Mencari Keadilan didalam Demokrasi Hanya Ilusi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Susilawati ( Ibu Ideologis Banyuasin)

Dalam kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan seorang pejabat negara dan penyidik senior di Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) telah terjadi cukup lama yaitu, pada 11 April 2017 kini memasuki babak baru.

Dua pelaku penyerangan tersebut hanya di tuntut satu tahun penjara, banyak kalangan yang menilai tuntutan satu tahun itu tidak adil, mengingat akibat dari kejadian tersebut Novel Baswedan mengalami luka berat, yang membuat salah satu matanya menjadi cacat permanen.

Dari catatan kasus di atas, hukuman bagi pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan adalah paling ringan, Novel pun menilai hukuman ini hanya seperti bentuk formalitas (suara.com, 13 juni 2020).

Hal ini jelas tidak masuk akal, tuntutan jaksa satu tahun itu sangatlah ringan. Jika dibandingkan dengan kasus yang sama, tetapi tuntutan untuk menjerat pelaku berbeda.

Kasus pertama, terjadi pada Juni 2018 seorang bernama Ruslan yang begitu kejinya menyiram istri dan mertuanya dengan air keras, kasus tersebut dituntut 10 tahun penjara.

Kasus kedua, pada Oktober 2018 penyiraman yang di lakukan seorang istri bernama Rika kepada suaminya, ia pun di tuntut 12 tahun penjara.
Dan yang terbaru pada tahun 2019, penyiraman yang di lakukan Heriyanto kepada istrinya, dia di hukum selama 20 tahun penjara. (Kompasiana.com)
Dan masih banyak lagi kasus serupa yang terjadi di Indonesia.

Hukum di negeri ini sungguh aneh tapi nyata, terlebih lagi kasus ini menimpa seorang pejabat negara, penyidik senior KPK. Bagi Novel Baswedan harga keadilan di sistem pemerintahan Jokowi – Ma’ruf tampak langkah. Polemik kasus Novel Baswedan mendapat perhatian publik termasuk Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI).

Bila kita cermati kembali pernyataan jaksa, kasus Novel Baswedan terbukti sebagai penganiayaan berat, hingga menimbulkan kebutaan. Kenapa cuma di ganjar satu tahun penjara ?
Dan menghilangkan penglihatan seseorang itu bukanlah hal kecil, Bagaimana kalau itu menimpa keluarganya?

Ada orang yang beranggapanbahwa kasus Novel Baswedan tersebut hal kecil dan biasa, sehingga tidak perlu untuk dibesar-besarkan. Yang menganggap demikian mungkin memiliki nilai keadilan yang rendah dalam menyikapi sebuah kasus. Untuk bersikap objektif saja sulit, malah berkomentar yang menyakitkan korban dan rasa keadilan itu sendiri.

Inilah gambaran keadilan dalam sistem Demokrasi Kapitalis, tak ayal ini hanyalah sebuah ilusi yang tidak pernah ada.

Karena hukum sistem demokrasi kapitalis hanya memihak kepada yang mempunyai kekuasaan dan modal saja.

Berbeda dalam sistem islam, sistem yang berlandaskan dengan Aqidah Islam. Menyakini bahwa Allah adalah zat yang menciptakan manusia sekaligus sebagai pengatur.

Begitu pentingnya berbuat adil atau menegakkan keadilan, sehingga Allah swt memperingatkan kepada orang-orang yang beriman, agar jangan karena kebencian terhadap suatu kaum sehingga mempengaruhi dalam berbuat adil.

Sebagaimana Allah swt berfirman: “Hai orang orang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Berlaku adil lah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan takwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” ( TQS. Al- Maidah : 8 ).

Terkait kasus Novel Baswedan ini mengakibatkan cacat permanen. Dalam pandangan islam ini merupakan tindakan kriminal dengan sanksi Jinayat, yaitu tindakan pencederaan terhadap jiwa atau sampai hilangnya nyawa.

Jika ada orang yang melanggar ketentuan, Islam akan menjatuhkan sanksi yang keras bisa dalam bentuk diyat (tebusan darah) atau qishâsh (dibunuh). Ini sesuai dengan firman Allah SWT:

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Di dalam qishâsh itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagi kalian, hai orang-orang yang berakal, supaya kalian bertakwa (QS al-Baqarah [5]: 179).

Sanksi yang di berikan adalah hukum Qishash (balasan seimbang) tapi jika keluarga korban memaafkan, hakim tidak bisa memberikan hukuman, pelaku hanya wajib membayar Diyat, yaitu harta yang di bayarkan sebagai kompensasi bagi pencederaan badan atau sampai meninggal.
Diyat (denda) menghilangkan nyawa manusia yaitu 100 ekor unta atau seribu dinar, jika pencederaan badan di sesuaikan dengan kerusakan anggota badan yang di cederai.

Dalam Islam sanksi dunia punya dua fungsi yaitu sebagai pencegahan (jawazir) yaitu mencegah orang-orang untuk melakukan tindakan dosa dan kriminal, sekaligus sebagai penebus dosa (jawabir) yaitu menggugurkan hukuman akhirat bagi pelaku kriminal, karena telah di laksanakan hukuman di dunia.
Inilah sistem islam, sistem yang mewujudkan keadilan yang hakiki bukan ilusi.

Wallahu’alam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *