Mewaspadai Potensi Ledakan Covid-19 Melalui OTG Milenial

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Nurul Aqidah (Anggota Komunitas Aktif Menulis, Bogor)

Hingga menjelang akhir Juli 2020, pandemi Covid-19 masih menunjukkan penambahan kasus. Kini orang yang sudah terinfeksi virus corona tembus 100.303 kasus. Dalam 24 jam terakhir, dari laman Covid19.go.id, ada pertambahan kasus sebanyak 1.525, per Senin (27/7). Tampaknya belum ada tanda-tanda bahwa virus ini akan segera menghilang dari muka bumi. Bahkan virus semakin menunjukkan keganasannya yang mampu menyerang siapa saja, termasuk kalangan milenial. Kalangan berusia muda yang dinilai masih kuat dan kecil kemungkinan tertularnya.

Waspada OTG Milenial

Dilansir dari kompas.com, 16/06/2020, kasus baru yang ditemui setiap hari berdasarkan laporan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pun masih memperlihatkan kenaikan yang cukup signifikan. Rupanya pertambahan kasus Covid-19 ini sebagian besar didominasi oleh pasien yang tidak mengalami sakit apapun atau Orang Tanpa Gejala ( OTG).

“Sebagian besar kasus yang kita temukan dan kemudian positif pada kontak tracing adalah kasus yang tanpa gejala, atau dengan gejala yang minimal yang dipersepsikan, bahwa yang bersangkutan tidak mengalami sakit apa pun,” ungkap Achmad Yurianto, Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19, melansir dari laman resmi BNPB, Kamis (11/6/2020).

Hal ini tentu menjadi perhatian khusus, jika mereka masih bersinggungan dengan orang lain, maka akan berpotensi menyebarkan virus corona lebih luas lagi. Ini membuktikan OTG juga menjadi ancaman penyebaran Covid-19 yang tak boleh diremehkan.
Adapun fakta lain menyebutkan hanya selang satu hari, dua institusi pendidikan militer, Sekolah Calon Perwira (Secapa) di Kota Bandung dan Pusat Pendidikan Polisi Militer (Pusdikpom) Kodiklat TNI AD di Cimahi, menjadi klaster penularan Covid-19 di Jawa Barat.

Sebanyak 1.262 siswa dan pelatih Secapa AD dinyatakan positif Covid-19. Hanya 17 orang yang dirawat di rumah sakit, sedangkan sisanya dengan status orang tanpa gejala (OTG) menjalani isolasi di Secapa. Sementara, 99 personel TNI di lingkungan Pusdikpom Kodiklat TNI AD, Cimahi juga terkonfirmasi positif Covid-19, yang terdiri dari 74 orang siswa dan 25 personel organik. Seluruhnya berstatus OTG (bbc.com, 11 /07/2020).

Para siswa yang terpapar Covid-19 di atas membuktikan fenomena kasus OTG umumnya terjadi di kalangan milenial atau usia muda. Banyaknya kasus OTG di kalangan milenial bagaikan bom waktu karena berpotensi menjadi penular kepada keluarga dan lingkungan sekitarnya. Mereka adalah orang yang terpapar namun tidak didahului oleh gejala-gejala yang selama ini menjadi pengetahuan publik, seperti batuk, demam, dan sesak napas. Hal tersebut tentunya menjadi fenomena yang berbahaya karena menyulitkan untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona di Tanah Air.

Terlebih saat ini, terdapat kebijakan pemerintahan yang mengizinkan usia di bawah 45 tahun atau kalangan usia muda untuk kembali beraktivitas termasuk bekerja. Padahal, kasus terbanyak OTG justru terjadi pada kalangan milenial. Interaksi dan kerumunan manusia menjadi perantara utama dalam penyebaran Covid-19 dari OTG milenial. Akhirnya sangat sulit mendeteksi siapa OTG, siapa sehat dalam kerumunan tersebut. Sehingga untuk menghindari potensi ledakan kasus karena pergerakan OTG maka pengecekan massal penting dilaksanakan, terutama di wilayah yang sering menjadi titik kumpul manusia.
Sudah seyogianya, pemerintah sebagai pelindung masyarakat ikut andil dalam memutus rantai OTG milenial ini. Salah satunya dengan mempercepat deteksi Covid-19 melalui tes masif baik rapid tes maupun swab. Sehingga bisa mengetahui peta penyebaran Covid-19 secara komprehensif, membatasi ruang gerak, melacak kontak terpapar Covid-19 dan mampu mendeteksi keberadaan virus. Setelah terpisahkan antara yang positif tanpa gejala dan yang benar-benar sehat maka selanjutnya dapat dilakukan penerapan karantina wilayah.

Orang yang telah terinfeksi harus mengisolasi diri, baik melalui karantina fasilitas khusus seperti rumah sakit atau isolasi mandiri di rumah (terpisah dari anggota keluarga lainnya).
Kembali pada Sistem Islam

Dalam ajaran Islam, mekanisme karantina ini telah dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah saw. Ada dua model karantina dalam menghadapi wabah penyakit. Pertama, karantina diri atau keluarga. Wabah tha’un terjadi di Syam, kemudian ‘Amr bin Al Ash berkata: “Ini adalah kotoran, larilah kalian ke lembah-lembah.” (HR. Ahmad)
Dalam hadits ini, ‘Amr bin Al Ash berpendapat bahwa manusia harus saling memisahkan diri agar tidak tertular penyakit. Mekanisme pemisahan diri tersebut adalah dengan pergi ke tempat terpencil, baik seorang diri maupun bersama keluarga.

Kedua, karantina wilayah. Dari Abdurrahman bin ‘Auf, Rasulullah saw. bersabda: “Jika kalian mendengar suatu negeri terjangkit wabah, maka janganlah kalian menuju ke sana. Namun jika dia menjangkiti suatu negeri dan kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dan lari darinya.” (HR. Bukhari)

Dalam hadits ini, manusia tidak boleh keluar atau masuk ke wilayah yang terdapat wabah penyakit. Namun di dalam wilayah tersebut, manusia tetap bisa beraktivitas dalam kadar tertentu dan negara menjamin kebutuhan pokok penduduk agar tidak terjadi kelaparan.

Sementara wilayah lain yang tidak terkena wabah tetap bisa beraktivitas normal, sehingga roda perekonomian bisa tetap berjalan. Adapun para penderita penyakit akan diisolasi dan diobati secara optimal oleh negara sampai sembuh. Dengan cara seperti inilah, sistem Islam selama hampir 14 abad mampu menanggulangi wabah dalam waktu yang singkat tanpa menimbulkan masalah baru dan mampu menjaga rakyat dari penyebaran wabah yang masif.

Sudah saatnya rakyat kembali ke pangkuan sistem Islam yaitu sistem yang berasal dari Allah Swt. Sang Pencipta manusia dan seluruh alam. Kembali kepada Allah Swt. berarti tidak bermaksiat pada-Nya dan berusaha mengembalikan kehidupan Islam pada wujud nyata di tengah masyarakat sehingga kehidupan akan kembali dilingkupi keberkahan dan kemuliaan.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS: Al-A’raf [7]: 96)
Wallahu’alam bisshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *