Mengarahkan Gelora Remaja, Seks Bebas atau Nikah Muda?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Dwi Indah Lestari, S.TP (Pemerhati Persoalan Publik)

“Pernikahan dini. Bukan cintanya yang terlarang. Hanya saja waktu belum tepat, melakukan semua”. Penggalan lagu ini, layaknya menggambarkan kondisi remaja saat ini. Di saat gelora remajanya yang semakin matang, mereka dihadapkan pada kebimbangan kemana harus menyalurkannya. Nikah muda atau gaul bebas?

Sementara itu UU Perkawinan no 16 tahun 2019, mensyaratkan bahwa usia pasangan baik laki-laik maupun perempuan yang diperbolehkan untuk menikah adalah bila sudah mencapai 19 tahun. Tentu saja ini membuat remaja harus semakin pandai menjaga gejolak mudanya.

Sesuatu yang mungkin cukup berat dihadapi oleh remaja zaman now. Sebab dengan semakin liberalnya gaya hidup saat ini, faktor-faktor yang bisa merangsang bangkitnya naluri ketertarikan dengan lawan jenis beredar dimana-mana. Intensitas dan jumlahnyapun tak terhitung banyaknya. Apalagi dengan media bermacam-macam yang terserak di sekitar lingkungan remaja, terus saja dibumbui dengan permisivitas ala Barat.

Beberapa waktu belakangan, muncul sinetron bergenre remaja yang cukup membuat hati para orangtua trenyuh. Menceritakan kisah anak remaja SMP yang hamil di luar nikah, tentu saja membuat sebagian besar masyarakat geram. Di saat mereka berusaha keras melindungi anak-anaknya dari dahsyatnya pengaruh gaul bebas, ini malah ada TV swasta nasional yang justru mensiarkannya.

Meski protes banyak dilontarkan, nyatanya sinetron ini masih tayang hingga kini. Dalih mereka bahwa sinetron itu sebenarnya sebagai bagian dari edukasi agar remaja tidak mencontoh perilaku tersebut, namun siapa yang mampu menjamin saat mereka menontonnya tidak mengalami “salah tangkap” pesan yang sebenarnya. Walhasil, bukannya mencegah mereka dari gaul bebas, malah bisa jadi sinetron itu mengajari remaja untuk melakukannya, asal bertanggung jawab.

Dan faktanya, perilaku seks bebas ini rupanya sedang me”wabah” di tengah remaja saat ini. Terbukti dari berita di media, salah satunya tentang 240 permintaan dispensasi nikah di Jepara, yang mana 50 persen diantaranya adalah karena hamil terlebih dahulu. Sementara sisanya karena usia yang belum mencukupi. Hal ini terjadi dalam rentang waktu dari bulan Januari hingga Juli tahun ini.

Miris bukan? Sungguh kondisi dekandensi moral yang sangat memprihatinkan sedang menimpa generasi muda saat ini. Paparan virus seks bebas sama jahatnya dengan corona yang sedang mewabah saat ini. Potensi remaja yang semestinya bisa diarahkan untuk mempersiapkan diri membangun kemajuan bangsa, terbelokkan dengan godaan nafsu syahwat yang mengatasnamakan kebebasan berekspresi buah kampanye global budaya pemisif ala kapitalis liberal.

Mempelajari Naluri Jinsiyah (Melestarikan Keturunan)

Bila mempelajari secara seksama, manusia sebenarnya dibekali dengan potensi naluri dalam setiap penciptaannya. Naluri jinsiyah (melestarikan keturunan) adalah salah satu yang secara alami ada dalam setiap diri manusia. Namun begitu, berbeda dengan potensi hajatul udlowiyah (kebutuhan jasmani) yang memerlukan pemenuhan yang bersifat wajib pada saat ia muncul, naluri tidak mengharuskan pemenuhannya seketika itu juga.
Naluri jinsiyah akan bangkit saat mendapat rangsangan dari luar diri manusia. Misalnya, saat seseorang sering melihat wanita berpakaian seksi, atau kerap menonton film-film porno, lukisan telanjang, perilaku orang yang sedang pacaran seperti berciuman, berpelukan dan lain sebagainya.

Hal-hal itulah yang kemudian mendorong naluri yang ada pada manusia tersebut untuk muncul dan meminta pemuasan. Bila ini terjadi pada remaja yang setiap harinya dibanjiri dengan tayangan-tayangan yang menggelorakan syahwatnya jelas bisa menjerumuskan mereka pada perilaku seks bebas. Sebab di usia mereka yang masih belia, perundang-undangan yang ada jelas menghalangi mereka untuk nikah dini.

Sementara itu pilihan melakukan seks bebas ada di depan mata. Hingga saat mereka tak lagi bisa mengendalikan gejolak, bisa jadi inilah opsi yang kemudian mereka ambil. Ditambah solusi -solusi pragmatis kapitalis, seperti “melakukan seks yang aman”, “gunakan kontrasepsi”, “jangan gonta-ganti pasangan” yang terus dikampanyekan, semakin menjadi legitimasi untuk melakukan seks bebas asalkan disertai tanggung jawab.

Mengarahkan Pemenuhan yang Benar ala Islam

Islam jelas mengharamkan pemenuhan naluri jinsiyah dengan sebebas-bebasnya. Sebab Islam memandang bahwa jenis manusia haruslah dilestarikan dan dikembangkan dengan jalan yang lurus dan menjaga kehormatan. Islampun memberikan penjagaan secara tegas terhadap nasab manusia, agar generasi yang terlahir adalah generasi yang memiliki kemuliaan.

Untuk itu Islam menempatkan pemenuhan ketertarikan dengan lawan jenis ini dengan aturan yang sesuai dengan fitrah manusia, yaitu melalui pernikahan. Hal ini dilakukan agar keturunan yang dihasilkan memiliki kejelasan nasab yang mengikatnya pada aturan lain yang berkaitan, seperti perwalian, waris dan sebagainya.

Berkaitan dengan usia pernikahan, Islam memandang bahwa ketika seseorang telah baligh maka, sempurnalah pembebanan seluruh hukum padanya. Artinya saat seseornag telah memasuki masa ini, maka ia boleh saja menjalankan pernikahan untuk pemenuhan naluri berketurunan tersebut. Tentu saja saat ia ingin menunaikannya berarti ia harus memiliki kesadaran dan pemahaman tentang segala kewajiban yang harus ia jalankan bersama dengan pilihan tersebut.

Untuk itu, para remaja semestinya mendapatkan pembinaan terkait Islam beserta seluruh hukum-hukumnya, sebagai bekalnya menjalankan kehidupan di dunia. Di samping itu pembinaan tersebut adalah dalam rangka membentuk syakhsiyah Islamiyah pada diri setiap generasi muda sehingga mereka siap menjalankan seluruh aktivitasnya di dunia dengan tanggungjawab yang penuh sebagai hamba Allah.

Di sisi lain, masyarakat dan negara dalam pandangan Islam memiliki peran penting. Masyarakat mempunyai peran kontrol bagi individu-individu dari melakukan pelanggaran hukum syara’. Mereka tidak boleh membiarkan atau bersikap acuh pada perilaku-perilaku menyimpang. Sehingga setiap aktivitas yang melanggar bisa segera terdeteksi dan diatasi.

Negara sebagai penerap hukum-hukum syara’ memegang peran paling krusial. Segala hal yang dipandang bisa membangkitkan syahwat manusia hingga menuntut pemenuhan yang tidak pada tempatnya akan dilarang. Termasuk didalamnya film porno, iklan yang menampilkan aurat perempuan, lukisan, patung telanjang dan lain sebagainya. Di samping itu juga melarang pembuatan dan upaya untuk menyebarkannya oleh pihak manapun.

Negara wajib pula menegakkan hukum syara’ yang berhubungan dengan hal ini, seperti larangan mendekati zina, termasuk pacaran, berkhalwat, ikhtilat yang tidak dibenarkan syara’ dan sebagainya. Juga diwajibkan kepada perempuan-perempuan muslimah untuk mengenakan jilbab dan khimar saat keluar rumah serta menerapkan sanksi pada para pelanggar sesuai hukum syara’.

Dengan penegakkan hukum syara’ oleh tiga pilar tersebut, yaitu individu, masyarakat dan negara, maka fenomena seks bebas akan bisa dihilangkan. Remaja akan terlindungi kehormatannya, terpenuhi nalurinya sesuai fitrah, dan menjelma menjadi generasi yang terarahkan potensinya untuk membangun peradapan agung yang mulia.

Tentu saja ini hanya akan bisa diwujudkan oleh negara yang menerapkan syariat Islam secara utuh dan sempurna, yaitu khilafah. Khilafahlah satu-satunya institusi yang mampu melindungi remaja dari kerusakan gaya hidup liberal serta menjamin pemenuhan segala potensi hidup manusia dengan pemenuhan yang benar dan memberi ketentraman hidup, di dunia dan di akhirat. Wallahu’alam bisshowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *