Mencegah Nikah Dini atau Melegalisasi Seks Bebas?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Nisa Andini Putri (Mahasiswi Bengkulu)

Angka pernikahan dini di Indonesia melonjak selama masa pandemi Covid-19. Tercatat bahwa Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penyumbang angka perkawinan bawah umur tertinggi di Indonesia berdasarkan data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional tahun 2020. (Kompas.com /2020/07/08)

Seperti yang telah dikutip di (JawaPos.com)–Pengadilan Agama Jepara, Jawa Tengah, menjelaskan, sebanyak 240 permohonan dispensasi nikah tidak semuanya karena hamil terlebih dahulu. Melainkan, ada yang karena faktor usia belum genap 19 tahun sesuai aturan terbaru.

Dia mengungkapkan, sesuai Undang-Undang Nomor 16/2019 tentang Perkawinan bahwa batas minimal calon pengantin putri berusia 19 tahun.
Sementara pada Undang-Undang Perkawinan sebelumnya, batas minimal calon pengantin putri berusia 16 tahun. Sehingga, warga yang berencana menikah namun usianya belum genap 19 tahun harus mengajukan dispensasi nikah.

Data ratusan remaja mengajukan dispensasi nikah di berbagai daerah menegaskan 2 problema yang lahir dari kebijakan dispensasi nikah ini.
Dijalankan bersamaan dengan pendewasaan usia perkawinan dengan harapan menurunkan angka pernikahan dini

Menjadi ‘jalan keluar’ untuk memaklumi fenomena seks bebas di kalangan remaja
Adapun kebijakan yang telah diatur oleh negara hanyalah sebuah regulasi bahwasanya hal tersebut tak memberi solusi praktis untuk membendung terjadinya seks bebas dikalangan remaja.
Hal ini pun meniscayakan maraknya seks bebas yang dipicu dari beberapa faktor diantaranya, kurangnya perhatian orang tua, lemahnya keimanan individu tersebut, tontonan yang tak mendidik serta hasil dari pendidikan sekuler saat ini.

Hal ini pula menjadikan maraknya pernikahan dini yang tak bisa dibendung oleh negara.

Sehingga kritisi terhadap kebijakan ini haruslah bukan hanya sekedar pelarangan nikah dini dan dispensasi nikah semata. Tetapi, bangsa ini justru membutuhkan pemberlakuan sistem ijtimaiy Islam agar generasi siap memasuki gerbang keluarga dan mencegah seks bebas dikalangan remaja. Sebab, seks bebas tidak hanya berdampak pada individual semata tetapi berpotensi melahirkan keluarga tanpa ketahanan dan generasi lemah.
Sebagaimana Islam diterapkan. Niscaya akan mampu membangun generasi yang bertakwa serta takut pada sang Pencipta. Di dalam islampun, pernikahan tidaklah ditentukan oleh usia, melainkan kesiapan secara ilmu, materi, dan fisik.

Jika ketiganya telah terpenuhi, maka diperbolehkan untuk menikah. Sebagai seorang muda yang mungkin tidak bisa menjaga dirinya dan dikhawatirkan bisa terjerumus kedalam perbuatan maksiat yakni zina dalam Islam, maka pernikahan dini hukumnya berubah dari sunnah menjadi wajib untuk menghindarkan orang tersebut dari perbuatan dosa sesuai dengan kaidah syariat. Dalam sistem islam, perzinahan semacam ini pun dikenai sanksi yang tidak main-main. Syariat benar-benar ingin memberikan efek jera pada pelaku dan sekitar agar tak melakukannya.
Seperti dalam firman Allah Swt : ” ..Perempuan dan laki-laki yang berzina maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya dengan seratus kali dera..” (TQS. An-Nur : 2)

Dengan demikian, adanya sinergi dari aturan-aturan islam yang diberlakukan, akan mampu menyelesaikan akar masalah terjadinya seks bebas dikalangan remaja. Generasi masa depan pun akan selamat ketika islam diterapkan sebagai sistem kehidupan.

Wallahu’alam.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *