Oleh : Lilik Solekah, SHI. (Pengamat Politik)
Sakaratul maut atau berada pada posisi pintu kematian bangsa. Ngeri kondisi bangsa ini. Pemerintah sudah menyerukan semua menterinya mencari jalan menyelamatkan bangsa Indonesia. Wakil Menteri Pertahanan telah mengumumkan ketahanan pangan bangsa ini hanya dua bulanan. Menteri kesehatan kita telah gagal melakukan “flattening the curve” kurva coronavirus.Sri Mulyani telah terlihat gagal memprediksi kebutuhan stimulus fiskal untuk mengatasi dampak covid-19 ini.(www.teropongsenayan.com).
Memang benar pernyataan Jokowi bahwa krisis ekonomi yang diakibatkan pandemi ini lebih buruk dari krisis moneter 1998. Kenapa lebih buruk? karena dampak covid-19 terjadi pada sisi supply dan demand. Pada tahun 1998, supply side masih besar, khususnya sektor pedesaan, sektor informal dan UMKM. Dengan menggelontorkan dana KUT (Kredit Usaha Tani) dan berbagi kredit mikro lainnya, sektor pedesaan dan informal mampu menopang ekonomi nasional. Kontraksi ekonomi sekitar -16% dapat dipulihkan dalam satu tahun dan pemulihan total terjadi selama 5 tahun.
Bank Indonesia (BI) mencatat pembengkakan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir April 2020 menjadi sebesar USD 400,2 miliar. ULN terdiri dari sektor publik yakni pemerintah dan bank sentral sebesar USD 192,4 miliar dan sektor swasta termasuk BUMN sebesar USD 207,8 miliar.( AsiaToday.id.15/6/2020)
Genderang kematian bangsa kita semakin dekat. Kebahagian ekonomi yang diklaim pemerintah dengan pertumbuhan kuartal pertama, bersifat “trade-off” dengan kesengsaraan ke depan yang bersifat kesehatan, ekonomi dan bahkan peradaban.
Sri Mulyani, yang gagal memprediksi stimulus Century di masa lalu, menjadi supir penyembuhan ekonomi saat ini. Hal ini, “menggunakan supir gagal” cukup mengerikan. Menteri kesehatan yang gagal memprediksi situasi pandemik sejak awal juga suatu bencana kematian ke depan. Wamen Kemenhan yang membuka rahasia ketahanan pangan hanya dua bulanan, sangat menakutkan. Berbagai keburukan situasi ekonomi dan politik juga akan mempercepat keterpurukan bangsa. Di sisi lain, bangsa2 di dunia lainnya sibuk mengurusi rakyatnya sendiri, jauh harapan membantu kita.
Dalam situasi buruk ini, kelaparan dan kemiskinan akan menjadi “catastrophic”, alias bencana. 100 an juta rakyat miskin dan 20 jutanya sudah dilaporkan ADB (Asean Development Bank), 2018, kelaparan saat sebelum pandemik, tidak akan mungkin diurus negara, khususnya jika penanganan negara tidak tepat.
Ini semua sesungguhnya adalah buah penerapan sistem kapitalis liberal. Sebuah sistem yang memberikan kebebasan bagi para pemilik modal kapital dalam menjalankan perekonomian demi mendapatkan keuntungan secara bebas. Pemimpin dalam sistem sekulerisme kapitalis liberal semacam ini tidak akan pernah berpihak kepada rakyat, yang penting berkuasa dan anak keturunan terjamin kehidupanya serta mereka akan memihak kepada para kapital sesuai dengan arahan para penjajah. Hal ini jauh berbeda dengan pandangan pemimpin didalam Islam. Pemimpin adalah orang yang bertanggung jawab tidak hanya di dunia namun juga di akhirat.
Pemimpin negara dalam Islam juga harus mengantarkan rakyat agar mendapatkan keberkahan hidup dari Allah SWT. Tentu saja keberkahan ini akan dapat dicapai dengan penerapan hukum-hukum Islam secara menyeluruh. yaitu Khilafah Islamiyah yang dijalankan sejak kepemimpinan Khulafaur Rasyidin hingga keKhilafahan Utsmani di Turki menjadi bukti sejarah dalam penerapan syariat Islam. Khilafah akan menghapus semua praktik ribawi dan mengembalikan kekayaan alam negeri kepada rakyat. Khilafah akan mengelola segala sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Khilafah juga merupakan negara mandiri yang jauh dari tekanan dan pengaruh para penjajah dan para kapitalis. Sudah saatnya negeri ini menerapkan syariat Islam secara total. Adanya banyak kesultanan Islam di masa lampau merupakan bukti atas penerimaan syariat Islam ditengah-tengah masyarakat. Meraih keberkahan dan ridho Allah SWT sembari mempersiapkan kembali pulang ke rahmat Nya dengan mempertanggung jawabkan semua amal perbuatan.
Hanya dengan kembali pada syariat Islam untuk mengatur negeri agar ancaman kematian bangsa tidak terjadi. (Wallahu A’lam bishowab) []