Mengemis Online: Menunjukan Lemahnya Harkat Martabat Manusia

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Mengemis Online: Menunjukan Lemahnya Harkat Martabat Manusia

Shofi Lidinilah, S.Pd

(Pendidik)

Pengemis online kian ramai diperbincangan sebagai trend baru. Banyaknya aplikasi sosmed menjadi ladang mencari nafkah. Salah satu aplikasinya yaitu TikTok. Semejak adanya live Tiktok, banyak masyarakat yang mengambil kesempatan untuk berjualan ataupun ajang komunikasi dengan para penggemarnya.

Salah satu manfaat dari live tiktok yaitu jangkauan luas dan ada fitur gift yang mana penonton dapat memberikan gift berbayar untuk si pengguna akun dengan nilai yang berbeda-beda kemudian gift tersebut dapat dicairkan menjadi uang. Mulai dari Rp. 250,- sampai jutaan per gift.

Namun ada beberapa akun yang mengambil kesempatan baik anak muda maupun paruh baya untuk “mengemis online” mulai dari menulis nama akun yang berkomentar di buku tulis, makan cabai terpedas, menulis arab, menggambar seadanya bahkan mengguyur air berjam-jam hingga mandi lumpur.

Menteri Sosial pun menanggapi hal tersebut, ia akan menyurati pemerintah daerah (Kompas.com, 15/01/23). Kemudian Sosiolog dari Universitas Indonesia mengatakan ini sudah terjadi dari dulu namun mulai membesar sejak pandemi Covid-19, dan tak dipungikir bisa jadi konten pengemis diorganisir oleh sindikat kejahatan. Ia berkaca pada beberapa kasus yang juga terjadi di negara lain seperti Suriah (BBC.com, 13/01/23).

Faktor fenomena ini terjadi merupakan ekonomi. Mencari nafkah dengan cara yang salah. Mereka rela menjual kesedihan, merendahkan diri, harkat dan martabatnya demi mendapatkan pundi-pundi uang tanpa “kerja keras”. Kemudian gaya hidup yang terus meningkat, rela ngutang demi ‘lapar mata’.

Sebagai masyarakat mayoritas kaum muslim, sudah jelas kegiatan tersebut tidak boleh dilakukan. Sikap seorang muslim ketika diuji dengan ekonomi sulit harus tetap berikhtiar bekerja keras tanpa harus meminta-minta. Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa meminta-minta kepada orang lain dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaannya, sesungguhnya ia telah meminta bara api; terserah kepadanya, apakah ia akan mengumpulkan sedikit atau memperbanyaknya.” (HR Muslim no. 1041).

Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian pergi di pagi hari lalu mencari kayu bakar yang di panggul di punggungnya (lalu menjualnya), kemudian bersedekah dengan hasilnya dan merasa cukup dari apa yang ada di tangan orang lain, maka itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada orang lain, baik mereka memberi ataupun tidak, karena tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Dan mulailah dengan menafkahi orang yang engkau tanggung.” (HR Bukhari no. 2075, Muslim no. 1042)

Fenomena ini akan terminimalir jika adanya kerjasama antar individu, masyarakat dan negera. Individu yang paham akan menjaga harkat, martabat dan kemuliaannya sebagai manusia, masyarakat yang saling peduli dan beramar maruf nahi mungkar, serta negera yang memenuhi kebutuhan pokok sadang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Pemenuhan tersebut tidak serta merta dibagikan begitu saja, namun adanya kemudahan masyarakat dalam memehui kebutuhan pokoknya seperti membuka lapangan perkerjaan, modal usaha, palayanan public yang murah atau gratis. ini semua akan terwujud apabila aturan Islam diterapkan ditengah masyarakat dengan universal.

Wallahualam bii shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *