Mengaku Wakil Nabi dan Upaya Desakralisasi Agama

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Mengaku Wakil Nabi dan Upaya Desakralisasi Agama

 

Oleh Dila (Pegiat Literasi)

Kontributor Suara Inqilabi

 

Dilansir dari Warta Ekonomi, Jakarta Terjadi penembakan di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI). Mustopa NR (60 tahun) selaku pelaku penembakan pernah mengumpulkan penduduk desa dalam rangka mengumumkan dirinya sebagai wakil nabi. Peristiwa itu dilakukan di sebuah pada tahu 1997 di sebuah desa di Lampung, setelah Mustopa NR bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW

“Bahwa tahun 1997 menurut keterangan istri dan warga sekitar, yang bersangkutan pernah mengumpulkan warga sekitar dan tokoh agama di rumahnya yang bersangkutan,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi, saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.

Dalam pengumumannya tersebut, kata Hengki, Mustopa NR meminta penduduk untuk mengakui bahwa dirinya adalah wakil nabi. Adapun orang-orang yang diundang di kediamannya tersebut, yaitu tokoh agama, tokoh masyarakat, dan ustadz. Setidaknya ada sekitar 20 orang yang diundang untuk menyakini apa yang disampaikan dirinya.

Tetapi deklarasi Mustopa NR diabaikan oleh para penduduk yang diundang. Kemudian masyarakat pun memilih untuk membubarkan diri dan tidak menanggapi seruan Mustopa NR. Upaya Mustopa NR untuk mendapatkan pengakuan dari umat Islam pun tidak berhenti.   Dia juga beberapa mengirim surat pengakuan bahwa dirinya adalah wakil ke MUI .

Penembakan di kantor MUI  beberapa waktu lalu menyisakan episode baru. Pelaku penembakan, Mustopa NR (60), disebut pernah mengumpulkan penduduk desa dalam rangka mendeklarasikan diri sebagai “wakil nabi”.

Islam Menjaga Akidah dan Aturan Mulia

Dalam alam sekuler, krisis akidah sekaligus upaya desakralisasi Islam akan terus berpeluang terjadi. Munculnya orang-orang serupa pengaku “wakil nabi” bukanlah yang pertama terjadi. Suasana kehidupan sekuler meniscayakan tumbuh suburnya cara berpikir serba bebas (liberal). Pemikiran liberal bahkan akan selalu mendapatkan ruang kendati pemikiran tersebut merusak umat.

Kondisi ini jelas membuat upaya pembelaan terhadap Islam juga mengalami krisis. Padahal, Islam wajib dibela dan keyakinan untuk membela Islam ini mampu menumbuhkan konsekuensi akan adanya penjagaan akidah Islam secara sistemis. Ini bukan lagi ranah perdebatan karena Islam adalah aturan yang mulia, tinggi, dan tidak ada yang lebih tinggi daripada Islam.

Rasulullah saw. bersabda,

“Islam itu agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari pada Islam.” (HR Baihaqi).

Hal ini makin tegas dengan adanya firman Allah Taala dalam ayat,

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali Imran [3]: 110)

Hendaklah kita mengingat dan merenungi nasihat Abu Bakar ra. Ketika Rasulullah saw. wafat, “Ketahuilah, barang siapa yang menyembah Muhammad saw., maka Muhammad sekarang sudah wafat. Dan barang siapa yang menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup tidak wafat, dan beliau lanjutkan ‘Sesungguhnya engkau akan mati, dan sesungguhnya mereka pun akan mati pula’ dan membaca ayat ‘Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur’. Beliau (Abu Bakar) kemudian berkata, ‘Maka mulai terdengar isak tangis para sahabat yang lain…’” (HR Bukhari)

Inilah peran strategis yang dilakukan oleh Abu Bakar ra. selaku khalifah pengganti Rasulullah saw.. Masa pemerintahan beliau yang singkat, sangat urgen dalam menjaga kelurusan akidah kaum muslim setelah Rasulullah saw. wafat, termasuk ketika beliau menurunkan pasukan dalam Perang Yamamah untuk memerangi Musailamah al-Kadzdzab (laknatullah) yang mengaku sebagai nabi serta berusaha memberontak kepada Daulah Islam dengan angkatan bersenjatanya

Wallahu a’lam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *