Mengamputasi Hak Pendidikan Di Masa Pandemi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kegagalan Pembangunan Kapitalistik Oleh : Khusnul Aini S.E (Muslimah peduli umat Surabaya)

Pandemi telah banyak mengubah tatanan kehidupan masyarakat termasuk dalam dunia pendidikan. Proses belajar mengajar yang selama ini dilakukan di bangku sekolah kini harus dilakukan secara daring. Tentu sistem belajar daring ini sangat jauh berbeda dengan biasanya yang bisa langsung bertatap muka. Munculah berbagai polemik yang menyertainya baik dari kalangan siswa, orang tua ataupun guru dari pihak sekolah. Semua kena imbasnya.

Salah satu contohnya adalah keterbatasan akses jaringan internet dan listrik. Sebagaimana yang disampikan oleh Mendikbud Nadiem Makarim pada acara peringatan Hari Pendidikan Nasional 2020 yang disiarkan melalui kanal YouTube Kemendikbud (2/5), ia mengaku “kaget” bahwa banyak siswa tak memiliki akses listrik dan sinyal internet memadai. “Ada yang bilang tidak punya sinyal televisi. Bahkan ada yang bilang tidak punya listrik. Itu bikin saya kaget luar biasa,” katanya

Keterbatasan ini tidakk ayal membuat proses belajar jarak jauh melalui daring dari rumah menjadi terhalang, sehingga mengakibatkan banyak siswa terpaksa kehilangan hak belajarnya. Salah satu faktornya adalah adanya kesenjagan dalam pembangunan atau akibat pembangunan yang di lakukan tidak merata. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan selama ini lebih banyak terfokus di pulau Jawa, maka semakin jauh daerah tersebut akan semakin sedikit kesempatan mendapatkan akses internet ataupun listrik. Terlebih jika termasuk daerah pedalaman dengan letak geografis terpencil dan akses jalan yang kecil maka akan lebih susah untuk mendapatkan akses tersebut. Karena pembangunan belum menyentuh daerah tersebut.

Padahal selama ini pemerintah tengah gencar melaksanan proyek pembangunan infrastruktur. Nampak dari kebijakan penguasa yang getol menarik perhatian para investor untuk membiayai proyek tersebut, bahkan dana haji pun diwacanakan untuk digunakan mendanai proyek tersebut. Sungguh disayangkan ternyata dibalik pembangunan infrastruktur yang selama ini di gecarkan tidak mampu memberikan manfaat atau daya dukung terhadap pemenuhan kebutuhan dasar rakyat.

Rupanya bila kita telaah pembangunan yang digencarkan tersebut adalah pembangunan yang bersifat kapitalistik. Yang mana pembangunan tersebut dilakukan hanya untuk kepentingan para kapitalis pemilik modal. Bukan untuk kepentingan rakyat. Contohnya pembangunan jalan tol trans jawa yaitu Solo-Ngawi dan Ngawi-Kediri, setalah pembangunan rampung tol tersebut di jual oleh PT. Waskita kepada asing dengan meraup keuntungan mencapai 2,5 T(dikutip dari inews.id 18/12/2019).

Kemudian jalan tol trans papua yang dibangun dengan tujuan untuk menarik para investor atau pemilik modal untuk berinvestasi disana. Padahal sejatinya investasi merupakan jalan yang memudahkan bagi korporat swasta mapun asing untuk menguasai dan mengelola sumber daya alam disana. Sementara rakyat dibiarkan mengais remah-remah ampasnya dengan bersusah payah.

Maka adanya pandemi ini menunjukkan dengan jelas bahwasannya pembangunan kapitalistik telah gagal dalam mensejahterakan masyarakat. Hak untuk tetap memperoleh pendidikan selama masa pandemi teramputasi akibat pembangunan kapitalistik. Sungguh ironi! Padahal negeri ini diberkahi dengan kandungan sumber daya alam yang melimpah ruah, harusnya bisa menjadi modal dalam pembangunan yang mensejahterakan masyarakat termasuk untuk memenuhi kebutuhan pendidikan. Sayang anugerah sumber daya tersebut tidak dikelola dengan sistem yang tepat, sehingga hanya sekelompok orang saja yang menikmati hasilnya, yakni kaum kapitalis pemilik modal.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Tidak lain karena sistem kapitalisme yang diterapkan penguasa negeri ini. Sistem kapitalis melegalkan kepemilikan atas sumber daya dikelola dan dimiliki oleh swasta atau asing sang pemilik modal, sehingga tidak heran bila yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin sengsara, pembangunan pun tidak bisa merata dan penguasa berpihak pada pengusaha.

Berbeda jauh dengan penerapan sistem islam kaffah yang di emban oleh khalifah. Dalam sistem islam negara wajib mengupayakan kesejahteraan rakyat diatas kepentingan lainnya. Maka fokus pembangunan yang dilakukan oleh khalifah adalah bagaimana pembangunan tersebut mampu memberikan manfaat dan daya dukung untuk masyarakat agar bisa memenuhi hak dasar dan kebutuhannya.

Baik kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) maupun pendidikan dan kesehatan semua di upayakan oleh negara. Khalifah akan bersungguh-sungguh dalam mengelola sumber daya yang dimilikanya untuk menunjang kesejahteraan tersebut. Begitu jhal nya dengan permasalahan pendidikan, negara akan memaksimalkan upayanya untuk dapat memenuhinya. Dengan memberikan apresiasi yang tinggi kepada guru dan membangun sarana dan prasana yang menunjang pelaksanaan pendidikan. Memastikan guru dengan kualitas baik dan biaya pendidikan yang murah dengan fasilitas yang nyaman.

Demikianlah islam dengan sistem aturannya yang sempurna. Memastikan khalifah atau pemimpin wajib bertindak dan mengambil kebijakan sesuai dengan aturan syara. Termasuk dalam proyek pembangunan, harus di sandarkan pada prioritas untuk mensejahterakan masyarakat, tidak peduli tempat atau masa. Karena sistem aturan islam tidak akan berubah, tetap berlaku kapanpun dan dimanapun.
Wallahu alam bis showab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *