Mengambil Pelajaran dari Tsunami Covid India

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ummu Nadhief (Ibu Rumah Tangga dan Pemerhati Sosial)

Gelombang baru serangan virus penyebab Covid-19 menghantam India. India kini mengalami krisis akibat tsunami Covid-19. Data Worldmeters Rabu pagi, 21 April 2021, pasien Covid-19 di India telah mencapai 15,6 juta kasus dengan lebih dari 182 ribu orang meninggal. (www.medcom.id)

Pihak rumah sakit dan para tenaga medis kewalahan menerima dan merawat pasien Covid-19 di India. Penyebabnya karena tidak ada tempat tidur pasien yang tersisa dan kekurangan oksigen. Pasien pun harus berbagi kasur dengan pasien lain, sehingga banyak dari mereka yang meninggal di area parkir saat menunggu kamar kosong. Kondisi ini membuat India berada di urutan kedua negara dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi setelah Amerika Serikat (AS).

Lonjakan kasus tersebut oleh WHO dikaitkan dengan varian baru virus Corona yang diberi nama B1617. Para ahli masih memperdebatkan faktor tersebut. Pasalnya Dr. Zain Chagia, seorang ahli penyakit menular Mc.Master University di Hamilton Kanada menyatakan, bahwa faktor-faktor lain di India mungkin berkontribusi dalam penyebaran yang cepat di sana. Seperti kepadatan penduduk, rumah multi generasi dengan ruangan berventilasi buruk, besarnya mobilitas, dan kondisi kemiskinan yang terjadi mirip dengan Indonesia.

Hingga hari ini, nampaknya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak menampakkan kejelasan apakah ingin menuntaskan penyebaran virus ataukah perbaikan ekonomi? Kedua hal tersebut bahkan tidak segera tertangani.

Hal ini menandakan bahwa pemerintah tidak sepenuh hati dalam menyelesaikan pandemi. Kebijakan seperti ini sudah lazim diketahui, dikarenakan sistem kapitalis yang diterapkan di negeri ini telah menempatkan kepentingan ekonomi di atas segalanya. Tidak perduli apakah situasinya sedang terjadi wabah atau tidak. Perekonomian terus digenjot, sementara rakyat dibiarkan beraktifitas, hanya himbauan untuk menjaga protokol kesehatan. Kebijakan seperti ini tentu tidak menutup kemungkinan memunculkan gelombang baru Covid-19.

Bila aturan yang diterapkan masih sistem kapitalis, dapat dipastikan tidak akan mampu menyelesaikan masalah. Hal yang siapapun tentunya tidak menginginkan itu terjadi. Karenanya diperlukan sistem yang dapat menyelesaikan secara komprehensif dan tuntas dalam menghentikan sebaran virus, yaitu sistem yang memandang rakyat sebagai tanggung jawabnya, dengan penanganan yang menyeluruh. Semua itu hanya terdapat dalam sistem Islam.

Sistem Islam dalam sejarahnya mampu menanggulangi wabah dalam waktu singkat karena ditopang oleh dua tujuan pokok :
Pertama, menjamin terpeliharanya kehidupan normal di luar area yang terjangkit wabah.
Kedua, memutus rantai penularan secara efektif yakni secepatnya, sehingga setiap orang tercegah dari bahaya infeksi yang menghantarkan pada kematian.

Dua tujuan pokok tersebut tercermin pada lima prinsip Islam:
1. Penguncian area wabah/ lockdown syar’i.
Sebagaimana ditegaskan Rasulullah saw. yang artinya, “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu. Dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya”. (HR. Imam Muslim)

2. Pengisolasian yang sakit.
Sebagaimana Rasulullah saw. menegaskan yang artinya, “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat”. (HR. Imam Bukhari)
Hal ini diimplementasikan dengan testing massive yang cepat dan akurat kepada setiap orang yang berada di area wabah. Sebab mereka berpotensi terinfeksi dan beresiko sebagai penular. Selanjutnya yang positif terinfeksi segera diisolasi dan diobati sampai benar-benar sembuh.

3. Pengobatan segera dilakukan hingga sembuh bagi orang yang terinfeksi tanpa gejala, karena setiap penyakit dapat disembuhkan.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt. menurunkan penyakit dan obat, dan diadakan-Nya bagi tiap-tiap penyakit obatnya. Maka berobatlah kamu, tetapi janganlah berobat dengan yang haram”. (HR. Abu Dawud)

4. Penerapan social distancing, yakni orang sehat di area wabah hendaknya menghindari kerumunan. Sebagaimana nasehat sahabat Amru bin Ash ra. yang dibenarkan khalifah Umar bin Khatab. Wabah itu ibarat api kuman yang akan menjadikan kerumunan manusia sebagai sarana penularan, begitu juga sebaliknya.

5. Penguatan imunitas (daya tahan tubuh). Mereka yang sehat, jika tetap berada di area wabah, lebih beresiko terinfeksi. Kondisi kuman di area wabah relatif tinggi. Sementara manusia dan kondisi imunitas adalah penentu terjadinya infeksi.

Pelaksanaan kelima prinsip ini menutup ruang dan celah bagi terjadinya transmisi lokal. Disamping itu, kesehatan dalam Islam merupakan kebutuhan pokok publik yang dijamin negara. Masyarakat dapat mengakses fasilitas kesehatan tanpa biaya. Namun prinsip tersebut hanya bisa dijalankan dalam sistem hukum syariat Islam dalam bingkai negara khilafah Islamiyah.

Sudah selayaknya kita mengambil pelajaran dari sistem Islam yang terbukti mampu menuntaskan seluruh masalah hidup manusia.
Semoga peristiwa tsunami Covid India, memberikan pelajaran berharga bagi negeri ini untuk kembali pada sistem Islam.

Wallahu’alam bishshawaab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *