Milenial Melek Politik, Temukanlah Solusi Terbaik

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Irayanti S.AB (Relawan Media)

 

Mendengar kata ‘partai politik’ dan ‘DPR’, banyak anak muda cenderung mengingat kata koruptor, kelompok elit, sulit dipercaya, penghianat rakyat dan masih banyak lagi konotasi negatif. Ada apa gerangan?

Suara Milenial tentang Parpol

Persepsi yang disebut di atas terkonfirmasi lewat survei terbaru dari Indikator Politik berjudul Suara Anak Muda tentang Isu-Isu Sosial Politik Bangsa. Salah satu temuan dalam kanal “Tingkat Kepercayaan pada Lembaga”, DPR RI dan partai berada urutan terbawah yang mendapat tingkat kepercayaan setelah TNI, Presiden, Polri, KPK, Kejaksaan, bahkan media mainstream dan media sosial.

Lembaga Indikator Politik Indonesia melakukan survei menggunakan metode simple random sampling melalui sambungan telepon ke 1.200 orang anak muda berumur 17-21 tahun. Mereka dari berbagai daerah di Indonesia. Survei ini dilakukan selama rentang periode Maret 2018 hingga tahun 2020 dan memiliki toleransi margin of error kurang lebih 2,9 % pada tingkat kepercayaan 95 %.

Kegalauan Milenial

Hasil survei dari Lembaga Indikator Politik Indonesia ini juga mengungkapkan sebanyak 64,7% anak muda menilai partai politik atau politisi yang ada di Indonesia tidak terlalu baik dalam mewakili aspirasi rakyat. Dan ada pula survei tentang responden yang menyatakan keberatan jika non-muslim jadi presiden dan kepala daerah yakni sebanyak 38,6%.

Survei tersebut menimbulkan kontra. Terlebih pada survei bilamana ada non-muslim menjadi pemimpin. Hal ini dinilai sebagai bentuk intoleransi. Namun di satu sisi adanya kefahaman akan peraturan agama Islam yang melarang non muslim menjadi pemimpin.

Sebenarnya temuan atau riset tentang DPR bukanlah hal baru. Media Tirto.id, pernah merilis riset berjudul “Juara Diam di Senayan” yang mengevaluasi kinerja DPR RI periode 2014-2019 lalu dengan menyigi risalah rapat tiap komisi hingga Desember 2018. Ditemukan banyak anggota yang kedapatan super irit bicara; perbincangan di seputar Senayan yang hanya didominasi salah satu isu yang tak substantif. (Tirto.id, 22/03/2021)

Jika kita amati, pandangan semakin negatif juga muncul akibat fenomena politik belakangan ini. Seperti terkait pengesahan UU Cipta kerja yang bahkan melahirkan aksi pemuda di berbagai daerah. Lalu ada korupsi berjamaah para kader partai politik, maraknya dinasti politik dalam pilkada, menghilangnya para eksekutif dan yudikatif saat rakyat menyampaikan aspirasi dan masih banyak lagi sikap rezim saat ini yang abai. Hal ini tentu menjadikan konstruksi pemikiran publik terhadap partai dan DPR bahkan presiden tetap semakin buruk.

Survei dan riset tersebut menunjukkan anak muda masih galau antara melihat perlunya perubahan politik dan ketidak fahaman terhadap sistem politik alternatif. Meski menganggap politisi dan partai tidak mampu mengatasi persoalan, namun masih berharap penyempurnaan praktik demokrasi menjadi solusi.

Sebagian anak muda juga masih menggaungkan agar belajar berdemokrasi seolah hal itu akan memperbaiki negeri.

Kenyataanya, demokrasi memang rusak di segala lini. Asasnya pun tak peduli akan aturan Ilahi (sekulerisme). Lalu, tidakkah para generasi sadari?

Demokrasi memanglah membawa kerusakan. Menjadikan manusia membuat aturan sendiri tanpa pedoman Ilahi hanya akan membawa kepada kesengsaraan diri dan negeri. Manfaat dan materi menjadi raja di negeri ini. Berharap perubahan dari demokrasi hanyalah sebuah mimpi. Kesejahteraan, keadilan hanyalah ilusi.

Perubahan hakiki yang didamba tiada pasti. Kita butuh solusi menuju perubahan yang hakiki.

Islam Wujudkan Perubahan Hakiki

“Buta terburuk adalah buta politik.” Demikian ungkapan Bertolt Brecht penyair Jerman. Yah, politik menjadi salah satu hal yang penting dalam kehidupan bernegara. Bidang ekonomi, sosial, hukum berkaitan erat dengan politik. Tak heran,setiap dinamika perpolitikan menjadi hal yang lumrah dan seksi untuk menjadi sorotan publik.

Dalam demokrasi, politik hanyalah sebagai alat meraih kekuasaan. Kebijakan yang ada sebagian besar tidak berpihak pada rakyat tetapi dekat dengan kepentingan, baik kepentingan individu, kelompok partai maupun para kapitalis yang telah memodali para eksekutif, legislatif.

Maka pemuda islam harus faham politik Islam agar bisa membawa umat kepada perubahan hakiki.

Politik dalam Islam dikenal dengan istilah siyasah yang berarti mengatur, memperbaiki, dan mendidik. Yang mana mengurusi urusan rakyat yang hidup didalam negara Islam baik non muslim maupun muslim.

Ya, Islam bukan sekedar agama yang mengatur ritual ibadah semata seperti agama samawi lainnya. Di dalam Islam ada peraturan dan penyelesaian problematika untuk segala lini kehidupan yang berasal dari wahyu Allah selaku pencipta manusia.

Allah SWT berfirman:
“…Dan Kami turunkan Kitab Al-Qur’an kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi kaum muslim.” (QS. An-Nahl: Ayat 89)

Wallahu a’lam bishowwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *