Memutus Rantai Kemiskinan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Lulu Nugroho (Member Revowriter Cirebon)

Kemiskinan masih lekat dalam kehidupan rakyat di negeri ini. Sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Cirebon, jumlah warga miskin tembus di angka 1 juta lebih dari jumlah penduduk sebanyak 2.184.380 jiwa. Sayangnya, data tersebut belum juga diperbarui. Bahkan, warga yang masuk kategori miskin sampai saat ini, masih terus menjadi persoalan, karena tidak mempunyai satu data yang valid. (Radarcirebon.com, 6/1/2020)

Pemerintah Kabupaten Cirebon pun tengah melakukan verifikasi faktual dengan metode validasi data. Hal itu sejalan dengan telah diberlakukannya penonaktifan BPJS bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan yang masuk kategori non basis data terpadu (BDT) oleh Kementerian Sosial.

Hal itu diakui Kepala Bidang Pengembangan dan Pemberdayaan Partisipasi Sosial Masyarakat Dinsos Kabupaten Cirebon, H Deden Epih Saepina. Menurutnya, jumlah warga miskin di Kabupaten Cirebon mengacu data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yakni sebanyak 1.063.177 jiwa pada tahun 2015.

Sedangkan dari tahun 2016 hingga tahun 2019, masih belum ada pendataan ulang warga miskin. “Sekarang data itu akan diperbaiki, karena data tersebut merupakan data lama. Mungkin di dalamnya ada yang sudah meninggal,” kata dia. (Suaracirebon.com, 14/1/2020)

Total penduduk miskin di Pulau Jawa mencapai 12,74 juta jiwa, atau separuh total penduduk miskin di Tanah Air. Namun, secara presentase, jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa lebih rendah dibanding provinsi-provinsi di Indonesia Timur yang memiliki angka penduduk miskin di atas 20 persen. (Kompas.com, 11/11/2019).

Asian Development Bank (ADB) melaporkan 22 juta orang Indonesia masih menderita kelaparan. ADB bersama International Food Policy Research Institute (IFPRI) mengungkapkan hal itu dalam laporan bertajuk ‘Policies to Support Investment Requirements of Indonesia’s Food and Agriculture Development During 2020-2045’. (Cnnindonesia, 6/11/2019)

Melihat data yang begitu mengerikan, tidak masuk akal jika kondisi rakyat yang seperti ini berada di dalam negeri zamrud khatulistiwa. Negeri kaya akan sumber daya alam dan manusia, ternyata tidak serta merta menjadikan rakyat sejahtera. Berarti ada yang salah dari pengelolaan urusan rakyat.

Sejahtera atau tidaknya suatu masyarakat, ditentukan dari kemampuan mereka memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan, serta kemudahan akses untuk memperoleh pendidikan, kesehatan dan keamanan. Maka saat sekarang ditemui banyaknya kemiskinan, rakyat lapar, serta sulitnya mereka mengakses kebutuhan dasar, bukti bahwa tidak semua harta kepemilikan umum sampai dengan selamat ke tangan rakyat.

Tidak hanya itu, kebijakan pemerintah yang pro asing, minim keberpihakan kepada rakyat, menjadikan rakyat ‘autopilot’. Bergerak sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa perlindungan dan penjagaan negara. Pola pemerintahan menjadikan penguasa bak pedagang, rakyat pembeli, membuat rakyat mengerahkan segenap tenaga demi mencapai kesejahteraan.

Islam memiliki mekanisme yang menyeluruh hingga setiap individu memperoleh jaminan pemenuhan haknya. Hal penting pertama adalah negara menyediakan lapangan pekerjaan. Bagi petani atau pengelola lahan, dibantu dengan pengadaan lahan. Atau bisa jadi dengan memberi modal bagi pengusaha kecil. Atau dengan pengadaan berbagai pelatihan ketrampilan.

Hal ini sejalan dengan kewajiban Allah kepada warga yang baligh, berakal dan sehat untuk mencari nafkah. Dengan bekerja, ia akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan orang-orang yang ditanggungnya.

Ada pula dengan mekanisme zakat, infaq dan sedekah, yang diberikan pada orang-orang lemah seperti perempuan, anak-anak terlantar, orang cacat, dan lanjut usia, yang tidak mampu mencari nafkah. Mereka juga tidak memiliki keluarga untuk menanggung kehidupan mereka.

Selain itu, sanksi yang tegas, juga dijatuhkan pada pelanggaran kewajiban tersebut. Bagi kepala keluarga atau wali yang malas bekerja, mendapat ta’zir dari penguasa. Demikian pula pada orang kaya yang enggan menyisihkan sebagian hartanya. Atau bisa jadi pelanggaran muncul dari penguasa sendiri, yang abai terhadap nasib rakyat.

Harta kepemilikan umum pun tetap diperuntukkan untuk kemaslahatan rakyat. Tidak boleh diprivatisasi atau dimiliki oleh negara. Hak untuk mengelola harta tersebut, ditetapkan syariat pada negara. Distribusi harta pun harus merata ke tengah rakyat, agar roda perekonomian berputar dan kesejahteraan bisa dinikmati seluruh rakyat tanpa kecuali.

Inilah hal yang mendasari sulitnya rakyat sejahtera di tanah air. Pengelolaan urusan rakyat dengan menegasikan peran Allah, menjadikan masalah kemiskinan terus terjadi, saling terkait dan bisa semakin banyak korban, jika tidak segera diakhiri oleh pemerintah. Solusi tuntas adalah menggunakan aturan Allah dalam urusan pemerintahan.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *