Menangkal Virus Modifikasi Beragama

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Dara Tri Maulidra

 

Media sosial Indonesia belum lama ini kembali diramaikan dengan video viral cuplikan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengucapkan Selamat Hari Raya kepada umat Baha’i. Hal ini menuai polemik di tengah masyarakat. Ustadz Adi Hidayat (UAH) memberikan sedikit penjelasan terkait Baha’i. Beliau mengatakan dalam merumuskan ajarannya, Baha’i mencampuradukkan ajaran-ajaran dari berbagai agama. Campur aduk ada yang diambil dari Islam misalnya sholat, bagaimana cara sholatnya cukup ditunaikan tiga waktu setiap waktunya, tiga rakat pagi, siang dan sore. Beliau pun menambahkan pentingnya bagi umat Islam untuk mengetahui hal ini sebagai wawasan atau ilmu. Secara akidah, ini adalah suatu hal yang penting, namun bukan berarti menjadi landasan untuk anarkis. Pembahasan ini sebagai sejarah bagi umat Islam serta memberi pemahaman bahwa ajaran in bukan Islam dan bukan bagian Islam. Namun, konsepsinya dipandang oleh negara sebagai komunitas atau organisasi (republika.co.id, 4/8/21).

Masyarakat dibuat bingung dengan sikap Kemenag terhadap agama Baha’i yang dianggap off-side dan membuat gaduh. Hasil riset Balitbang Kemenag tahun 2014 (juga beberapa pihak lain), menyimpulkan Baha’i adalah suatu agama tersendiri dan bukan aliran dari suatu agama tertentu. Baha’i memiliki nabi, kitab, doktrin, dan ajaran tersendiri (kemenag.go.id, 30/7/21). Pemerintah berujar Baha’i tidak boleh dikatakan aliran sesat, Padahal telah jelas dalam ajarannya, ada persamaan dengan agama Islam. Jika tidak boleh dikatakan sesat, hal ini khawatirkan akan mengaburkan akidah umat Islam.

Selama UU sekuler menjadi payung hukum, maka sikap yang ditunjukkan Kemenag pun akan selalu sama, yakni melindungi dan mengakui keberadaan kelompok minoritas seperti Baha’i, sebagaimana mandat yang tertuang dalam UU nomor 1/PNPS/165. Apalagi, hal ini semakin dikuatkan dengan Surat Menteri Agama No. 450/1581/SJ tanggal 27 Maret 2014.

Selain itu, jika kepercayaan-kepercayaan semisal ini masih dilindungi dan dipelihara negara atas nama HAM, tidak tertutup kemungkinan akan menimbulkan kegaduhan di tengah umat.

Sikap yang berbeda justru ditunjukkan para penguasa kepada sebagian ormas Islam atau pun pihak yang vokal terhadap jalannya pemerintahan dan menyerukan kebenaran. Jangankan dilindungi, yang ada mereka malah dipersekusi dan dikriminalisasi.

Sungguh ironis, sistem demokrasi sekuler nyatanya hanya melahirkan keadilan bersyarat bagi rakyat Indonesia. Umat Islam yang kontra dituntut berpikiran blunder dalam memahami posisi-posisi agama dan kepercayaan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menghindari kesalahpahaman. Sementara yang jelas-jelas kesesatannya dilindungi dan diakui. Cara berpikir seperti ini jelas dapat menjadikan umat Islam keliru dalam menilai agamanya sendiri.

Ide pemisahan agama dari kehidupan yang merupakan cara pandang ideologi sekuler adalah cikal bakal tumbuh suburnya manusia untuk memodifikasi agama. Gejala manusia yang terjangkit virus modifikasi beragama diawali dengan menolak kebenaran dan meninggalkan sebagian hukum Islam hingga berujung pada pengingkaran terhadap seluruh syariat Allah Swt. Lantas, bagaimanakah Islam menangkal virus modifikasi beragama di tengah masyarakat?

 

Umat Islam Wajib Memahami Agamanya

Sebagai seorang muslim, memahami akidah dan syariat Islam adalah suatu kewajiban. Keimanan yang tinggi pada seorang muslim akan mendorongnya untuk melaksanakan semua syariat Allah dengan penuh keikhlasan, bukan paksaan. Ketika syariat Allah telah tertanam pada diri-diri umat muslim, maka virus modifikasi agama dan pluralisme atau kebebasan dalam beragama seperti ini tidak akan terjadi lagi. Sebagaimana yang telah Allah Swt. kabarkan melalui firmannya “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam”. [TQS. Ali Imran: 19]

Adapun firman Allah Swt. lainnya, Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allah, padahal apa yang ada dilangit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada-Nya-lah mereka dikembalikan” [TQS. Ali Imran: 19].

Negara Berperan dalam Menjaga Akidah Umat Islam

Meskipun negara ini terdiri dari masyarakat mayoritas muslim, namun nyatanya Islam tidak dijadikan sebagai arah kebijakan. Melainkan menjadikan ideologi sekuler sebagai pijakan dalam pembuatan aturan hidup. Wajar, ajaran-ajaran menyimpang malah tumbuh subur. Tentu hal in dapat membuat kegaduhan dan menjauhkan Islam sebagai agama yang membawa Rahmatan lil alamin. Serangan pemikiran sekularisme, sosialisme, liberalisme dan lain sebagainya tak pelak lagi akan menyerang umat muslim, sehingga umat sulit menjaga akidahnya sendiri. Disinilah dibutuhkannya peran negara dalam penjagaan akidah umat Islam.

Oleh karena itu, mari kita campakkan segala bentuk pemikiran asing selain pemikiran Islam. Sebab, negara tidak lagi melindungi ajaran-ajaran bathil dengan dalih HAM ataupun berlandaskan UU sekuler lainnyan. Melainkan menjadikan Islam sebagai arah bijakan, karena Islam memiliki aturan yang jelas mengenai segala persoalan dan aturannya pun tidak akan bertentangan satu sama lain. Sebab Islam bersumber dari Allah Swt sebagaimana firmannya dalam QS. Al Maidah ayat 3Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”

Marilah kita campakkan segala bentuk pemikiran asing dan mengembalikan kehidupan Islami dalam naungan Khilafah. Sehingga akidah umat dapat diselamatkan akidah Islam serta menangkal virus modifikasi beragama semacam baha’i ataupun ajaran-ajaran lainnya. Wallahu a’lam bish shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *