Oleh: Ghazi Ar Rasyid
(Member Pena Muslimah Cilacap)
Jakarta-Mahasiswa dari berbagai kampus melakukan unjuk rasa tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan surat edaran yang menghimbau agar mahasiswa tidak ikut demonstrasi. Hal ini tertuang dalam surat edaran Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Nomor 1035/E/KM/2020 perihal ‘Imbauan Pembelajaran secara Daring dan Sosialisasi UU Cipta Kerja’. Surat ini diteken oleh Dirjen Dikti Kemendikbud Nizam pada Jumat (9/10).
Surat itu ditujukan kepada pimpinan perguruan tinggi serta ditembuskan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Dirjen Pendidikan Vokasi Kemdikbud Wikan Sakarinto, dan Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah I-XVI. “Betul, surat edaran Dirjen Dikti,” kata Nizam saat dimintai konfirmasi pada Sabtu (10/10/2020).
Dalam surat itu, Kemendikbud mengimbau mahasiswa tidak berpartisipasi dalam kegiatan penyampaian aspirasi yang dapat membahayakan kesehatan mahasiswa, seperti demonstrasi atau unjuk rasa. Sebab, pandemi di Tanah Air belum mereda. “Mengimbau para mahasiswa/i untuk tidak turut serta dalam kegiatan demonstrasi/unjuk rasa/penyampaian aspirasi yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan para mahasiswa/i di masa pandemi,” tulis Nizam.
Kampus juga diminta melakukan sosialisasi dan mendorong kajian akademis terkait UU Ciptaker. Nizam mengatakan hasil kajian pun dapat disampaikan kepada DPR RI. “Membantu mensosialisasikan UU Cipta Kerja dan mendorong kajian-kajian akademis objektif atas UU tersebut. Hasil pemikiran dan aspirasi dari kampus hendaknya disampaikan kepada pemerintah maupun DPR melalui mekanisme yang ada dengan cara-cara yang santun,” lanjut Nizam
Kemendikbud juga, dalam surat edaran, meminta dosen mendorong mahasiswa melakukan kegiatan intelektual guna mengkritisi UU Ciptaker. Kemendikbud berharap tidak ada dosen yang memprovokasi agar mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa.
“Menginstruksikan kepada para dosen untuk senantiasa mendorong mahasiswa melakukan kegiatan intelektual dan mengkritisi UU Cipta Kerja maupun produk kebijakan lainnya dan tidak memprovokasi mahasiswa untuk mengikuti atau mengadakan kegiatan demonstrasi/unjuk rasa/penyampaian aspirasi yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan para mahasiswa/i,” ucap Nizam.
Selain itu, Kemendikbud pun meminta perguruan tinggi tetap melaksanakan pembelajaran secara daring dari rumah masing-masing. Kemudian, dosen juga diminta tetap mengadakan pembelajaran dan memantau kehadiran mahasiswa saat melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Merdeka belajar adalah program kebijakan baru Kemendikbud RI yang diinisiasi oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim dengan esensi kemerdekaan berpikir, membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, sopan dan berkompetensi.
Melihat esensi dari merdeka belajar yang digaungkan dalam program pendidikan baru ini, maka sepatutnya keikutsertaan para pelajar dan mahasiswa tidaklah perlu dipermasalahkan. Karena hal tersebut menjadi perwujudan sikap berani dalam menyampaikan aspirasi dan mengkritisi apa yang dianggap akan menyengsarakan masyarakat. Tentu saja secara tidak langsung esensi dari merdeka belajar telah terwujud sedikit demi sedikit.
Namun, dari sini ada beberapa hal yang perlu dicermati dari program merdeka belajar ini. Pertama, dalam memaknai hakikat merdeka yakni pemerintah bebas mengeksplor potensi anak-anak umat untuk memuluskan kepentingan para kapitalis. Peserta didik hanya dibekali ilmu untuk dapat bersaing dalam dunia kerja. Sehingga pendidikan saat ini hanya dijadikan sebagai komoditas pendayagunaan SDM.
Kedua, potensi pemuda yang berani sesuai dengan esensi dari merdeka belajar. Yakni untuk menentang Kapitalisme dan menuntut perubahan justru diberangus. Faktanya banyak dari para pelajar dan mahasiswa yang ditarik dan dikumpulkan di Polres. Hal tersebut terlihat juga dalam kebijakan penertiban SKCK bagi pelajar yang ikut demo. Sehingga akan melahirkan insan-insan yang tidak memiliki sikap empati, pasrah dengan keadaan dan kehilangan sikap kritis. Ini akan membuat pemuda harapan bangsa kehilangan jati dirinya, tidak memiliki lagi idealisme yang tinggi dan semangatnya yang menyurut.
Potensi pemuda yang ada sekarang ini semestinya diarahkan untuk mewujudkan sistem Islam. Hal tersebut sudah terlihat berabad-abad yang lalu. Semua orang tahu bahwa sistem Islam telah melahirkan generasi-generasi yang gemilang, cerdas, memiliki wawasan yang luas, berani dan yang utama ialah beradab. Generasi yang tidak akan ditemukan selain di dalam sistem Islam.
Islam memprioritaskan pendidikan sebagai modal pertama dan utama dalam pembentukan sebuah peradaban. Dalam sistem Islam potensi-potensi yang dimiliki oleh para pemuda senantiasa diarahkan untuk mewujudkan sistem Islam.
Para pemuda senantiasa dibina dengan metode pendidikan talaqiyyan fikriyan. Metode ini mampu mencerdaskan akal dan meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik, sehingga ilmu yang diperolehnya mampu mengubah tingkah lakunya, bukan sekedar transfer ilmu dari gurunya.
Dengan metode pembelajaran itu tentu potensi para peserta didik akan selalu terarah sesuai dengan fitrah penciptaannya. Yakni, untuk mengimani Allah SWT sebagai sesembahannya dan Rasulullah SAW sebagai utusan-Nya. Serta untuk terus beribadah kepada Allah SWT dan mampu memberi manfaat untuk umat. Bukan justru menjadi generasi individualis yang tidak perduli dengan kesulitan yang akan menimpa orang lain.
Wallahu’alam bishowab.