransi. Radikalisme seolah-olah menjadi akar dari segala persoalan generasi muda dan negara ini, dan solusinya adalah dengan memoderasi ajaran Islam.

 

Moderasi beragama tidak terlepas dari rencana penjajah Barat di negara-negara Islam untuk mencegah kebangkitan Islam. Moderasi beragama diprakarsai oleh RAND Corporation sebagai bagian dari Teknologi Global. Kampanye ini merupakan kelanjutan dari kampanye Perang Melawan Terorisme (WoT), yaitu perang serius melawan ideologi Islam dan pengikutnya. Program ini akan mengubah pola pikir umat Islam agar tidak berpikiran negatif terhadap Barat dan budayanya..

 

Itu sebabnya banyak generasi muda Muslim saat ini yang bangga dengan identitas Muslim mereka yang moderat dan inklusif. Mereka rela berkompromi dengan kekafiran dan kejahatan, bahkan menjadi pelakunya. Namun di saat yang sama, dia sangat memusuhi ajaran Islam sekte Kafa dan para pengikutnya. Pada saat ini banyak sekali muslim di negri ini yang kehilangan identitasnya kemuslimannya. Kaum muslimin di negeri ini khususnya kalangan muda, bangga menjadi pelopor Islam moderat. Sedangkan di waktu yang sama mereka takut untuk menyuarakan tegaknya syariat Islam.

 

Tidak mengherankan jika di lapangan (atas nama toleransi) mayoritas umat Islam harus tunduk pada segelintir orang dan merendahkan diri. Jika terjadi perselisihan antara umat Islam dan non-Muslim, maka umat Islamlah yang selalu bersalah. Umat Islam yang ingin kehidupannya diatur berdasarkan syariat Islam dicap fanatik dan tidak toleran tanpa alasan. Inilah sebenarnya yang dimaksud dengan moderasi agama.

 

Permasalahan yang tengah dihadapi generasi saat ini, seperti narkoba, perjudian online, seks bebas, prostitusi, tawuran, kekerasan fisik (bullying) hingga kekerasan seksual, merupakan dampak dari aturan sistem sekuler liberal dan kapitalis.

 

Jadi adanya 40 buku PAI tentang moderasi beragama yang diajarkan dua jam dalam seminggu, tidak akan menyentuh akar permasalahannya. Ada dugaan kuat bahwa hal ini, bukannya memberikan solusi, malah memperburuk masalah dan menambah beban karena harus mengajarkan Islam sesuai keinginan penjajah Barat.

 

Solusi yang dibutuhkan umat Islam untuk menyelesaikan permasalahan generasi saat ini adalah, keimanan dan pemahaman Islam yang kuat, serta penerapan hukum Islam secara komprehensif dalam sistem politik islam kaffah. Mekanisme negara islam dalam mencetak generasi umat Islam yang berkarakter Islami, beriman, visioner, dan pemimpin masa depan antara lain dengan memperkenalkan sistem pendidikan Islam yang berbasis pada keyakinan Islam.

 

Tujuan sistem pendidikan pada sistem Khilafah adalah menghasilkan generasi muslim yang berkarakter Islami . Oleh karena itu, kurikulum dan buku/ajaran harus didasarkan pada iman Islam, harus mempelajari dan memahami Islam secara keseluruhan dan mempersiapkan siswa pada tingkat tertentu terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk pembangunan dan peradapan dunia.

 

Untuk itu, sistem pendidikan yang kuat dan mandiri harus dibangun atas dasar keyakinan Islam dan dijauhkan dari infiltrasi ideologi Barat yang sekuler dan kapitalis. Selain itu, lembaga pendidikan dan guru pengajar yang terbaik harus di sediakan.

 

Sistem pendidikan yang berlandaskan keyakinan Islam akan menghasilkan generasi umat Islam yang bertakwa, produktif, dan bertalenta. Profil generasi Islam seperti ini tidak akan pernah muncul dari pendidikan yang sekuler (moderat). Pendidikan berkualitas yang dapat menghasilkan generasi hebat harus didukung oleh perekonomian yang kuat yang dapat menyediakan fasilitas dan pendanaan pendidikan yang memadai.

 

Tentu saja hal ini memerlukan penerapan sistem ekonomi Islam. Peran Khilafah Islam di sini adalah mencetak generasi yang berkualitas melalui mekanisme sistem pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam dan menerapkan syariat Islam dalam segala bidang kehidupan.

 

Oleh karena itu, umat Islam saat ini sangat membutuhkan kehadiran Khilafah agar seluruh belahan dunia tentram dan mendapat keberkahan. “Sekiranya penduduk bumi beriman dan beribadah, niscaya Kami curahkan kepada mereka nikmat langit dan bumi, namun mereka tidak menyukai (ayat-ayat Kami) itu, dan Kami siksa mereka atas perbuatannya. ” ( al-Araf : 96).

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *