Mendamba Adil dalam Sebuah Sistem yang Labil

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Mendamba Adil dalam Sebuah Sistem yang Labil

Oleh Irma Faryanti
Member Akademi Menulis Kreatif

“Sudah jatuh tertimpa tangga”. Itulah kiranya yang dialami seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Pria yang berinisial HAS ini selain harus kehilangan nyawa akibat kecelakaan yang dialaminya, ia pun pada akhirnya ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap lalai dalam berkendara. Demikian pernyataan Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman saat diminta keterangannya. (CNN indonesia, Sabtu 28 Januari 2023)

Peristiwa ini terjadi di daerah srengseng sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada Kamis malam (6/1/2023). Kecelakaan yang juga melibatkan AKBP (purn) Eko Setio Budi Wahono telah merenggut nyawa HAS. Pihak kepolisian menyatakan kronologis kejadian, bahwa pada saat itu dalam kondisi hujan dan jalanan licin, sementara korban mengendarai motor dengan kecepatan 60 km/jam. Ia tiba-tiba melakukan rem mendadak karena ada kendaraan yang akan berbelok ke kanan, tabrakan pun tidak bisa dihindari.

Polisi tidak melihat sisi salah dari eko karena ia telah sesuai aturan mengendarai mobil dengan kecepatan 30 km/jam. Untuk itu mereka menilai bahwa HAS lah yang salah karena telah menyebabkan kematiannya sendiri akibat kelalaian yang dilakukannya. Itulah sebabnya korban pada akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.

Keputusan di atas kontan mendapat protes keras dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM UI). Melki Sedek Huang selaku ketua mengungkapkan bahwa saat ini pihak aparat semakin beringas, pandai memutar balikkan fakta dan menggunakan proses hukum sebagai tameng untuk menutupi kejahatan. Pihaknya juga memberikan kronologi yang berbeda dengan pihak kepolisian.

Menurut BEM UI, korban saat itu tengah menuju ke rumah kos dengan beriringan motor bersama temannya. Di perjalanan, mendapati sebuah motor yang melaju lambat, ia pun menginjak rem dan jatuh ke sisi kanan, di mana mobil milik Eko Setio Budi yang merupakan mantan Kapolsek Cilincing melintas dan melindas korban. Anehnya ketika ada saksi yang berniat membawa ke rumah sakit, pelaku menolaknya, hingga nyawa HAS pun terlambat ditolong dan meninggal.

Inilah yang disayangkan oleh tim pengacara korban, bahwa Eko tidak memberi bantuan, bahkan selepas melindas mobilnya tidak langsung berhenti. Ia juga menolak memberi bantuan ketika saksi di TKP meminta tolong diantar ke rumah sakit, hingga akhirnya warga yang menyaksikan memanggil ambulan dan mengantarnya untuk ditindaklanjuti.

Demikianlah realita hidup dalam naungan Kapitalisme. Hukum seringkali direkayasa dan diputarbalikan sesuai dengan kepentingan. Terlebih jika pelaku adalah orang berpengaruh dan memiliki jabatan. Sikap aparat yang tidak mau menindaklanjuti, merupakan bukti ketidakprofesionalan mereka dalam menjalankan tugasnya. Hukum sering tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Dalam sistem kapitalisme, hukum bisa dibeli dan dipermainkan sesuka hati. Aturan yang ditetapkan oleh manusia hanya bisa membawa pada kesengsaraan, miskin keadilan dan cenderung menimbulkan kezaliman.

Padahal sejatinya aparat adalah pengabdi masyarakat yang harus menegakkan keadilan dan berbuat baik (ihsan) kepada rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam HR Muslim:
“Sungguh Allah Swt. memerintahkan ihsan (berbuat baik) atas segala sesuatu.”
Sebagai penjaga keamanan, aparat seharusnya memiliki karakter yang baik, ikhlas, tidak sombong, penuh kasih sayang dan tidak arogan.

Berbeda dengan kapitalis, hukum Islam mendudukkan semua orang dalam kedudukan setara baik muslim maupun non muslim, pria maupun wanita. Tidak dikenal istilah kebal hukum atau memiliki hak istimewa (privilise). Semua akan diperlakukan sama sesuai dan diberi sanksi dengan pelanggaran yang dilakukannya.

Pernah terjadi di zaman Rasulullah, ketika seorang wanita kalangan bangsawan dari Bani Makhzum melakukan pencurian, meminta keringanan hukuman kepada Nabi saw. Dan beliau pun menolaknya seketika, seraya bersabda:
“Sungguh yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah tatkala ada orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan. Sedangkan jika orang lemah yang mencuri, mereka menegakkan had atas dirinya. Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggamanNya. Seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya akan nanti akan aku potong tangannya. (HR. Bukhari)

Inilah fakta keadilan hukum dalam naungan sebuah kepemimpinan Islam. Apapun yang bersumber dari Allah tidak akan pernah salah dan menyalahi. Ketentraman dan ketenangan lah yang akan diraih saat menerapkan aturan ini di setiap aspek kehidupan. Semoga Allah menyegerakan kehadirannya.

Wallahu a’lam Bishaawwab

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *