Oleh : Yauma Bunga Yusyananda
Kita hanya mengeluh penat dan jenuh ketika melakukan segala aktivitas semuanya serba daring, dan tidak memikirkan orang lain termasuk tenaga kesehatan yang sudah berkorban banyak hal dalam menangani pasien covid-19. Menurut catatan LaporCOVID-19 hingga 28 Desember 2020, total ada 507 nakes dari 29 provinsi di Indonesia yang telah gugur karena Covid-19. Sebanyak 96 di antaranya meninggal dunia pada Desember 2020, dan merupakan angka kematian nakes tertinggi dalam sebulan selama pandemi berlangsung di Tanah Air. Ikatan Dokter Indonesia mengatakan bahwa kematian tenaga medis akibat covid-19 di Indonesia tertinggi se-Asia (kompas.com 29/12/2020)
Hal ini disebabkan adanya penambahan jumlah pasien karena covid, hingga data rumah sakit terisi di Indonesia mencapai lebih dari 50%. Dan hal tersebut sudah melewati batas Who perihal kapasitas rumah sakit terisi. (cnbcindonesia.com 23/12/20202)
Peningkatan aktivitas keramaian yang dilakukan oleh masyarakat tanpa kita sadarai mempengaruhi peningkatan jumlah pasien covid. Mulai dari diadakannya pilkada serentak, rekreasi, menerima tamu atau bahkan tinggal dengan orang yang bukan biasa ada di rumah. Pergerakan manusia memberikan dampak pada penyebaran covid sehingga semakin tinggi angka pasien dan tentu tidak sebanding dengan jumlah tenaga kesehatan yang lambat laun semakin berkurang.
Mencetak para tenaga kesehatan di negeri ini bukanlah hal yang mudah, karena sistem pendidikan untuk mencetak dokter yang berkualitas bukan dalam hitungan hari. Sistem pendidikan di negeri ini pun terkadang menyulitkan peserta didika dengan pembiayaan yang luar biasa mahal termasuk dalam bidang kedokteran ataupun kesehatan. Maka saat tenaga kesehatan sangat diperlukan dalam kondisi pandemi seperti sekarang, perbandingannya tidak sesuai dengan pasien.
Walaupun tenaga kesehatan sudah dijamin dengan insentif oleh pemerintah dalam menjamin nyawanya. Namun seharusnya bukan materi yang sebanding dengan nyawa, tetapi pencegahan sebelum tenaga kesehatan bertaruh nyawa. Seperti melakukan lockdown, memisahkan orang yang sakit dan orang yang sehat dengan melakukan test swab ataupun rapid test, memenuhi kebutuhan pokok orang-orang yang sudah terkena virus dan tetap mendorong orang sehat untuk menjalankan aktivitas seperti biasa karena pemerintah sudah lebih dulu mengunci sumber virus.
Setengah dari 1000 orang hilangnya nyawa tenaga kesehatan bukanlah angka yang sedikit, seharusnya nyawa bisa dijamin dengan pencegahan dan tentu nyawa dianggap berharga dalam Islam melebihi materi ataupun uang.
Islam sangat menghargai nyawa seseorang, mencegah sebelum nyawa itu menemui musababnya menuju kematian. Bahkan Allah sudah sangat jelas dalam Surat Al Maidah ayat 32, membunuh seorang manusia tanpa adanya alasan seakan-akan dia telah membunih manusia seluruhnya.
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain , atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya . Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 32)
Dan bagi Allah melenyapkan dunia adalah ringan dibanding terbunuhnya seorang muslim tanpa adanya alasan apapun.
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Dari dua dalil diatas, seharusnya kita kembali kepada fitrah kita sebagai manusia yang mencintai kedamaian, menginginkan keselamatan dan dengan Islam rahmat bagi seluruh Alam bisa dirasakan. Dengan Islam, aturan hidup manusia berdasarkan apa yang Allah atur dalam mengurusi kehidupan termasuk manusia. Karena manusia terbatas dan tidak serba tau dalam mengurusi kehidupan semsta ini, karena untuk mengurusi hidupnya oun mereka masih bertanya akan kesehatannya terhadap para dokter yang sudah belajar terlebih dulu. Namun tidak bagi Allah, ilmu Allah meliputi semua ilmu yang tidak bisa dibandingkan dengan kemampuan manusia. Jadi, sudah saatnya kita berhenti menggunakan demokrasi yang aturannya berasal dari keangkuhan manusia, sudah seharusnya kita berhenti menggunakan aturan yang meremehkan nyawa seseorang, sudah saatnya kita berhenti menggunakan aturan yang menilai nyawa bisa dibayar dengan senilai materi, sudah saatnya kita kembali pada Islam dalam satu naungan Khilafah Islamiyyah yang menghargai nyawa manusia dibandingkan harga dunia.
Wallohu’alam bi sh shawab.