Penulis : Mira Ummu Tegar ( Aktivis Muslimah Balikpapan)
Pada tahun 2015 lalu, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) saat itu, Mohammad Nasir bermimpi ingin membuat Silicon Valley seperti di AS. (Merdeka.com,10/8/2021). Sebagaimana di ketahui Silicon Valley (lembah silikon) adalah julukan bagi kawasan selatan San Francisco Bay Area, California, Amerika Serikat. Julukan ini diberikan karena kawasan ini memiliki banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang komputer dan semikonduktor. Daerahnya meliputi San Jose, Santa Clara, Sunnyvale, Palo Alto, dll. Dan perusahaan perusahaan yang sekarang menghuni Silicon Valley antara lain Adobey system’, Apple Computer, Cisco Systems, eBay, Google, Hewlett-Packard, Intel, dan Yahoo!.
Menanggapi hal ini salah seorang pengamat Inovasi Teknologi dari Teknopreneur Indonesia, Adie Marzuki, menyatakan bahwa Silicon Valley sebenarnya dibentuk atas dasar keakraban yang terjalin lama dan juga simbiosis mutualisme antara perguruan tinggi yakni Stanford University dan Industri, Hewlett-Packard (HP). Keakraban ini kemudian terwujud dalam bentuk sebuah klaster industri. Menurutnya mimpi ini bukanlah hal yang mustahil, namun untuk mewujudkan megaproyek sejenis, sebaiknya ada jalinan hubungan terlebih dahulu antara perguruan tinggi dan industri.
Nasir sendiri mengakui pihaknya berupaya menjadi penengah agar jalinan kemitraan antara perguruan tinggi dan industri kedepan diharapkan sudah bisa akrab. Dia juga menjelaskan bahwa ada perbedaan cara di Indonesia dengan apa yang dilakukan Stanford university sehingga menghasilkan Silicon Valley pasalnya di Indonesia riset-risetnya belum menghasilkan inovasi, belum lagi soal peluang pro kontra lokasi yang akan digunakan sebagai klastet serupa Silicon Valley. Namun demikian Dia akan mengoptimalkan riset yang akan dilakukan oleh perguruan tinggi seperti IPB, ITB, UGM dan UNDIP, dan didukung kolaborasi dengan industri.
Bukit Algoritma adalah kawasan yang sedianya akan dikembangkan menjadi “Silicon Valley” di Indonesia. Kawasan ini akan menjadi klaster pengembangan riset dan sumber daya manusia yang berbasis industri 4.0. Harapannya kawasan ini bisa meningkatkan pembangunan infrastruktur di dalam negeri secara berkelanjutan.
Politisi PDI Perjuangan sekaligus pendiri Gerakan Inovator 4.0, Budiman Sudjatmiko memastikan pembangunan Bukit Algoritma tidak menggunakan dana sepeser pun dari APBN. Ia menjelaskan rencana proyek senilai 1 miliar euro atau setara hampir sama Rp 18 triliun tersebut berasal dari Investor baik dalam dan luar negeri. Direncanakan Bukit Algoritma akan menempati lahan seluas 888 hektare di Cikarang dan Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat. (Cnnindonesia.com, 11/4/2021).
Dilansir goodnewsfromindonesia.id, (7/4/2021 )Facebook dan Google, dua raksasa teknologi ini berencana memasang kabel bawah laut antarbenua, guna menghubungkan Indonesia, Singapura, dan Amerika Utara, melihat Indonesia merupakan pengguna internet tertinggi di kawasan ASEAN. Namun sejatinya ada kepentingan global bagi Amerika melihat kabel bawah laut ini akan melalui kawasan Indo-Pasifik, penting bagi Amerika untuk mengamankan kawasan ini. Hal ini pun tidak terlepas dari rencana megaproyek Silicon Valley di Indonesia, sekaligus menjadikan alasan dibalik pembubaran Kemenristek.
Sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui untuk menggabungkan kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sebagaimana disampaikan Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco. Keputusan pemberian persetujuan terhadap rencana pemerintah menggabungkan Kemenristek ke Kemendikbud dan membentuk kementerian Investasi diberi setelah pihaknya menerima surat Presiden Nomor R-14/Pres/03/2021 perihal Pertimbangan pengubahan Kementrian.
Ketiadaan Kemenristek selaku Instansi tersendiri mau tidak mau pasti berdampak pada ketidakmandirian arah riset dan teknologi (ristek) negara ini. Maka bisa di pastikan sektor ristek akan mudah untuk dikendali (dijajah) oleh jaringan konglomerasi teknologi global selaku pemodal. Apalagi jika sudah terkoneksi dalam satu kawasan khusus seperti Bukit Algoritma sebagaimana Silicon Valley di AS. Maka kemungkinan paling parah sektor riset kita dipastikan akan terus mengalami ketergantungan pada asing.
Karakteristik Sistem Kapitalisme yang tujuan aktivitasnya adalah keuntungan semata maka harapan meningkatkan pembangunan infrastruktur serta pengembangan riset dan sumber daya manusia akan jauh panggang dari api yang ada rakyat hanya kecipratan recehan ekonominya saja, tapi profit dari potensi besar ristek dalam negeri tetap akan mengalir kepada korporat pengasong kapitalisme.
Dalam Islam negara memiliki kedaulatan penuh akan kebijakan dalam menentukan arah ristek berdasarkan sistem politik Islam, negara tidak akan mudah di interpensi apalagi menjadi pembebek agenda penjajahan Barat.
Negara dalam sistem pemerintahan Islam tentu akan mengarahkan ristek pada tujuan kemaslahatan umat. Negara memahami benar kebutuhan umat akan ristek sebagai penunjang ketaatan, aktualisasi ibadah, serta visi dakwah dan jihad, berbeda dengan sistem kapitalisme yang menggunakan teknologi untuk menjajah.
Maka dalam sistem pemerintahan Islam akan memposisikan teknologi sebagai instrumen pendukung kemaslahatan kehidupan umat secara luas. Negara akan hadir untuk memudahkan umat dalam mengakses, menggunakan serta memiliki perangkat penunjang ristek. Negara juga akan mengupayakan kemandirian finansial dalam pembiayaan ristek sehingga tidak akan tergantung dengan negara asing, dalam Sistem pemerintah Islam negara memiliki beragam sumber pendapatan seperti ghanimah, shadaqah (zakat dan ushr pertanian) serta faia (kharaj), jizjah dan ushr cukai, Serta tentu pula dari pengelolahan sumber daya alam yang ada negeri Islam.
Maka kedaulatan finansial negara dalam sistem pemerintahan Islam akan mudah teraplikasi sehingga umat dibawah kepemimpinan islam akan menentukan sendiri arah risteknya mengingat umat muslim adalah umat terbaik yang Allah ciptakan dimuka bumi ini. (QS. Ali Imran: 110).
Wallahu a’lam bishawab.