MIRAS MENJADIKAN NEGERI INI SEMAKIN MIRIS

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Penulis : Emmy Suhartati ( Aktivis Muslimah Borneo)

 

Ibarat satu paket lengkap, setiap kebijakan dari rezim ini selalu menuai pro dan kontra di masyarakat. Salah satunya adalah Perpres No.10 Tahun 2021 Bidang Usaha Penanaman Modal yang ditetapkan tanggal 2 Februari 2021 oleh Presiden Jokowi terkait investasi minuman keras. Perizinan investasi miras hanya diberlakukan di 4 propinsi yaitu NTT,
Bali, Manado dan Papua. Sejak awal perpres ini keluar sudah menuai pro kontra dikalangan masyarakat bahkan menyeruak dikalangan parpol. Partai PKS dan PPP dengan tegas menyatakan ketidaksetujuannya, karena dinilai mudharatnya akan lebih besar daripada manfaatnya. Partai yang mendukung seperti PKB, NASDEM, dan GOLKAR menyatakan dengan dibukanya perizinan investasi miras akan
menyerap tenaga kerja dan menambah pendapatan daerah bahkan disinyalir dapat meningkatkan devisa
negara.(Detik.com 28/2/2021) Meskipun pada akhirnya lampirannya tentang dibukanya kran investasi miras di cabut, tetap saja masih menjadi bahan perbincangan di masyarakat.

Ditengah resesi ekonomi negeri ini, yang diakibatkan oleh pandemik covid 19 yang berkepanjangan.
Industri miras seolah di anggap menjadi harapan baru untuk meningkatkan kegiatan ekonomi yang berbasis
pariwisata, berpotensi meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara khususnya di daerah Bali,
Papua, NTT dan Manado. Maka tidak menutup kemungkinan kedepannya akan hadir minuman tradisional
yang berbasis alkohol seperti soju dari korea dan arak dari jepang, yang dapat menjadi ikon maupun
buah tangan ketika berkunjung ke negeri yang mayoritas muslim ini.

Inilah potret kehidupan sekuler kapitalis yang dianut oleh negeri ini, memperjual belikan segala komoditas
yang dianggap mendatangkan keuntungan dan bernilai rupiah meskipun rakyat yang akan menjadi korban. Tanpa memandang apakah halal ataukah haram. Mengedepankan kepentingan para pemilik modal dibalik topeng para penguasa. Potret kehidupan yang semakin jauh memisahkan aturan agama dengan kehidupan sehari hari sehingga hidup tak mempunyai standar. Semua demi kesenangan dan keuntungan semata. Menentukan baik dan buruk merkosaan, pelecehan seksual, perampokan, begal dan segala bentuk kekerasan lainnya. Salah satu fakta adalah kasus terbaru seorang oknum polisi dalam keadaan mabuk menembak empat orang, tiga diantaranya meninggal dunia dan salah seorang adalah anggota TNI(kompas.com, 26/2/2021). Bahkan di negara adidaya Amerika Serikat, dilaporkan bahwa sekitar 40% kekerasan disebabkan oleh
faktor alkohol. Sebuah lembaga yang menangani kecanduan alkohol dan obat terlarang NCADD (National
Council on Alcoholism and Drug Dependence) melaporkan ada sekitar 3 juta tindak kekerasan tiap tahun yang diakibatkan oleh alcohol.

Miras dilarang keras dan haram hukumnya dalam islam. Keharaman miras termasuk dalam keharaman khamr. Allah SWT dengan tegas melarang meminum khamr, karena didalamnya terdapat kemudharatan
yang nyata bagi manusia dan seluruh alam semesta. Bahkan Nabi Muhammad SAW menyebut khamr
sebagai ummul khaba’its (induk dari segala kejahatan) Khamr adalah biang kejahatan dan dosa yang paling besar. Siapa saja yang meminum khamr bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya dan saudari ayahnya (HR Ath –Thabarani)

Meminum khamr akan menghilangkan akal yang menyebabkan peminum khamr tidak sadar dengan
perbuatan yang dilakukannya. Selain itu dalam jangka
panjang dapat merusak organ tubuh baik merusak hati, ginjal dan penyakit berat lainnya. Rusaknya akhlak seseorang maka akan rusak pula tatanan masyarakat.

Khamr tidak hanya haram bagi peminumnya, tetapi aktifitas yang berkaitan dengan khamr pun
diharamkan berdasarkan syariat islam. Dan Islam juga melarang semua hal yang berkaitan dengan khamr mulai dari pabrik, produsen, distributor maupun penjual. Dalam suatu riwayat dinyatakan, ‘ Rasulullah saw telah melaknat sepuluh golongan terkait khamr yaitu pemerasnya, yang minta diperaskan, peminumnya, pengantarnya, yang minta diantarkan khamr, penuangnya,penjualnya, yang menikmati harganya, pembelinya, dan yang minta dibelikan’ (HR at-Tirmidzi)

Jelaslah bahwa khamr diharamkan karena tidak ada keuntungan yang didapatkan melainkan
menimbulkan banyak kemudharatan. Bahkan dengan pengharaman khamr ini merupakan bukti kasih
sayang Allah SWT yang melindungi jiwa dan raga hambanya. Seharusnya setiap muslim harus yakin dan taat pada syariat yang Allah SWT tetapkan.
Islam memiliki standar yang bersifat pasti untuk menilai baik buruknya sesuatu, standarnya adalah
berdasarkan halal haram, karena suatu hal yang halal pasti baik dan sesuatu hal yang haram pasti buruk.
Jika khamr sudah jelas keharamannya maka tidak ada kompromi ataupun tawar menawar dalam perkara syariat islam. Tidak boleh mempertimbangkan untung rugi dalam hal materi dan juga bukan berdasarkan pada kearifan lokal. Pelarangan khamr harus secara total baik itu larangan untuk dikomsumsi, diperjualbelikan dan juga termasuk larangan untuk investasi (industri).

Dan semua ini hanya bisa diwujudkan apabila keharaman khamr diterapkan dalam kebijakan negara bukan individu-individu. Hanya Khilafah, Negara yang lahir dari aqidah islam yang akan bertanggung jawab penuh atas urusan rakyat. Dan tiada pengurusan terbaik kecuali berdasarkan pada sistem Islam.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *