Menanti Sosok Pemimpin Sederhana Dambaan Umat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Menanti Sosok Pemimpin Sederhana Dambaan Umat

Oleh Irma Faryanti
Member Akademi Menulis Kreatif

 

Perhelatan akbar itu pun akhirnya usai, setelah melewati persiapan yang cukup menguras tenaga dan pengorbanan lainnya, acara pun berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Pernikahan putra kedua orang nomor satu di negeri ini cukup menyita banyak kalangan, baik sejak persiapan hingga berlangsungnya acara pada hari Sabtu 10 Desember 2022. Sejak awal, sejumlah Menteri nampak sibuk mempersiapkan pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono.

Mereka yang dimaksud adalah Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, Menteri BUMN, Erick Thohir, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia. Wakil Presiden, Ma’ruf Amin menganggapnya sebagai hal lumrah yang biasa terjadi ketika seseorang menggelar hajatan, di mana orang-orang terdekatnya lah yang akan mengurusi, tidak terkecuali para pejabat. Namun ia berharap hal itu tidak mengganggu kinerja. (tribunnews.com Selasa 6 Desember 2022)

Mardani Ali Sera selaku Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera sempat menyatakan pendapatnya mengenai kesibukan para Menteri mengurus pernikahan putra kedua Presiden tersebut, ia menganggapnya sebagai sesuatu yang boleh saja dilakukan, namun bisa memancing pertanyaan publik jika waktu dan perhatian mereka hanya fokus pada pelaksanaan acara itu.

Dari sisi keamanan, aparat mengerahkan ribuan personel untuk mengawal pernikahan yang digelar di kota Solo dan Yogyakarta. Pada awalnya 10.800 orang yang merupakan gabungan dari TNI dan Polri diterjunkan, bahkan 2 hari menjelang pernikahan jumlahnya ditambahkan menjadi 11.800 orang. Ditambah Polda Jateng mengerahkan 11 ekor anjing pelacak jenis Belgian Malitnoise dan Golden Retriever untuk mengamankan jalannya acara. Hewan-hewan ini akan bertugas melakukan sterilisasi dan deteksi bahan peledak selama perhelatan berlangsung. Anjing-anjing tersebut didatangkan dari Ditsamapta Polda Jateng dan beberapa Polres jajaran lainnya, seperti Kendal, Surakarta, dan beberapa wilayah di Soloraya.

Namun hingar-bingar itu seakan berlawanan arah dengan situasi yang tengah melanda negeri. Pasalnya, belum lama ini Indonesia baru diterpa bencana dengan guncangan gempa yang menimpa wilayah Cianjur. Mereka yang terdampak, saat ini masih dalam kondisi yang memprihatinkan, 5.489 pengungsi masih sangat menanti bantuan. Sementara itu, 2000 warga korban erupsi gunung Semeru pun masih mengharap uluran tangan atas nasib mereka. Megahnya pesta seakan tengah menari diatas luka yang menganga, publik diajak sejenak lupa akan derita yang mendera.

Kesempitan hidup yang dialami akibat harga-harga yang melambung tinggi. Ancaman resesi yang membayangi, membuat para pekerja terancam PHK dan kehilangan mata pencaharian. Namun tidak sedikit pun membuat naluri penguasa bergeming, setidaknya untuk sekedar berempati atas apa yang tengah dialami negeri. Semua mata hanya terfokus pada hingar-bingarnya pesta, sehingga lupa akan nasib bangsa yang tengah di ujung tanduk. Abai akan jerit penderitaan rakyat yang tengah dihimpit kesulitan.

Namun inilah potret gambaran kepemimpinan dalam sistem Kapitalis. Kemewahan dan kehidupan serba wah” sengaja dipertontonkan oleh pemangku kekuasaan. Janji manis sebelum terpilih, terkikis habis ketika jabatan sudah di tangan. Rakyat yang semula dijanjikan sejahtera nyatanya terabaikan begitu saja. Karena kedudukan telah membuat lupa daratan, keloyalan lebih difokuskan pada kepentingan para kapital (pemilik modal).

Itu sebab banyak pihak tertarik dan berlomba meraih jabatan sebagai pemangku kebijakan. Pendapatan yang fantastis, hidup mewah dengan fasilitas lengkap tentu menjadi hal yang sangat didambakan. Demikianlah realita penguasa dalam sistem kapitalis, di mana harta, jabatan, kehormatan dan kekuasaan sangatlah diutamakan dan ditempatkan di atas segalanya. Sementara rakyat hanya mampu mengelus dada atas setiap ketimpangan, dan menerima penderitaan yang tak berkesudahan.

Akan sangat sulit menjumpai sosok pemimpin sederhana dalam sebuah sistem kapitalis, kita hanya akan menemukannya pada masa keemasan Islam, di mana para pejabat menjalani kehidupan secara sederhana bahkan bisa jadi lebih sulit dari rakyatnya. Mengapa bisa demikian? Karena bagi mereka jabatan bukanlah ajang memperkaya diri dan bersenang-senang, melainkan sebuah amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. Rasulullah saw pernah bersabda dalam HR.al Bukhari dan Muslim:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.”

Gambaran pemimpin sederhana dapat kita jumpai pada sosok Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang mampu mengukir banyak prestasi di masa kepemimpinannya yang singkat. Kehidupannya jauh dari kata mewah. Pernah suatu malam ketika tengah sibuk menyelesaikan tugas di ruang kerjanya, sang putra menemuinya dan Khalifah pun bertanya tentang alasan kedatangannya, apakah untuk urusan keluarga ataukah negara. Ketika diketahui bukan untuk perkara kenegaraan, Umar segera meniup lampu penerang di ruangan sehingga situasi menjadi gelap gulita. Hal itu dilakukannya karena tidak ingin menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi.

Kesederhanaan serupa juga tampak pada sosok Khalifah Umar bin khaththab, yang sering mengenakan pakaian yang penuh dengan tambalan konon jumlahnya ada 14 buah dalam satu baju. Bahkan pernah suatu ketika putranya, Abdullah bin Umar merengek meminta dibelikan baju baru akibat diejek teman-temannya karena mengenakan pakaian penuh tambalan. Khalifah segera pergi ke Baitulmal dan meminjam uang, namun tidak lama kemudian ia pun mengurungkan niatnya ketika ditanya oleh pejabat kas tentang jaminan pelunasan pembayaran di akhir bulan, ia tidak pernah tahu apakah akan mampu menunaikan ataukah tidak.

Sosok hebat itu hanya akan dijumpai dalam sejarah peradaban Islam, keteladanannya sungguh luar biasa. Kepemimpinannya tidak pernah diragukan lagi, fasilitas yang diberikan tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan bermewah-mewah di atas derita rakyat. Gambaran pemimpin seperti itu hanya akan terwujud dalam sebuah sistem pemerintahan Islam, yang akan menerapkan aturan Allah di setiap aspek kehidupan. Tidakkah kita rindu akan kehadirannya?

Wallahu a’lam Bishawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *