Mengapa Dunia Membisu dengan Konflik Palestina-Israel yang Berkepanjangan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh Titien Khadijah (Muslimah Peduli Umat)

 

Selama dua hari berturut-turut polisi Israel melarang warga Palestina berbuka puasa di Masjid Al Aqsha di Yerusalem (tempo.co). Polisi Israel pun menyerang warga Palestina yang pulang tarawih, bahkan melarang umat muslim mengirim makanan untuk berbuka puasa ke dalam komplek masjid suci itu dan polisi pun melarang umat muslim Palestina untuk mengumandangkan azan malam Ramadan dua hari berturut-turut di Masjid Al Aqsha. Ratusan orang Palestina yang selesai salat tarawih diserang polisi Israel saat mereka sampai di gerbang Damaskus, salah satu gerbang utama ke kota tua Yerusalem.

Hal ini menuai kecaman dari Kepresidenan Palestina, juru bicara Kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeineh, langkah polisi Israel melarang azan di masjid dengan mematikan pengeras suara ini sebagai kejahatan rasis. Serangan rasis terhadap pensucian tempat-tempat suci dan kebebasan beribadah itu pelanggaran berat terhadap konvensi hak asasi manusia internasional. (Wafa, 14 April 2021).

Rudeineh memperingatkan kebijakan agresif Israel itu bisa mengubah konflik dua negara menjadi perang agama tanpa akhir yang akan merusak perdamaian dan ketahanan internasional.

Penderitaan rakyat Palestina adalah penderitaan orang-orang yang terusir dan teraniaya “hanya karena mereka memegang akidah mereka yaitu akidah Islam”.

Penderitaan rakyat Palestina hari ini dan sejak setengah abad yang lampau, adalah bukti riil fakta Al-Qur’an. Mereka teguh dengan agama mereka dan yakin dengan kemuliaan Islam, karenanya mereka tidak rela Masjid Al Aqsha dikuasai Zionis Israel. Maka mereka pun bertahan, mereka pun melawan untuk mempertahankan tanah kemuliaan Islam dari jajahan Zionis Israel walaupun sampai saat ini banyak rakyat Palestina yang meregang nyawa untuk berjihad di jalan Allah.

Di balik fakta keangkuhan Israel hari ini, dan sebelumnya tidak lepas selalu mendapatkan dukungan dari Amerika. Bahkan kalau kita lihat titik balik keadaan negara Israel di Palestina karena kebaikan hati Inggris kepada kaum Yahudi, sekaligus kebencian mereka terhadap Islam. Kedua negara ini selalu konsisten mendukung Zionis Israel, bukan masalah persenjataan saja yang mereka suplai, tetapi kebijakan-kebijakan perdamaian dan juga penghianatan yang selalu diamankan oleh kedua negara besar ini.

Konflik Israel-Palestina adalah konflik yang paling abadi dan paling tragis di dunia selama ini. Pendirian negara Israel di tanah Palestina berakhlak kolonialisme modern yang terus menjadikan rakyat Palestina menjadi subyek, agresi militer, perampasan tanah dengan hak yang tidak setara, ini semua disebut Nakba (bencana) hal ini yang sangat dirasakan rakyat Palestina hingga saat ini. Rakyat Palestina terus berjuang tanpa bantuan saudara-saudara muslim dari negeri-negeri Arab sekitar, mereka seakan tidak perduli dengan penderitaan rakyat Palestina, dalam menghadapi agresi militer yang setiap saat selalu membombardir pemukiman muslim Palestina. Seakan di dunia ini penjara terbesar bagi rakyat Palestina.

Isu Palestina adalah sesuatu yang paling berat di hati kaum muslimin, di seluruh dunia kaum muslimin rindu melihat wajahnya bebas dari kekuasaan tirani Israel.

Padahal Palestina merupakan untaian permata dalam sejarah kaum muslimin. Allah Swt. mengangkat Nabi Muhammad saw. dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dalam satu malam, dan Palestina juga merupakan negerinya para nabi.

Selama ini negara-negara di kawasan Timur Tengah hanya mengeluarkan resolusi dan konferensi. Padahal tindakan nyata untuk menyelesaikan konflik Palestina dan Israel itu adalah yang paling pokok. Seharusnya bangsa-bangsa Arab bersatu kembali untuk menata kejayaan dunia Islam yang semakin diamuk oleh benturan-benturan peradaban Barat.

Tapi disayangkan, masalah Palestina kurang mendapatkan empati dari negeri-negeri muslimin di sekitarnya., karena nasionalisme di Timur Tengah saat ini tidak mampu mengatasi masalah Palestina dan Israel. Justru nasionalisme yang berkembang di Timur Tengah tidak lepas dari pengaruh atau sketsa kapitalis Barat untuk memecah belah dunia Islam. Kolonialisme yang menghegomoni Timur Tengah mendorong lahirnya nasionalisme. Nasionalisme membuat syariat Islam tidak lagi digunakan sebagai dasar Persatuan Bangsa-Bangsa di Timur Tengah sebagaimana seperti di zaman kedaulahan Islam masa lalu.

Wallahu a’lam bishshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *